Engkau satu-satunya yang tahu bagaimana aku nyaris menyerah, merasa sendirian, tak sanggup lagi memikul semua beban di pundak-hati-kepala. Dan kau buru-buru menghubungi abangku untuk memastikan keadaanku baik-baik saja dan tak ambil jalan pintas. Terima kasih tak terhingga untuk itu. Â Pun untuk traktiran sarapan dan makan siang yang tak terhitung, Untuk kesabaran yang besar, kala mood diacak-acak oleh persoalan yang tak kunjung terurai.
Ah, ya, terima kasih juga untuk sesekali membawa pangeran-pangeran cilik, buah hatimu itu. Sungguh. Berinteraksi dengan mereka, melihat tingkah polos mereka, membuatku sejenak melupakan cicilan ini-itu. Hahaha.
2020.
Aku belum lulus uji. Terpaan pahit-getir hidup belum berakhir, dan aku terlalu liliput untuk sengsara yang raksasa itu. Semoga tahun ini dinyatakan lulus. Kalaupun belum waktunya, semoga lebih berbesar hati.
Hidup tak terprediksi, dengan ramalan manusia paling ahli sekalipun, tetap namanya masih "entah". Mungkin akan ada lagi kehilangan, mungkin akan lebih kerap lagi menangis, mungkin semakin banyak lagi yang meninggalkan, dan berbagai mungkin lain yang sama sekali tak diharapkan. Ingatkan aku lagi agar membesarkan hati, melapangkan dada.
Tetaplah begitu. Menebar kebaikan lebih banyak lagi. Besok, lusa, entah kapan, semoga kesusahan ini kita kenang dengan tawa. Meniliknya serupa lembar-lembar diary yang tak perlu diulang, terganti dengan babak serba senyum dan warna-warni yang lebih cerah, yang tak hitam semata.
Terima kasih.
Untuk kalian yang diterpa banyak ujian di tahun 2019, cheer up. Sehat jiwa raga!
Untuk kalian yang menjadi support system bagi mereka yang butuh topangan, kalian sungguh hebat. Terima kasih, terima kasih, terima kasih. Tabik dariku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H