"Keragaman adalah keniscayaan akan hukum Tuhan atas ciptaan-Nya." (Abdurrahman Wahid)
Negara kita Indonesia sangatlah beragam dalam berbagai aspek identitas manusia. Terlepas dari perbedaan itu, negara ini tetap kokoh dan bergerak maju bersama-sama. Toleransi menjadi kunci utama perekat bangsa ini dan karena toleransi tidak bisa diajarkan, toleransi harus dialami dan dirasakan.Â
Pagi itu cuaca cerah dan panas yang menyengat menyelimuti bumi Jakarta. Tampak remaja-remaja muda SMA Kolese Kanisius yang antusias untuk mengunjungi pesantren-pesantren di sekitaran Jawa Barat. Satu per satu barang bawaan mulai diletakkan pada bagasi bus dan secara perlahan remaja-remaja ini mulai menduduki kursi bus. Banyak pondok pesantren yang menjadi tujuan dari pemuda-pemuda ini dan salah satunya adalah Pondok Pesantren Al Ittifaq yang terletak di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung.Â
Perjalanan saat itu memakan waktu kurang lebih 4 jam. Pemandangan yang awalnya berupa gedung-gedung tinggi, cepat berubah menjadi perbukitan-perbukitan hijau yang asri dan menawan. Suasana perkotaan yang umumnya tegang dan penuh tekanan, berubah menjadi suasana yang menenangkan dan memberi kenyamanan. Pemandangan dan suasana ini terus terbawa sampai ke pondok pesantren. Senyuman lebar dan antusiasme menyambut remaja-remaja perkotaan yang tampak lelah sehabis perjalanan panjang.Â
Pembelajaran dari Pesantren
Dinamika interaksi di Pesantren Al Ittifaq berlangsung sangat baik dan mengalir lancar. Meskipun kontrasnya pola pikir dan kepercayaan, namun itu tidak menjadi penghalang bagi remaja-remaja pendatang ini untuk berhubungan baik dengan santri dan santriwati. Lebih dari itu, banyak pula dinamika bersama yang dilakukan di pesantren, mulai dari mengaji, makan bersama, belajar bersama, maulid diba, berternak, bertani, memasak, dan masih banyak kegiatan lainnya.Â
Di tengah pengalaman itu, terungkap bahwa toleransi bukanlah menghilangkan perbedaan, tetapi menyatukan keberagaman dalam satu harmoni. Dalam perjumpaan itu, terselip pelajaran penting, yakni keberagaman tidak akan pernah menjadi penghalang ketika ada kemauan untuk memahami. Sebuah refleksi Indonesia yang begitu nyata terlihat dari interaksi sederhana antara siswa Kolese Kanisius dan para santri Pesantren Al Ittifaq.
Nilai-nilai ideologi Pancasila mempertegas bahwa hidup berdampingan, dengan penuh toleransi, menjadi pondasi fundamental dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Dan secara inheren, ideologi ini menilai toleransi sebagai bagian tak terpisahkan dari karakter dan identitas bangsa Indonesia, di mana salah satu prinsip dasar Pancasila adalah persatuan dalam keberagaman. Toleransi merupakan prinsip penting untuk diterapkan oleh setiap bangsa, terutama bagi negara-negara yang memiliki populasi beragam, termasuk perbedaan suku, agama, budaya, dan pandangan politik. (1)
Konsep toleransi mengarah pada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, bahasa, agama, dan budaya. Membangun kebersamaan dan menyadari perbedaan menjadi salah satu sikap toleransi yang harus dilakukan sejak dini. (2)
Toleransi memungkinkan masyarakat hidup berdampingan dengan saling menerima keberagaman. Ketidakmampuan untuk menghormati perbedaan dan mencari solusi yang saling menguntungkan dapat menyebabkan ketegangan sosial dan bahkan konflik lebih besar. Dengan menerapkan toleransi, masyarakat dapat meminimalkan konflik dan menciptakan lingkungan yang lebih damai dan stabil. Oleh karena itu, toleransi memainkan peran penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi bangsa. Toleransi juga melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia setiap individu. Dengan menerapkan toleransi, bangsa dapat melindungi hak-hak individu tanpa memandang perbedaan mereka, seperti kebebasan berbicara, beragama, berpendapat, dan mengikuti budaya serta tradisi mereka sendiri. (1)
Menghidupi Keberagaman
Keberagaman adalah hukum alam, namun harmonisasi dalam keberagaman adalah cita-cita yang harus diperjuangkan. Setiap individu, terutama generasi muda, memiliki peran penting untuk menjaga dan memperkokoh toleransi sebagai landasan kehidupan berbangsa. Sayangnya, teknologi dan modernisasi seringkali menjauhkan kita dari interaksi fisik yang bermakna. Kita menjadi lebih terhubung secara virtual, tetapi kian terasing dalam kehidupan nyata.
Ekskursi ke Pesantren Al Ittifaq menunjukkan bagaimana perjumpaan langsung mampu memupuk pemahaman dan rasa hormat terhadap keberagaman. Melalui dialog, kegiatan bersama, dan kebersamaan dalam menjalani rutinitas, tercipta benang merah yang menyatukan perbedaan menjadi harmoni.
Sebagaimana Indonesia yang kaya akan keberagaman, begitu pula setiap individu yang tinggal di dalamnya. Tanpa keberagaman, tidak akan ada harmoni. Tanpa perjumpaan, keberagaman hanya akan menjadi narasi yang hampa makna. Dengan semangat kebersamaan dan kemauan untuk mendengar serta belajar dari perbedaan, kita dapat memastikan bahwa keberagaman menjadi kekuatan, bukan hambatan.
Demikianlah harmoni dalam keberagaman, menghidupi hari dengan kebersamaan, dan menyelesaikan perjalanan dengan rasa syukur yang mendalam. Toleransi, pada akhirnya, bukanlah sebuah akhir, melainkan sebuah proses yang terus berlanjut. Tugas kita sebagai generasi muda adalah memastikan bahwa keberagaman tetap menjadi berkah, bukan perpecahan. Dan untuk mewujudkan itu, kita harus terus menciptakan ruang-ruang perjumpaan, dimana perbedaan tidak hanya dihormati, tetapi juga dirayakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H