SELAIN Salib Kasih, ada sebuah situs sejarah perjalanan masuknya ajaran agama Kristen ke Tanah Batak, yakni makam Henry Lyman dan Samuel Munson. Terletak di Desa Lobu Pining, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Makam itu persisnya berada sekitar 18 Km dari Kota Tarutung, ibukota kabupaten. Waktu tempuhnya sekitar 30 menit dengan berkendara. Simpangnya di kiri Jalan Lintas Sumatera Tarutung-Sibolga. Ada gapura sebagai pertandanya.
Kawasan makam tampak lengang. Suasananya tenang. Situs itu kini dijadikan sebagai salah satu objek wisata religi.
Beranjak dari areal parkir, ada beberapa anak tangga semen. Terus ke sebuah jembatan kayu selebar sekitar 2 meter menuntun langkah memasuki area makam. Di bawah jembatan mengalir sungai kecil dengan bebatuan alam di dasarnya. Airnya jernih. Pepohonan dan bunga-bunga enak di pandang mata.
Sekilas, makam kedua pendeta itu tak kelihatan seperti layaknya makam orang Tapanuli pada umumnya. Melangkah lebih dekat, tampak sebuah nisan berbentuk salib pada sisi kanan kompleks makam yang cukup terawat itu.
Pada nisan itu terdapat relief bertuliskan:
"Zar Erinnerung an die Amerikanilchen Martyrer des Evangeliums im Batakland. Henry Lyman und Samuel Munlon. 1834. Mudar ni halak Martyr i do boni huria ni Tuhan Jesus".
Itu perpaduan bahasa Jerman dan bahasa Batak Toba.
Di area monumen berlantai keramik itu terdapat tribun mini untuk tempat beribadah. Ada juga dua bilik kecil untul berdoa. Kemudian dinding monumen berelief penggambaran kisah perjalanan kedua missionaris itu. Tertulis diatasnya:
"Memorial Martir Henry Lyman dan Samuel Munson, 1834".
Relief itu mengisahkan dimana Munson dan Lyman awalnya berlayar dari Boston, Amerika Serikat ke Batavia, Pulau Jawa. Misinya adalah kerohanian, pelayanan sosial dan kesehatan. Membantu masyarakat sambil menyebarkan ajaran agama.
Setelah mahir berbahasa Melayu, keduanya meminta izin pemerintah Belanda untuk pergi ke Tanah Batak. Permohonan mereka kemudian direstui.
Tanah Batak adalah impian Munson sejak ia sekolah pendeta di negerinya. Ia tertarik setelah mendengar informasi akan keindahan daerah tersebut. Juga tentang masyarakatnya yang masih menganut kepercayaan animisme yang disebut "Sipele Begu".
Hingga kemudian pada 17 Juni 1834 keduanya tiba di Tanah Batak. Melabuh di Kota Sibolga. Mereka melanjutkan perjalanan menuju Rura Silindung (sekarang Kota Tarutung).
Dalam perjalanan berhari-hari itu, rombongan Munson dan Lyman menembus hutan belantara, lembah, dan pegunungan. Meski ada informasi bahwa di Rura Silindung sedang berkemelut perang, namun mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Sebelum tiba di Rura Silindung, mereka berhenti di pinggiran sebuah kampung (sekarang Kecamatan Adiankoting). Sebelum memasukinya, Munson mengutus seorang penerjemahnya ke kampung itu. Namun si penerjemah itu tak pernah kembali. Meski begitu mereka tidak curiga bahwa ada yang tidak beres.
Tiba-tiba, sekumpulan orang muncul dari balik pepohonan. Mereka adalah warga kampung tadi. Mereka berusaha mengusir paksa rombongan Munson dan Lyman.
Meski sudah berusaha menjelaskan tujuan kedatangan mereka dengan bahasa isyarat, namun orang-orang kampung itu tetap tidak paham. Situasi malah semakin buruk. Hingga terjadi pertikaian antara rombongan Munson dan Lyman dengan warga kampung itu.
Lyman rubuh ditembak bedil. Sedangkan Munson dipukuli tanpa perlawanan. Keduanya wafat dalam peristiwa itu. Informasi tersebut akhirnya diketahui oleh pemerintah Belanda.
Disimpulkan bahwa saat itu terjadi kesalahpaham antara penguasa kampung dengan rombongan Munson dan Lyman. Mereka dianggap musuh "si bontar mata" (orang asing) yang dicurigai sebagai antek penjajah.
Kematian martir mereka lantas dijadikan sebagai momentum bersejarah di Tanah Batak. Keduanya dikenang sebagai pendeta yang berjasa dalam misi kekristenan di Tapanuli. Sebagai bentuk penghormatan, maka dibangunlah makam dan monumennya.
Munson sendiri lahir tahun 1804 di New Sharser Maine. Sedangkan Lyman lahir pada tahun 1809 di Northhampton, Amerika Serikat.
Beberapa dekade pasca peristiwa itu, masyarakat Batak mulai mengenal ajaran Kristen. Gereja dan Sikkola Zending (sekolah keagamaan) pun bermunculan di Rura Silindung. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H