Apa benar bahwa semua orang bisa jadi motivator? Saat mendengarnya beberapa tahun yang lalu, Saya juga langsung bereaksi dengan memberikan bantahan internal dan menyusun argumen dalam benak saya. Bukannya Motivator itu biasanya sudah hebat, cara bicaranya mantap dan meyakinkan, keren, pakai jas, naik mobil mewah, pengalamannya melanglang buana di penjuru nusantara bahkan telah menjelajah ke mancanegara, punya beberapa buku best-seller yang menjadi kitab dalam setiap sesi-sesi yang disampaikannya, dengan aset yang melimpah dan beberapa usaha yang semakin memakmurkannya, wow! Paling tidak itu pemahaman yang saya tangkap mengenai sosok seorang motivator, dengan mengacu pada nama-nama besar di dunia permotivasian Indonesia maupun mancanegara. Dengan fakta tersebut, maka pendapat bahwa semua orang bisa jadi motivator pastinya salah besar, tidak semua orang bisa jadi motivator, hanya orang-orang tertentu, hanya mereka yang spesial, “the chosen one”, dan pastinya bukan saya.
Secara akademik pun saya mencari landasan referensi. Saya langsung beranjak mengakes sumber informasi di dunia maya untuk menjawab rasa ingin tahu saya, apa itu yang dimaksud dengan motivator. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan bahwa motivator adalah :
“Orang (perangsang) yang menyebabkan timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu; pendorong; penggerak.”
Nah, tidak ada jas, tidak ada ketentuan harus keren, dan tidak mencantumkan bahwa harus punya ini-itu. Macam mana pula ini? Pertanyaan saya belum terjawab tuntas. Dengan wawasan yang semakin meluas dan pergaulan yang semakin membongkar batas demi batas, ada satu momen penting yang memberikan pencerahan pada saya, ketika saya bertemu dan banyak berinteraksi dengan seseorang yang energik dan layak menjadi panutan kaum muda, Sosok dari Lampung peraih award di Mandiri Wirausaha Muda Mandiri 2010, Ridwan Abadi. Kawan saya yang satu ini selain merambah dari Batam sampai Timika dengan brand Batagor Jepang-nya, juga semakin mensolidkan bisnis EMAS Corp-nya dan secara kontinyu menjadi Motivator dalam bidang entrepreneurship. Seberapa hebat? Menurut saya luar biasa, boleh dibilang saya ikuti perjalanan Ridwan Abadi sejak awal, sejak benar-benar nol. Saya tidak membicarakan Ridwan Abadi saat ini, dengan berbagai prestasi dan award, diliput oleh berbagai media, menjadi pembicara di berbagai forum terkemuka, saya berbicara mengenai Ridwan Abadi yang baru memulai dan belum memiliki dan mendapatkan atribut apapun. Perjuangannya luar biasa, keuletannya layak diacungi jempol, antusiasmenya begitu berlimpah, melampaui semua rasa lelah karena kegagalan dan menaklukkan semua rasa putus asa saat menemui hambatan. Saya tahu betul perjuangan Ridwan Abadi mulai dari tinggal menumpang di salah satu outlet distro, sewa tempat sendiri, diusir oleh pemilik ruko, hingga berkantor di salah satu kawasan prestisius di Kota Malang, bukan perjalanan yang mudah, namun dapat menjadi kesimpulan pada titik ini bahwa Ridwan Abadi “deserve” dengan apa yang diperoleh saat ini.
Kita patut garisbawahi bahwa ternyata motivator bukanlah sebuah profesi, bukan pula sebuah talenta yang tiba-tiba melekat dan taken for granted. Setahu saya tidak ada seseorang yang lahir dan kemudian tiba-tiba diklaim dan ditetapkan bahwa kamu adalah : “Motivator”. Seseorang lahir ya jadi bayi, karena motivator bukanlah jabatan, motivator bukan sebatas pekerjaan dengan keahlian dan sertifikasi tertentu. Kita bisa mengambil perspektif yang lebih mendalam, bahwa ternyata motivator lebih mengacu pada sebuah jiwa, semangat, dan energi yang dapat tumbuh, muncul dari benak setiap orang, yang merangsang, menimbulkan, mendorong, dan menggerakkan orang lain, menjadi sebuah inspirasi bagi orang lain.
Aha! Saya mendapat angin segar, saya mau menjadi motivator, saya dan anda punya kesempatan yang sama, tidak ada beda, sehingga jika jika menyimak linguistik yang saya gunakan, saya memilih kata mau, “saya mau menjadi motivator”. Ini bukan urusan mampu tidak mampu, tapi ini urusan mau apa tidak mau. Proses modelling pun saya jalani, saya harus menimba ilmu dan berkumpul dengan orang-orang yang menurut saya memiliki kriteria-kriteria sebagai motivator, saya ikuti seminar-seminar Jamil Azzaini, Andrie Wongso, Tung Desem Waringin, Hendy Setiono, Saptuari Sugiharto, James Gwee, Ippho Santosa, Bob Sadino, Putu Darma Putera, dan menonton mario teguh dari layar kaca. Saya bergabung dalam forum-forum diskusinya, jika berkesempatan makan bersama, bahkan menjadi bagian dalam tim mereka. Banyak ilmu dan perspektif baru yang saya peroleh, memperkaya landasan pemikiran saya sebelumnya, dan saya memantapkan diri untuk menjalani dan menikmati profesi sebagai motivator.
Cara berpikir saya sederhana, kalau mau jadi magnet dan kita adalah besi, maka berdekatanlah dengan magnet, bergesekanlah dengan magnet, maka jangan kaget jangan heran kalau kemudian kita memuat sifat-sifat dari magnet. Dalam pemikiran ini, ada dua hal penting, yakni keyakinan bahwa kita sudah memiliki bahan sebagai besi, itu artinya kita secara internal harus punya keyakinan yang kuat pada diri kita, bahwa kita adalah makhluk yang terbaik. Tercantum dalam surah At Tin (95) ayat 4 :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Tuhan yang beritakan, maka tidak ada lagi pembahasan lanjutan dan tidak ada ruang untuk keraguan. Yakin, yakin, dan yakin, itu modal dasarnya, anti minder, masa makhluk dengan bentuk terbaik minder? Mustahil! Ini masalah mentalitas, bahwa kita adalah besi, bahan baku yang bagus dan siap untuk terinduksi sifat-sifat magnet. Hal penting yang kedua adalah seberapa aktif kita mencari magnet? Seberapa persisten kita untuk mendekat dan terus berada di sekitar magnet? Seberapa tangguh kita untuk bergesekan dan terus bergesekan dengan magnet, tentu disertai dengan berbagai dampak dan resiko-resiko yang timbul dari gesekan yang terjadi.
Saya selalu bersemangat dan antusias dengan proses-proses tersebut, mengutip pernyataan dari salah satu mentor saya, Dr. Imam Elfahmi :
“Faizal, saya itu susah mengingat orang, namun karena kamu sering kesini dan kesini lagi, menemui dan selalu minta waktu dan bikin janji dengan Saya, maka mau tidak mau kamu memaksa Saya jadi ingat sama kamu.”
Mungkin kalau ada lomba ngotot award, saya bisa jadi juara, minimal masuk nominasi. Prinsip saya sederhana, paling kalau saya kebablasan, ya diusir, ya tidak apa, diusir pun kan sebuah pengalaman juga, yaitu pengalaman disuruh pergi, wehehe..
Ada sebuah kalimat bijak yang menarik yang membuat saya semakin mantap memilih profesi menjadi motivator :
“Do what you love, love what you do, and you don’t need to work for your whole life, you just need to do your hobby!”
Ngobrol dan tampil itu ternyata saya temukan sebagai passion saya, sesuatu yang antusias saya lakukan. Setelah menjalani profesi ini dalam periode tertentu, pada satu titik saya sadari, bahwa ilmu ini jangan berhenti, energi ini perlu diduplikasi, saya juga dapatnya dari orang lain, saya kumpulkan, maka saya juga harus memulai untuk melanjutkan dan menyalurkan. Tangan dan kaki saya cuma sepasang, Faizal Alfa MBA ya cuma satu, tidak dapat difotokopi, maka saya harus merancang sebuah regenerasi, karena berbagai undangan, permintaan tampil dan mengisi, hobi saya menulis, perlu ruang dan waktu. Tanpa menunggu lama, saya membuka kursus motivator, saya berpikir tentukan syarat khusus yang spesifik, namun saya kemudian sadar, lha saya dulu juga pengin jadi motivator ya berangkat saja, tanpa kebanyakan mikir dan syarat, maka kursus ini terbuka bagi mereka yang mau jadi motivator, karena saya yakin, setiap orang memiliki kemampuan.
“If you want to, go for it, don’t just sit and wait someone get it before you.”
Persepsi itu terbukti, ternyata peminatnya melimpah, dengan beragam latar belakang, berbagai rentang usia, beraneka jenjang pendidikan, karena saya yakin bahwa setiap orang bisa menjadi motivator. Saya yakinkan sekali lagi, motivator bukan sekedar profesi, motivasi adalah spirit. Jangan berpikir menjadi motivator, dalam semalam anda menjadi Mario Teguh atau Tung Desem Waringin, mengingat Andri Wongso saja perlu lebih dari 25 tahun proses berkelanjutan untuk mencapai levelnya saat ini. Motivator pun ada levelnya, kita bisa mulai dari menjadi motivator untuk diri sendiri, selalu berpikir optimis dan menularkan antusiasme, anti mengeluh dan pantang menghujat. Kembangkan level menjadi motivator untuk keluarga dan rekan-rekan sekitarnya, kembangkan juga menjadi motivator dalam forum-forum kecil, hingga pada akhirnya jika itu passion anda, tinggal menentukan size untuk menjadi motivator handal yang memberi inspirasi bagi belasan, puluhan, ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan orang. Saya motivator, dan saya yakin anda juga seorang motivator yang tidak kalah hebatnya, karena semua orang bisa jadi motivator, tinggal mau atau tidak.
Ditulis di Kota Malang
Salam Istimewa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H