SEDIKIT bingung untuk memulai tulisan ini. Sebab sudah banyak sekali literasi tentang kisah sejarah dan kereligiusan Barus. Baik berbentuk berita, tulisan, hingga buku. Dunia telah mengakui kesohoran negeri bertuah ini. Lalu apalagi yang mau kusampaikan?
Pada Jumat (27/7/2018) siang aku dan dua rekan jurnalis dari Kota Sibolga wara-wiri di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Kami mengunjungi Makam Papan Tinggi, Makam Mahligai dan yang teranyar Tugu Kilometer 0 Peradaban Islam Nusantara.
Perihal keberadaan makam, Mahligai dan Papan Tinggi memang yang paling populer dari antara beberapa makam kuno serupa yang ada di kota tua itu.
Itulah yang mendasari Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkenan datang langsung berziarah sekaligus meresmikan tugu penanda awal masuknya Islam ke Indonesia tersebut pada 24 Maret 2017 lalu. Sontak nama Barus tambah melambung karena momentum istimewa itu.
Bermodal historis dan keberadaan situs cagar budayanya, nilai jual pariwisata religi yang dimiliki Barus sebenarnya sudah komplit. Ditambah lagi Indonesia yang merupakan negara penganut agama Islam terbesar di dunia, maka peluang pasarnya pun tinggi.
Kemudian wisata pantai, kuliner dan souvernir khas lokal dapat menjadi penyempurna. Sebab ini juga tak kalah menariknya dari yang ada di daerah lain.
Hal itu membuat pikiranku melayang sejenak. Muncul pertanyaan, mengapa potensi pariwisata sebesar ini belum dioptimalkan?
Aku hanya membayangkan bagaimana suasananya kalau siang itu juga ada rombongan wisatawan yang berkunjung ke Makam Mahligai. Bedanya dengan kami, mereka ikut paket tour wisata dari sebuah agensi traveling.
Bayangan serupa juga terbesit saat kami berada di kompleks tugu nol kilometer dan Makam Papan Tinggi.
Ketiga tempat itu dapat dipadukan dalam paket "one day tour". Dan seiring dengan waktu, "mind set" masyarakat setempat dapat dibentuk menjadi sadar wisata.
Padahal, akses ke Barus sekarang sudah cepat dan mudah. Karena setiap hari sudah ada penerbangan langsung dari Jakarta dan Medan. Dari Jakarta ke Bandara Dr FL Tobing tak sampai 2 jam. Dari Medan bahkan hanya 45 menit.
Kondisi jalan protokol keluar dari Bandara Pinangsori pun sudah mulus. Ke Kota Sibolga hanya 1 jam berkendara. Sementara Sibolga-Barus yang berjarak 60 Km, dapat ditempuh sekitar 1,5 jam berkendara.
Pintu masuk via laut juga terbuka. Apalagi sekarang Barus sudah punya pelabuhan sendiri. Seperti belasan tahun lalu, saat Pelabuhan Sambas Sibolga masih kerap disinggahi kapal-kapal pesiar internasional. Meski kapal mewah itu hanya sandar beberapa jam untuk "reloading" perbekalan, tetapi banyak penumpangnya yang menyempatkan diri plesiran sebentar ke kota.
Ups! Sayang sesaat kemudian anganku buyar karena perut yang mulai keroncongan. Sambil menikmati lezatnya ikan bakar di tepi Pantai Barus, aku berharap bayangan itu kelak dapat terwujud. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H