Mohon tunggu...
nessa morena
nessa morena Mohon Tunggu... -

paling suka jalan-jalan, makan-makan, nonton, diskusi dan hunting poto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Dunia ke III

27 Desember 2011   16:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:41 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hembusan lembut dari kipas angin tua tak mampu mengusir hawa panas tubuhku. Segelas orange jus berembun menyusup di antara kertas-kertas yang bertebar dimana-mana. Onggokan buku tebal, setinggi balita 2 tahun, berdesakan diantara tumpukan kitab, makalah, jurnal, kliping koran, laporan hasil riset dan puluhan bundel tulisan. Ruangan 5 kali 6 ini lebih mirip gudang dari pada ruang observasi International Center for Research on Women (ICRW).

ICRW tempat aku menghabiskan hidupku beberapa tahun terakhir. Seperti sebuah suara bagiku untuk menolak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Organisasi di bawah PBB yang concern terhadap kasus perempuan ini, membuatku semakin berani melakukan sesuatu untuk menolong kaumku, terutama mereka yang berada di dunia ke III. HAM bagi kaum hawa di sebagian belahan dunia, ini bagai suara kambing yang tak di hiraukan. Aku sendiri hingga kini masih aktif menulis kisah mereka, melakukan pembelaan terhadap hak-hak mereka lewat media.

Di dinding sebelah kiri, tepat disebelah tempat dudukku. Puluhan foto anak perempuan tersenyum lugu bermata muram, semuram masa depan mereka. Aku duduk dibangku putar coklat tak jauh dari foto mereka, berusaha menetralisir dehidrasi akibat perjalanan 59 km dari kantorku ke desa terpencil, Mizapur. Hawa panas di desa terpencil di utara India yang baru ku kunjungi membuatku. Menatap wajah polos mereka membuat aku miris dengan masa depan mereka.

“Kate, kau sudah lihat NYT minggu ini? tulisanmu dan Invetigasi kita di Yaman telah dimuat. Kau sudah baca tanggapan Najeeb Saeed Ghanem, Ketua Komite Kesehatan dan Kependudukan di Parlemen Yaman?” ucap Nick sambil menenteng Majalah New York Times minggu ini.

“Yeah, aku kirim tulisanku minggu lalu” jawabku sambil bangkit dari bangku coklat.

“lalu kenyataan dilapangan terhadap kasus pernikahan dini?”

“Pemerintahan Yaman telah melakukan berbagai hal, tapi kejadian ini tetap terjadi. Alasan klasik. Ucapku sambil mengambil NYT dari tangan Nick.

“Kemiskinan dan Pendidikan” kataku sambil majalah.

Mereka juga menanggapi tulisanmu di NGO edisi lalu tentang Yaman, tentang Aisya yang menikah dengan Usman 50th? Aku masih ingat bagaimana Aisyah meronta tidak mau dinikahkan dengannya. Terang Nick.

yeah, kau tau nick. masyarakat disana akan malu menyadari bila anak perempuan mereka yang sudah menstruasi belum seorang pemuda pun melamarnya. mereka menganggap itu hal tabu. padahal Najeeb Saeed Ghanem mengatakan, undang-undang Yaman untuk melarang perkawinan anak perempuan yang berusia di bawah umur tertentu (17 tahun menurut undang-undang terbaru). dan sampai sekarang RUU itu belum disetujui. Islam tidak mengizinkan hubungan seksual sebelum anak perempuan siap secara fisik, katanya, tetapi Al Quran tidak mencantumkan batasan usia tertentu. Sehingga hal ini diputuskan dalam ke­luarga dengan bimbingan dari pemimpin agama, bukan oleh negara. Lagi pula, ada kisah tentang Aisyah, istri tercinta Nabi Muhammad—sembilan tahun, menurut hadis, saat mengalami malam pertama perkawinannya, beliau sudah cukup besar, sekitar umur 20an.

Muslim Yamani lainnya menceritakan kepada saya pendapat para ahli sejarah yang mengatakan bahwa Aisyah sebetulnya berusia lebih tua ketika mengalami sanggama pertamanya—mungkin sudah remaja, mungkin berusia 20 tahun atau lebih. Berapa pun usianya sebetulnya tidak penting, mereka menambahkan dengan tegas; lelaki masa kini yang memaksa ingin menikahi anak perempuan jelas menyalahi ke­yakinan Islam. “Dalam Islam, tubuh manusia sangat berharga,” kata Najeeb Saeed Ghanem, Ketua Komite Kesehatan dan Kependudukan di Parlemen Yaman.

selain itu juga kemiskinan membuat mereka berpikir bahwa menikahkan anak perempuan mereka di usia seuda mungkin adalah jalan keluar terbaik menyelamat kehidupan anak-anak mereka. padahal anak mereka akan berhenti sekolah dan seumur hidup akan menghadapi kehidupan yang itu-itu. mereka tidak punya keahlian tertentu. otomatis mereka sering dilecehkan dan dianggap rendah oleh kaum lelaki.

begitu juga dengan nasib Aisyah?? tanya nick.

“Yeah, dan kini aisya yang 10th sudah membaik, walau masih tinggal di rumah sakit akibat infeksi dan pendarahan di vagina nya. Oya beberapa menit yang lalu aku menerima pesan dari staff Parlemen Yaman. Mereka bilang Aisyah telah diterima oleh Ayahnya. Ayahnya mendapat banyak kecaman dan peringatan dari masyarakat dan perintah Yaman sehingga dia terpaksa menerimanya. ”Ucapkanku sambil melihat foto Aisyah dengan pakaian adat daerahnya beberapa  jam sebelum ia dinikahkan dengan Usman.

“Yeah..syukurlah. usaha yang kita lakukan tak sia-sia. Lewat tulisanmu dan kerja keras kita, membuka mata dunia. ”ujar Nick

“Oya kau tadi jadi ke Mizapur*?

Yeah, dan kau tau apa yang aku temukan Nick. Ini Ranjani, Yansya, dan Kahraina.Mereka besok akan melangsungkan pernikahan. Ranjani 5 th, Yansya 8th dan Kahraina 12th. Rata-rata mereka akan dinikahkan dengan anak laki-laki yang usianya 5 tahun diatas mereka. Jelasku sambil menunjukkaan foto Ranjani yang tengah di gendong ayahnya dan Yansya dan Kahraina disamping mereka.

sontak aku terbayang wajah Rajani . nanti malam, aku membayangkan ia yang su­dah terlelap sebelum acara dimulai. Se­orang paman memanggulnya dari tempat tidur dengan penuh kasih, memangkunya, lalu mem­­bawanya dalam cahaya bulan menuju pen­­deta Hindu dan asap api suci dan para ta­mu yang duduk di kursi plastik dan calon suami­­nya, anak lelaki berusia sepuluh tahun yang mengenakan turban berwarna keemasan. Aku bergidik



“Aku seperti melihat Emily, ketika melihat Ranjani tengah di dandani sebelum acara lamaran. Ucapku gemetar, Mataku panas. dalam sekali tegukorange jus ku habiskan, berusaha redakankan emosiku. Emily anak perempuan 5 tahunku satu-satunya, kini tengah bermain bersama neneknya di stand avnue.

Nick menatapku iba.

000

03.00 a.m waktu setempat. Aku masih berkutat dengan laptop, paper, jurnal dan koran-koran lokal serta tulisan-tulisan nickhlolas F. Kingsof di New York Times. Ia yang kini bekerja di majalah NYT sama seperti kami. berkeliling di belahan dunia ketiga melihat kondisi perempuan disana.

“PRANNGGG....pergi kau sana, dasar perempuan tak berguna. Tak tau balas budi!!” sumpah serapahyang dilafal dengan bahasa India membuat semua bergidik.

Aku membuka jendela. Kanaa perempuan sekitar 15 tahun diseret-seret dengan bibir berdarah dan baju kuyup oleh kuah kari, meraung ditanah sambil berusaha mengapai apapun untuk melindungi diri dari pukulan lelaki kekar,Amir35 tahun, suami Kanaa. Namun Amir tak hentimeneriaki istrinya dengan semua nama kebun binatang.

Aku dan beberapa karyawanku di ICRW yang tinggal satu flat, berlarian keluar rumah. Berniat menolong Kanaa. Namun Nick, dengan celana traning panjang birunya, telah berdiri di depan Amir yang tengah memegang pisau dapur. Nick bernegosiasi. Para tetangga seperti tak berdaya untuk mendekat. Namun mereka juga geram dengan perlakuan Amir. Aku berlari membantu Kanaa yang tengah hamil, 7 bulan, sedari tadi memegangi perutnya.

“kau tak apa-apa?” Kataku panik.

Ia berbicara dengan bahasa India yang tak ku mengerti sambil meringis. Bau kari, keringat , bau amis darah membuatku mual. Dibalik bawah sarinya darah tengah mengucur deras.

“Ya Tuhan..Nick! oh...seseorang. Ia pendarahan.” kataku berteriak sambil berusaha membopong Kanaa yang semakin kehilangan tenaga. Tetangga, karyawanku berlari kearahku, namun berhenti akibat teriakanAmir.

“DIAM..dia pantas mendapatkannya. Biar saja dia mati!” ia berteriak menyumpahi istrinya. Aku tak tahan ingin meninju kepalanya. Nick menahanku dan bicara lagi dengan Amir. Disaat yang bersamaan, aku bersama beberapa karyawanku dan tetangga membopong Kanaa ke mobil kami.

Jo, salah satu karyawanku melarikan mobil seperti orang gila. Keadaan yang kacau dan panik melarikan Kanaa yang tengah kritis, aku mengenggam tangan perempuan umur 16 tahun itu yang semakin tak bertenaga.

“bertahan sayang, sebentar lagi kita akan sampai. Kau akan sembuh.” ucapku dengan mata panas.

Dirumah sakit para perawat langsung membawa Kanaa ke ICU. Namun sampai disana salah satu perawat menarikku dan berbicara.

“kami tidak bisa melakukan apa-apa padanya jika tak ada uang jaminan.” Dengan mata mendelik

“berapa? Kataku tak sabar. “$ 300”

“Ok. Kataku gugup

Padahal saat itu dalam saku ku hanya tinggal $ 100 untuk persedian seminggu ini sebelum aku pulang ke Amerika. Aku menemui Jo dan beberapa tetangga yang mengantar Kanaa dan minta sumbangan untuk biaya rumah sakit Kanaa.

“rumah sakit meminta “Uang jaminan” $ 300. kalau tidak ada, mereka tak mau melakukan tindakan pada Kanaa. Aku hanya punya uang $ 100 dolar dan itu pun untuk persediaan minggu ini sebelum aku kembali ke stand avnue. Jo bisakah kita menyumbang bersama untuk kanaa dan kau minta juga pada mereka. Jelasku sambil menunjuk mereka yang mengantar kanaa...

Jo pun menjelaskan kepada para tetangga kami yang baik dalam bahasa India. Namun karna ini sumbangan mendadak uang yang terkumpul hanya $ 205.

$ 205 ku serahkan pada petugas rumah sakit, namun mereka menolak dengan menyatakan bahwa sudah prosedur bahwa uang $ 300 adalah jaminan pasien bila ia kabur setelah sembuh.

Aku mencoba bernegosiasi dengan petugas Rumah sakit. Mencoba menyakinkan Kanaa tidak akan kabur dan aku sebagai penjaminnya. 1 jam kami bernegosiasi sebelum akhirnya rumah sakit yakin dan mau melakukan tindakan terhadap Kanaa...

Saat dokter melakukkan tidakkan “yang seadanya”, mulut Kanaa mengeluarkan buih. Keluarga kanaa yang baru datang terkejut melihat kondisi kanaa yang masih setengah badannya sudah membiru. Mereka melolong meratapi kondisi Kanaa yang sudah tidak sadar.

“Mrs. Kathrine, Bayi Kanaa sudah meninggal dalam rahimnya mungkin sekitar 1 minggu yang lalu. Dan sekarang tubuh Kanaa keracunan. Keadaannya semakin mengkhawatirkan. Tapi kami akan berusaha melakukan yang terbaik. Kata dokter prihatin.

Nick datang bersama karyawan ICRW yang lain dan aku menjelaskan apa yang terjadi pada Kanaa. Malam itu kami hanya berharap keajaiban datang untuk Kanaa. 3 jam berselang dokter menyatakan Kanaa tak bisa di tolong.

Keluarga Kanaa melolong sedih. Para tetangga dan karyawan ICRW yang ada disana tak kuasa menyembunyikan muka mendung mereka.

000

Seminggu kemudian

Tulisan ku tentang Kanaa memenuhi halaman NGO dan NYT, mendapat respon positif dari dunia. Hujatan terhadap Amir mendapat, respon positif dari pemerintah India. Proses pengadilan berlangsung cepat dan Amir di hukum 8 tahun penjara.

“what?? 8 tahun? dengan sengaja menyiksa hanya dibunuh 8 tahun? kataku pada Nick.

Nick hanya diam.

Telpon genggamku berdering. Aku hanya membiarkan. Jantungku berdebar.

“kau taka pa-apa kate? Ada apa? Tanya Nick menatapku dan telpon genggamku.

Hmm..yeah. aku tak apa-apa!. Kataku gugup

“telpon misterius,? Teror? Tebak nick. Aku diam menatapnya hampir menangis.

“sejak kapan,? Selidik Nick.

“Sejak tulisan Ku keluar dan kasus Amir di angkat ke pengadilan.” Ucapku masih gugup

“kucing mati yang di gantung di depan flatmu sepertinya juga ulah mereka,” ucap Nick sambil melihat ke luar Jendela. Aku diam.

“Sebaiknya kau percepat jadwal pulangmu. Kalau bisa besok! Dan malam ini kau tidur dii rumah Shally di kota. Kata Nick sambil mengambil koperku.

Kami pun memasukkan baju dan peralatanku sembarangan dan tergesa-gesa. Dan sore itu juga aku di antar Nick mengendap-endap.

000

Aku berjalan menggandeng Emily menuju sekolahnya. Aku berhenti karna melihat headline Koran dengan foto Nick. Aku tak sabar membuka halaman yang memuat berita tentang Nick.

Seperti tersengat listrik aku meraung menatap Koran, membuat Emily juga menangis. Aku sadar aku tak akan bisa bertemu lagi dengannya

“Nicholas Ferdinant, aktivis ICRW yang tengah menjadi sorotan media karna tulisan dan investigasinya terhadap kekerasan terhadap Perempuan dan anak ditemukan tewas di flat milik Katherine Carson.

Josua , karyawan ICRW yang terluka cukup parah. Menemukan nick yang tidak sadarkan diri di kamar Katherine

Ia mengaku menemukan Nicholas telah bersimbah darah, dikamar Kathrine bersama 15 orang yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Nicholas.

.

“jam 2 pagi saya mendengar suara gaduh dari arah flat Kate. saya ingat, sore sebelumnya Kate diantar Nick ke rumah Shally di kota karna esok harinya akan berangkat pagi ke Stand Avnue. Mereka pergi dengan mobil ICRW, pamit padaku dengan tergesa-gesa dan Kate menyerahkan beberapa pekerjaannya padaku.

Malamnya. Saya bertemu Nick di depan pintu Flat kate. kami sempat berbicara. Katanya Kate meninggalkan foto Emily anaknya di laci kerjanya dan Nick akan mengambil foto itu untuk di kirimkan ke Kate. Selang beberapa menit kami bicara, saya masuk flat saya dan mendengan suara gaduh dari flat kate.

Awalnya saya biarkan. Saya kira Nick tengah mencari foto Emily. Tapi setangah jam lamanya suara gaduh itu makin gaduh.

Saya berniat membantu Nick mencari foto. Ketika saya masuk flat Kate, saya melihat Nick sudah tidak berdaya dan kelima belas orang itu melihat kearah saya. Mereka membawa beberapa benda tumpul. Mereka menarik saya ke dalam flat dan berusaha memukul saya. Saya berusaha lari dan tapi mereka sempat membuat kepala saya mendapat 15 jahitan.

Saya berteriak membangunkan tetangga sebelum akhirnya saya pingsan. Kelima belas orang itu kabur setelah melihat banyak orang keluar dari flatnya.

Saya dan beberapa rekan kerja lainnya melarikan Nick ke RS, tapi sayang, nyawa nick tak dapat di tolong.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun