Mohon tunggu...
Faris Munandar
Faris Munandar Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Teknik '07\r\nUniversitas Hasanuddin\r\nMakassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemuliaan yang Ditinggalkan

18 Mei 2016   17:52 Diperbarui: 18 Mei 2016   18:01 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.”

(HR. Tirmidzi)

Zaman yang berlalu hanya akan menyisahkan beragam jejak yang menjadi guru atau petuah untuk menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan yang muncul diselah-selah pergantian serta perubahannya. Sementara manusia sebagai actor kehidupan seolah menjadi pewarna akan zaman yang ada yang telah berlalu dan yang akan datang. Beda zaman beda tantangan, demikian ungkapan yang kerap kali melintas dipendengaran kita. Kalau kita flashback kondisi pada tahuan 70 an dengan tahun sekarang tentu begitu banyak perbedaan dalam setiap lini kehidupan masyarakat. 

Manusia dalam keberadaannya sebagai makhluk social ditengah-tengah masyarakat tentu terikat dengan hukum adat yang berlaku, demikian halnya juga kedudukan manusia sebagai makhluk bertuhan yang harus memikul konsekwensi dengan keterikatan dengan norma-norma agama. Namun dalam kenyataannya terjadi unbalance antara ketundukan manusia terhadap aturan adat dengan aturan agama, kadangkala manusia begitu patuh dengan aturan adat ketimbang pada aturan agama padahal aturan adat bisa terangkum dalam aturan agama.

Bahkan ada beberapa aturan adat yang sampai tidak berlaku disebabkan bersinggungan dengan aturan agama. Dilain waktu ada yang bahkan rela berkorban semata-mata sebagai bentuk ketundukan terhadap adat. Sementara ia begitu lalai terhadap aturan agama padahal sekuat-kuatnya aturan adat umurnya hanya sebatas seumur dunia sementara aturan agama bersifat kekal. Inilah pergeseran yang terjadi didalam diri setiap orang pada tiap detiknya. Sadar ataupun tidak sadar buku catatan yang tersimpan di lauhul mahfuz akan selalu tertuliskan apa yang seseorang lakukan, mulai dari jenis perbuatannya, besar ataupun kecilnya, yang nampak ataupun yang tersembunyi bahkan apa yang teresit dikedelaman hati kita.

Hari ini ketika kita membuka mata akan kenyataan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, hampir-hampir setiap orang yang kita temui sama-sama mengucapkan ucapan orang yang beriman namun sayangnya ucapan itu sebagian besar hanya terucap dilisan saja. Oleh karenanya menemukan sosok yang benar-benar berpegang teguh dengan tali keimanan dan ketakwaan pada disetiap zaman atau terlebih khusus diakhir-akhir zaman ini seperti mencari jarum ditumpukan jerami. 

Maka wajarlah ketika sosok teladan terbaik yang pernah terlahir dibumi ini mengingatkan sebagai bentuk ultimatum akan urgensi ketakwaan yang semakin mahal nilainya serta semakin langkah keberadaannya. Pesan mulia ini tentu menjadi rambu keselamatan bagi kita dalam menjejaki setiap perubahan zaman yang datangnya kerap kali bagai gemuruh yang membakar. Yang siap menyapu rata serta menghanguskan setiap celah waktu yang dilewatinya. 

Disaat itulah kita menyaksikan banyak ruh-ruh beserta jasadnya yang tergeletak kaku menyerah dengan hegemoni dan fitnah dunia yang berafilisi dengan perubahan zaman. Maka dikenallah opini menyesatkan ditengah kegalauan masyarakat akan ketergantungan dengan perubahan zaman yang harus selalu diikuti. Seseorang seperti dicekal secara social jika tidak turut andil mengikuti perkemabangan zaman berikut warna warninya. 

Sehingga tidak mengherankan jika saat ini kita banyak menemukan orang yang begitu latah menyikapi trend-trend yang berganti disetiap zaman seperti bergantinya musim. Padahal tidak sedikit dari trend yang bermunculan itu justru bertentangan dengan norma serta etika social yang berlaku didalam suatu masyarakat bahkan tidak jarang bertentangan dengan aturan-aturan agama yang menjadi pijakan utama seseorang.

Kalau kita berbicara tentang ketakwaan memang sangat memiriskan ditengah ketidakpedulian kebanyakan orang saat ini. ketakwaan menjadi barang langka ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Kita tidak perlu lagi melihat apakah seseorang itu berpendidikan atau tidak, berduit atau lagi kere, serta indicator-indikator lainnya yang terkadang menjadi alasan pelarian kita disaat berbicara tentang ketakwaan. Ironi memang jika tak mampu menyikapi setiap fitnah yang menyertai perubahan zaman. 

Serasa tidak ada lagi segmen yang menjadi sandaran harapan untuk hal yang satu ini. ketika menyandarkan harapan pada gnerasi muda mereka lagi tenggelam dalam lautan maksiat pergaulan bebas, pada pemimpin mereka sibuk larut dalam pergulatan politik demi kursi kekuasaan, orang tua dan masyarakat seperti tak mau tau dan tak mau berusaha tau apa yang terjadi diluar sana. Padahal kemuliaan seseorang dilihat dari tingkat ketakwaannya terhadap sang pencipta, tidak pada kedudukannya tidak pula pada materi kebendaannya. Tentu prilaku kelalaian dan kejahilan ini tidak lain disebabkan karena kurangnya implementasi nilai-nilai agama ditengah masyarakat. Berbekal ilmu agama tentu menjadi solusi paling pertama dan uatama. Karena hanya dengan bekal ilmu agamalah seseorang akan mengetahui hakikat dan urgensi keberadaannya didunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun