Mohon tunggu...
Jaz. Akbar
Jaz. Akbar Mohon Tunggu... -

Tidak ada Keindahan dari sesuatu hal yang dipaksakan. Jangan Lupa Bersyukur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Netral dalam Politik, Perlukah Hal Tersebut?

16 Maret 2019   23:18 Diperbarui: 17 Maret 2019   16:33 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Menurut KBBI netral ialah tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak), tidak berwarna, atau bebas. Terdapat 3 poin mendasar Hak Asasi Manusia (HAM) yakni berupa: Hak Hidup, Hak Kebebasan, dan Hak Memiliki. Posisi tengah tersebut menjadikan seorang manusia tidak bisa memiliki pilihan yaitu cenderung atau condong pada suatu hal, dan apabila dikaitkan dalam konsep racun maka netral akan menetralkan hal yang buruk agar menjadi sesuatu hal yang normal dan berjalan dengan sebagaimana semestinya.

            Berdasarkan pembahasan di atas maka sebuah konsep netral; bertentangan dengan hak asasi manusia yang memiliki hak kebebasan, akan tetapi netral diperlukan di kala sesuatu hal sudah tidak berjalan dengan semestinya. Kala sakit semakin parah dan racunnya mulai menyebar maka diperlukan netralitas yang bergerak untuk menetralkan kondisi yang ada.

            Secara manusiawi pun manusia tidak dapat melakukan apa yang dimaknakan "netral", jika yang dimaksud sebagai tidak berpihak. Pasti terdapat kecenderungan untuk condong kepada suatu hal dalam hidupnya. Terlepas dari peraturan-peraturan yang ada, dari segi logika netral itu mudah dilakukan akan tetapi dari segi nurani maka netral adalah sesuatu hal yang tidak mungkin karena akan condong kepada sesuatu hal di antara dua pilihan, meski hanya sebatas lebih dari sekian atau sepersekian persen. Netral memang benar dan perlu dilakukan, terlebih apabila netralitas itu dilakukan untuk menetralkan keadaan yang sudah mulai merusak ekosistem yang ada.

            Setiap manusia bebas memilih atas dasar keinginannya tanpa mengganggu hak orang lain dan itu merupakan sebuah keharusan yang dimiliki setiap manusia. Akan tetapi yang lebih utama ialah setiap manusia harus mendahulukan kewajibannya terlebih dahulu sebelum nenuntut haknya, dalam artian apa yang dilakukannya tidak berujung mengganggu hak asasi orang lain.

            Makna netral sendiri bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa "Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya". Kebebasan tersebut pun juga berbenturan kala warga negara bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara ataupun Pegawai Negeri Sipil, merujuk dalam Surat Menteri PANRB tentang Pelaksanaan Netralis bagi ASN nomor B/71/M.SM00.00/2017 yang berpoin tentang setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.

            Adapula yang dengan jelas menyebutkan bahwa PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan keterlibatan dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, misalnya:

  1. PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
  2. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
  3. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
  4. PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.
  5. PNS dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, visi misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial.
  6. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.
  7. PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.

            Berdasarkan peraturan di atas maka sudah menjadi kewajiban seorang PNS untuk bersikap netral dalam ranah politik di Negara hingga sekarang, terlepas pada saat jam kerja maupun di luar jam kerja. Netral merupakan wujud penyiksaan secara tidak langsung di mana hal tersebut tidak dapat mewakili hati nurani diri sendiri dalam ketertarikannya pada arah politik. Ketidakberpihakan atau kah Kebebasan? Bilamana netral itu diperlukan maka ialah netral yang bertujuan untuk mentralkan keadaan guna mengembalikan motor agar berjalan dengan semestinya dan tidak didekte oleh kepentingan yang berlawanan dengan tujuan tersebut.

            Ketika sikap Netral  sudah mendarah daging maka akan timbul pemikiran Netralisme Politik. Netralisme Politik ialah di mana warga negara tidak memiliki keuntungan ataupun dirugikan dengan keadaan pemerintah yang terjadi, dan bahkan enggan untuk turut serta dalam berbagai macam kejadian politik. Hal ini akan mencederai kondisi demokrasi yang ada, di mana tidak ada oposisi yang mengawal kondisi demokrasi tersebut. Semuanya akan terjadi serba "iya-iya" saja, tanpa ada pemerhatian terhadap setiap kebijakan yang dilaksanakan. Kala pemikiran Netralisme Politik ini semakin menyebar dan menguat perlu diperhatikan secara khusus dalam penanganannya.

            Netral? merupakan Hak Kebebasan pada setiap insan, akan tetapi jangan sampai netral itu dipolitisasi untuk mendapatkan kepentingan perseorangan maupun golongan dan jangan sampai pula pemikiran netral tersebut menjadi Netralisme Politik. Mari saling menjaga keadaan dengan berbuat baik antar sesama manusia tanpa menganggu kebebasannya dan tentunya dengan mengutamakan kewajiban di atas tuntutan hak sebagai warga negara. Salam damai Indonesiaku, Lestarilah Alam dan Negeriku.

Penulis : Jazaul Akbar
Editor : Utia Putri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun