Masyarakat kita sudah terbiasa disajikan dengan informasi kasus korupsi yang terjadi di pemerintahan, legislatif, penegak hukum, BUMN, swasta, maupun yang terjadi di komunitas masyarakat, dan sebagainya.Â
Jadi memang korupsi sangat berdampak dan sudah menjadi perhatian luas di masyarakat, termasuk menjadi perbincangan sengit di media sosial.Â
Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi. Korupsi mengikis kepercayaan, melemahkan demokrasi, menghambat pembangunan ekonomi, dan semakin memperburuk ketidaksetaraan, kemiskinan, dan krisis lingkungan.Â
Membongkar korupsi dan meminta pertanggungjawaban yang korup hanya dapat terjadi jika kita memahami cara kerja korupsi dan sistem yang memungkinkannya (Transparency International, 2021).
Menurut Antnio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, korupsi adalah perbuatan kriminal, tidak bermoral, pengkhianatan terhadap kepercayaan publik, dan bahkan lebih merusak dibandingkan krisis pandemi covid-19.Â
Eric Uslaner, professor di universitas Maryland, menyampaikan bahwa korupsi yang tumbuh subur menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap pemerintah dan juga berdampak pada ketimpangan yang tinggi di tengah-tengah masyarakat (World Economic Forum, 2020).Â
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zaleha Othman, dkk (2014) dan sudah dipublikasikan oleh Elsevier, menemukan bahwa korupsi dipengaruhi oleh penyalagunaan kekuasaan, adanya kesempatan, dan nilai moral (integritas) yang buruk.
Perang melawan korupsi dengan meningkatkan kepercayaan dan integritas pada seluruh sistem sosial, ekonomi, dan politik. Sistem yang berkelanjutan dibangun dengan tata kelola, transparan, dan akuntabilitas yang terbaik, serta dapat mewujudkan "stakeholder capitalism".Â
Professor Klaus Schwab, Founder and Executive Chairman of the World Economic Forum, the International Organization for Public-Private Cooperation, menjelaskan bahwa stakeholder capitalism merupakan sistem yang bisa mengikutsertakan semua pemangku kepentingan dalam ekonomi, perusahaan, masyarakat, dan komunitas internasional, sehingga peduli kepada semua orang dan lingkungan.
Pemerintah sebagai penjaga kesetaraan dalam persaingan, adil kepada semua pemangku kepentingan terkait secara berkelanjutan.
Tiga langkah pendekatan penyelesaian masalah korupsi, sebagai berikut:
1. Meningkatkan penggunaan teknologi.
Teknologi telah digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan transparansi dan alat penting melawan korupsi. Ada tiga komponen teknologi yang digunakan, yaitu: blockchain, big data analytics, dan artificial intelligence (AI).Â
Teknologi blockchain dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik. Teknologi big data analytics dapat memeriksa sejumlah besar data untuk mengungkap pola tersembunyi, korelasi, dan wawasan lainnya, serta memungkinkan untuk menganalisis data dan penjelasannya.Â
Teknologi artificial intelligence (AI) dapat menganalisis dengan canggih dan menghasilkan wawasan luas yang dapat digunakan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengungkap korupsi dengan lebih baik.Â
MarketsandMarkets (2021) melaporkan bahwa, "Pertama, pasar blockchain global pada tahun 2020 sebesar USD 3,0 miliar dan menjadi USD 39,7 miliar pada tahun 2025, dengan compound annual growth rate sebesar 67,3%.Â
Kedua, pasar big data analytics global pada tahun 2020 sebesar USD 138,9 miliar dan menjadi USD 229,4 miliar pada tahun 2025, dengan compound annual growth rate sebesar 10,6%. Â
Ketiga, pasar artificial intelligence (AI) global pada tahun 2018 sebesar USD 21,46 miliar dan menjadi USD 190,61 miliar pada tahun 2025, dengan compound annual growth rate sebesar 36,62%.
2. Pastikan bahwa ESG (Environmental, Social, and Governance) memiliki tata kelola yang baik.
Governance harus diperlakukan dengan rasa urgensi, memiliki prioritas utama, sehingga lebih efektif mempengaruhi faktor yang lainnya.Â
Menginvestasikan lebih banyak upaya pada Governance akan membantu membangun budaya integritas yang kokoh dalam pemberantasan korupsi.Â
ESG juga merupakan dasar terbentuknya Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan.
3. Berpikir secara sistematis dan bekerja secara kolektif.
Permasalahan di lapangan terlalu kompleks, saling terkait, dan tanpa batas, sehingga menangani masalah korupsi secara efektif membutuhkan pemikiran sistemik dan tindakan kolektif dari berbagai kelompok pemangku kepentingan (World Economic Forum, 2020).
Penanganan yang dilakukan
Menurut laporan transparency international (2021), sejak tahun 2012 sd 2020 Indonesia memiliki score of corruption perceptions index di antara 32 sd 40, yang dikategorikan sebagai perceived as more corrupt.Â
Data terakhir di tahun 2020 dengan indek 37, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya di tahun 2019 dengan dengan indek 40. Buruknya indek korupsi di  Indonesia merupakan faktor utama (ESG yang buruk) penyebab Tesla membatalkan investasinya di Indonesia dan Tesla segera membangun pabrik mobil listrik di India.Â
Tindak pidana korupsi dijelaskan pada UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyelesaikan, mencegah, atau meminimalkan masalah korupsi di Indonesia, sebagai berikut: "Pertama, membangun sistem informasi terpadu, yang dilengkapi dengan tampilan laporan transparansi dan akuntabilitas yang terbaik, serta bisa secara otomatis menganalisis, mencegah, mendeteksi, dan mengungkap terjadinya korupsi. Kedua, membangun dan memperbaiki tata kelola agar semakin baik.Â
Ketiga, membangun dan mengembangkan sistem yang terstruktur sehingga lebih komunikatif dan bisa diakses oleh semua pihak yang berkepentingan".Â
Pemerintah juga harus dengan segera menyelesaikan masalah kebutuhan ekonomi rakyat, mendidik masyarakat agar memiliki moral yang kuat, gaya hidup yang tidak konsumtif, dan adanya perberlakuan hukuman sosial agar koruptor diasingkan dari pergaulan masyarakat. Para koruptor dihukum maksimal dengan hukuman seumur hidup dan dimiskinkan.Â
Alokasi dana yang dibutuhkan Indonesia di bidang teknologi untuk menyelesaikan, mencegah, atau meminimalkan masalah korupsi maupun untuk kebutuhan lainnya pada tahun 2021 sekitar USD 2,731 miliar dan pada tahun 2025 sekitar USD 5,884 miliar.Â
Alokasi dana pada tahun 2021 untuk blockchain sebesar USD 0,064 miliar dan menjadi USD 0,508 miliar pada tahun 2025, dengan compound annual growth rate sebesar 67,3%.Â
Alokasi dana pada tahun 2021 untuk big data analytics sebesar USD 1,966 miliar dan menjadi USD 2,936 miliar pada tahun 2025, dengan compound annual growth rate sebesar 10,6%.Â
Alokasi dana pada tahun 2021 untuk artificial intelligence (AI) sebesar USD 0,701 miliar dan menjadi USD 2,440 miliar pada tahun 2025, dengan compound annual growth rate sebesar 36,62%. Â
Semoga kasus korupsi bisa dengan cepat dieliminasi dari Indonesia sehingga bisa dengan cepat mewujudkan peningkatan investasi, tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, SDGs, dan terjadi keadilan di masyarakat untuk menikmati hasil pembangunan ekonomi yang lebih merata, dan kita bisa dengan cepat juga mencapai arah terwujudnya sila kelima Pancasila, "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".
https://www.youtube.com/Dr. Moses Simanjuntak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H