Mohon tunggu...
Azhar Setyadi
Azhar Setyadi Mohon Tunggu... -

moronicgeniusudahdipakeorang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan

26 September 2013   19:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:21 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan yang biasanya cukup ramai dipadati kendaraan tampak kosong di tengah guyuran hujan lebat hari itu. Kebanyakan orang lebih memilih diam di rumah atau berteduh sementara daripada harus menantang alam. Tampak seorang gadis berdiri di tepi jalan itu, tak diacuhkannya tubuhnya yang basah kuyup diterpa hujan.

Dia sedang menunggu.

Dia telah memutuskan, hari itu dia akan pergi jauh dari rumah. Sebuah rumah kecil yang dihuni sebuah keluarga kecil yang bahagia. Namun semua berubah lima tahun yang lalu sejak ibunya pergi dengan seorang pria muda dan ayahnya sering pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Entah yang mana yang terjadi lebih dulu Dia sudah tidak peduli lagi.

Sejak saat itu ayah Dia semakin sering mabuk-mabukan. Tak jarang Dia dipukuli dan dianiaya oleh ayahnya saat dia pulang. Hingga pada suatu hari ayahnya memaksa Dia untuk menuruti nafsu birahinya. Berulang kali hal itu terjadi, Dia hanya bisa diam. Rasa mual dan jijik seketika menyerang ketika terbayang ayahnya yang sedang menciumi setiap jengkal tubuhnya, bau alkohol yang menusuk keluar dari mulutnya.

Namun semua itu tidak akan terjadi lagi. Hari ini Dia telah bertekad untuk pergi.

Hampir satu jam Dia menunggu, tak ada satu pun kendaraan yang melintas di jalan itu. Pandangannya beralih ke sebuah kafe yang terletak di seberang jalan. Seorang pria tampak sedang mengamatinya dari balik jendela, mungkin bingung melihat Dia yang sudah satu jam berdiri di tengah hujan. Dia tersenyum kearahnya, pria itu mengangguk.

Yang ditunggu pun akhirnya tiba. Dari kejauhan nampak lampu depan sebuah taksi melaju ke arah tempat Dia menunggu. “Ini dia,” batinnya.

Dengan satu gerakan Dia melangkah ke arah taksi tersebut.

Suara dentuman.

Tubuh Dia melayang sebelum akhirnya terjatuh menghantam aspal.

Dia telah memutuskan, hari itu dia akan pergi jauh dari rumah.

Dia tidak bergerak. Darah segar mengalir dari kepalanya tersapu siraman hujan. Sebuah senyum tipis terukir manis di bibirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun