kampung yang bernama TANDUK BENUA.
Pada tahun 1750, datanglah seorang laki-laki yang berasal Desa Gajah Tanah Karo ke Karo Jahe yang sekarang bernama DELI SERDANG, dan mendirikan sebuahBeliau bernama MARIAM SURBAKTI, nama orang tuanya GAJAH SURBAKTI dan nama orang tua Gajah Surbakti BURJU SURBAKTI.
Arti Tanduk Benua adalah di tunggulkan Gajah jumpai Tanduk Benua bermakna paling ujung kampung, didirikanlah kampung tersebut di pinggir sungai Klumat.
Pada zaman penjajahan Belanda jalan satu-satunya ialah sungai, untuk pergi jalan kaki membeli garam.Setelah terbentuknya Kampung Tanduk Benua yang mempunyai luas kurang lebih 5 hektar dan dibagikan kepada pendatang seluas 400m untuk tiap orang nya.Disebut tanah 100 oleh masyarakat pendatang dikarenakan lahan tersebut sesuai untuk dibuka pertanian, ditanam lah oleh masyarakat pendatang dengan tanaman seperti cabai  dan padi darat.
Disekitar kampung ditanami pohon durian, jengkol, petai, asam gelugur, aren, langsat, manggis, rotan, dan rambung merah untuk melindungi serangan penjajah udara, dan juga lem/getah dari pohon rambung merah berguna untuk lem kain yang sobek.
Tanduk Benua adalah kampung pertama dan kampung tertua di Karo Jahe atau sekarang lebih dikenal sebagai DELI SERDANG, mereka membuat jalan setapak ke Berastagi melalui Hutan untuk berkunjung kerumah saudara mereka.
Agama Kepercayaan Masyarakat pada saat itu adalah AGAMA PEMENA, Agama pemena ialah agama yang lahir sejak masa pra sejarah yang termasuk ke dalam sistem animisme yaitu kepercayaan terhadap roh atau arwah nenek moyang, dan pemuka agama pemena pada saat itu ada 2 orang, yang bergelar :
1.PULU BALANG oleh marga TARIGAN
2.PENAWAR oleh marga SURBAKTI
Alat komunikasi mereka pada saat itu ialah tanduk kerbau, yang apabila ditiup bermakna Belanda sudah dekat dan Masyarakat siap siaga untuk berperang.
Alat-alat perang masyarakat pada saat itu Ipuh, eltep, pohon jelatang yang dibisakan dan Keris. Â
1872 sejarah perang Tanduk BenuaÂ
Pada masa itu di dirikanlah sebuah Benteng Pertahanan yang dibuat oleh Mariam Surbakti raja pada saat itu, Beliau meninggal dunia dibunuh oleh Belanda dan jasadnya tidak diketahui sampai saat ini.
Desa Suka Makmur adalah nama perkampungan yang berada di Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo.
Asal Desa Suka Makmur dimuali dari sejarah Perang Sunggal Tahun 1872 dan berakhir pada Tahun 1895, pada saat itu hanya dikenal dengan sebutan TANDUK BENUA.
Setelah hancurnya Sunggal, kemudian dilanjutkan NABUNG SURBAKTI yang membuat markasnya di Tanduk Benua, perang tersebut terjadi kurang lebih selama 3 Tahun.
Nabung Surbakti atau sering di panggil PULU JUMA RAJA lahir di Desa Bunga Pariama, sebuah kampung yang sekarang berada di Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Tanah Karo.
Nabung Surbakti adalah Panglima Perang Sunggal yang mampu mengerahkan 1.000 orang lebih pasukan Simbisa , para Simbisa dibawah pimpinan NABUNG SURBAKTI bersama pasukan Urung Sunggal Serbanyaman dibawah pimpinan DATUK JALIL SURBAKTI dan DATUK SULUNG SURBAKTI.
Trio Surbakti melakukan perlawanan terhadap Kolonial Belanda adalah BADIUZZAMAN SURBAKTI, MADINI SURBAKTI, dan NABUNG SURBAKTI.Ketika Belanda memperdaya BADIUZZAMAN dan MADINI SURBAKTI, Belanda mengasingkan mereka ke Cianjur Jawa Barat, maka Panglima Perang dilanjutkan oleh NABUNG SURBAKTI.
Perang Tanduk Benua tidak dapat dipisahkan dari sejarah Perang Sunggal, Perang Tanduk Benua ini terjadi ketika Kolonialis Belanda yang bekerjasama dengan Sultan Deli mencaplok Tanah ULayat Masyarakat Karo untuk dijadikan Perkebunan.
NABUNG SURBAKTI selalu mengambil gunung atau bukit sebagai benteng pertahanan sekaligus basis perjuangannya, bagi Belanda NABUNG SURBAKTI harus dihabisi agar rencana Perkebunan Tembakau Belanda bisa berjalan mulus, Perang Sunggal yang dimulai dai Tahun 1872 dan terus menerus berlangsung hingga sampai daratan tinggi KARO.
NABUNG SURBAKTI akhirnya terdesak dari benteng pertahanannya di Tanduk Benua  lalu mundur ke Tiga Binanga sekaligus memudahkan berkoordinasi dengan teman-teman seperjuangan yang lain disekitar Tiga Binanga, Juhar dan Pejuang dari Alas dan Gayo.
Akhirnya Nabung Surbakti tertangkap oleh pasukan Belanda di Bukit Padiam dengan cara melumpuhkannya dengan tembakan di perutnya, diarak dan dipertontonkan kepada warga Desa yang mereka lewati, Yaitu Desa Kidupen, Desa Jaberneh, Desa Pergendangen, dan Desa Gunung.Kemudian diadili di Jambur Tengah di Desa Gunung.Setelah dinyatakan Bersalah oleh pihak penjajah, Nabung Surbakti dieksekusi dengan cara di Tembak Mati di tepian Lau Gunung di dekat Desa Kuala Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo.
Seiring berjalannya waktu dan kemajuan zaman, kepadatan penduduk dan datangnya perantau dari luar Deli Serdang, mulai terbentuklah satu kelurahan yang bernama KELURAHAN SUKA MAKMUR dan berubah menjadi Kepala Kampung yang terdiri dari banyak kampung yang dikepalai masing-masing 1 kepala kampung, Yaitu :
- Kampung Tanduk Benua
- Kampung Rumah Sumbul
- Kampung Rumah Mbacang
- Kampung Lau Beringin
- Kampung Rumah Mbacang Cincin
- Kampung Rumah Mbacang Dagang
- Kampung Kabung-kabung
- Kampung Lau Beringin
- Kampung Lau Kuranda
- Kampung Taburan
- Kampung Pariama
- Kampung Bandar Kuala
- Kampung Gunung Jahe
- Kampung Suka Makmur
Dari sekian banyak kampung dan kepala kampung di Tahun 1990 terjadi perubahan dan penciutan menjadi 1 Desa, yaitu DESA SUKA MAKMUR yang mencakup 11 dusun.
Sampai saat ini Desa Suka Makmur telah memiliki 6 kepala desa, yaitu:
1.Muha Surbakti dari Tahun 1990 sampai Tahun 1995
2.Sekia Surbakti Tahun 1996 sampai Tahun 1998
3.Jeki Ginting dari Tahun 1998 sampai Tahun 2008
4.Marhen Tarigan dari Tahun 2009 sampai Tahun 2021
5.Bahtiar Ginting dari Tahun 2022 sampai sekarang
Desa Suka Makmur Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah Pertanian dan juga merupakan Kawasan Hutan Negara, di dalamnya terdapat :
1.Hutan Produksi Terbatas
2.Hutan Lindung
3.Hutan Konservasi TAHURA
4.Hutan Suaka ALam
Begitu banyak manfaat yang bisa dikembangkan di Desa Suka Makmur, diharapkan kedepannya masyarakat Desa lebih faham mengenai asal usul sejarahnya dan ikut ambil bagian dalam menjaga, melindungi dan melestarikan aset dan juga kebudayaan lokal untuk diwariskan ke generasi berikutnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H