Dia memang dikenal sosok yang suka menolong rakyat yang tertindas dan kesusahan. Wajarlah kalau dia menuai budi yang ditaburnya.
Selain peka terhadap isu-isu kemiskinan, bencana, pembangunan, sosial, pendidikan, kesehatan di lapangan, kantor dan rumahnya pun sering didatangi warga pencari bantuan.
Mulai dari warga yang tidak kebagian beras miskin, gas elpiji bersubsidi langka, orang miskin sakit parah butuh bantuan segera, atau yang di-PHK sepihak. Tak puas dengan program bantuan dan pelayanan pemerintah, masalah nelayan, buruh, maupun administrasi kependudukan. Dan berbagai persoalan pelik lainnya yang dialami warga.
Tetap ada konsekwensinya. Kadang muncul pro kontra. Ada kalanya pula berbenturan dengan pihak-pihak lain yang kemudian merasa terusik. Jamil dianggap usil, mendahului, suka mencampuri urusan orang, maupun dinilai pencitraan.
Tetapi faktanya banyak alasan yang membuat warga ingin mengundang Jamil ke rumahnya. Selain bentuk ungkapan terimakasih, mereka lebih leluasa menyampaikan keluh kesahnya. Banyak pula yang karena rasa simpati dan empati.
Dari pintu ke pintu Jamil terus melangkah. Baginya, melihat kehadirannya menjadi sukacita di tengah keluarga pengundang, itu sudah cukup.
Kalau hitungan-hitungan politis sasarannya memang kecil. Yang menjamu hanya satu keluarga saja. Tetapi sangat efektif dan kondusif. Bukan bermain politik uang yang menjadi jurus andalan banyak politikus di negeri ini.
Dengan nasi aspiratif. Langsung dari dapur kaum marginal. Dimasak pakai nyala api bahagia. Berbumbu ketulusan hati dari seorang ibu di rumah sendiri. Dalam syukur untuk disajikan kepada tamu istimewa.