Mohon tunggu...
Icompass
Icompass Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Bagi-bagi Kondom

5 Desember 2013   16:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:17 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mentri Kesehatan Nafsiah Mboi bagi bagi kondom lagi di acara Pekan Kondom Nasional 2013 ini. Dan seperti tahun sebelumnya cercaan datang lagi. Dan seperti biasanya lagi lagi kondom dikaitkan dengan memfasilitasi seks bebas. Bukan hanya anggota DPR yang berkomentar miring, banyak kompasioner juga menulis dengan nada sama. Pembagian kondom gratis hanya akan meningkatkan kegiatan seks bebas, terutama bagi kelompok yang masih takut takut untuk terjun ke arena seks bebas.

Pandangan ini sebetulnya salah karena beberapa alasan:

1. Kondom dijual bebas di pasaran dengan harga terjangkau. Pelaku seks bebas beresiko melakukan kegiatan mereka tidak tergantung dengan ada tidaknya kondom, melainkan ada tidaknya pasangan.

2. Pelaku seks bebas tahu bahwa apa yang mereka lakukan bertentangan dengan agama sama seperti pencuri, koruptor dan perampok. Kenapa mereka masih melakukan? Karena seks itu enak. Bila ada kesempatan (ada pasangan) ditambah tidak adanya kontrol diri dan masyarakat (keluarga) maka itu akan terjadi cepat atau lambat. Faktor terbesar yang berpengaruh adalah kontrol diri karena ini tidak tergantung pada kondisi dari luar termasuk adanya kondom gratis atau tidak.

3. Kesadaran tentang penyakit kelamin dan HIV di masyarakat Indonesia masih rendah. Ketika orang berhubungan seks (di luar nikah), hal terutama yang menjadi masalah adalah potensi kehamilan bukan penyakit kelamin atau AIDS. Memakai kondom mengurangi resiko kehamilan, tetapi juga mengurangi kenikmatan yang didapat dari seks yang menjadi dorongan utama orang melakukan kegiatan seks. Karena hal ini kondom justru sering menjadi pilihan terakhir.

4. Berkaitan dengan alasan ketiga di atas, pemakai jasa prostitusi di kalangan masyarakat dengan tingkat kesadaran rendah lebih suka tidak memakai jasa pelacur yang mengharuskan pemakaian kondom. Jadi kondom sebenarnya adalah alat yang dihindari pelaku seks, bukan yang justru dicari.

Sasaran Kondomisasi

Pembagian kondom gratis disasarkan kepada para pelaku seks beresiko, yaitu para pengunjung pelacuran dan pelaku seks sejenis yang punya kecenderungan untuk tidak memakai kondom. Daerah yang dituju adalah daerah pelabuhan, pangkalan supir truk, lokalisasi dan daerah yang sering dikunjungi LGBT. Faktor kebiasaan masa lalu yang biasa tidak memakai kondom serta kurangnya kesadaran akan resiko perbuatan.

Pekerjaan semacam supir truk dan awak kapal mempunyai cakupan wilayah geografi yang luas. Hal ini bisa berpotensi mempercepat penyebaran HIV secara geografis. Profesi seperti pelacur dan orang yang sering berganti ganti pasangan seksual punya potensi besar dalam menyebarkan HIV secara kuantitatif.

Target pembagian kondom kepada mereka untuk mensosialisasikan pemakain kondom sudah tepat. Sosialisasi kondom kepada mahasiswa sebenarnya juga perlu dilakukan karena secara usia dan sosial, mereka adalah golongan yang cukup beresiko. Mereka pada usia dimana gejolak seksual sedang naik ke titik puncak sedangkan kondisi sosial berubah. Support (pengawasan) yang biasa didapat dari orang tua banyak berkurang diganti dengan support dari teman teman. Bagi mahasiswa perantau, hal ini akan semakin terasa. Di sini, manusia akan mengikuti kecenderungannya. Ketika kontrol dari keluarga diambil, hal yang tertinggal adalah kontrol diri. Kalau orang tua, masyarakat, dan organisasi agama tidak dapat menanamkan kontrol diri ke mahasiswa pelaku seks beresiko, maka jaring terakhir yang bisa dipakai adalah mengurangi resiko tersebut dengan sosialisasi pemakaian kondom yang benar.

Bila mahasiswa (dan juga pelajar) tidak ditarget sekarang, maka kegagalan agama untuk menanamkan nilai agamis ke mereka ditambah dengan tidak adanya pendidikan untuk bertanggung jawab dalam kehidupan seksual mereka (dengan memakai kondom) maka ini akan menjadi bom waktu terhadap penyebaran tidak hanya HIV melainkan penyakit kelamin yang lain.

Manfaat Kondom

Selain sebagai alat kontrasepsi, kondom juga dipakai sebagai alat pencegah penularan penyakit kelamin dan virus HIV penyebab AIDS.

Virus HIV ditularkan melalui medium darah dan cairan kelamin (selain urine) yang terkena kontak dengan luka sehingga bisa masuk ke aliran darah. Pada saat hubungan seks tanpa proteksi kondom, bila ada bagian kulit yg terluka karena adanya gesekan, ataupun karena luka yang sudah ada sebelumnya, virus yang terkandung dalam darah atau cairan kelamin bisa tertular dari pembawa virus ke orang dengan HIV negatif.

Pemakain kondom tidak bisa mencegah 100% penularan HIV karena banyaknya faktor faktor yang menentukan seperti kualitas kondom dan juga seberapa banyak anggota tubuh yang terlibat dalam kegiatan seks. Tetapi hanya dengan melihat faktor kondom, memakai kondom sudah tentu mengurangi resiko penularan HIV dengan tingkat pengurangan bisa sampai 10 x.

Virus HIV yang kecil masih bisa melewati pori kondom dengan tingkat penetrasi yang berbeda antara kondom latex dengan polyutherene. Kondom latex lebih mampu menahan penetrasi virus dengan tingkat penetrasi yang sangat rendah.

Test yang dilakukan pada pasangan dengan HIV positif dan negatif yang memakai kondom latex membuktikan bahwa pasangan yang HIV negatif tidak tertular AIDS selama kondom yang dipakai tidak cacat dan dipakai dengan benar.

Jadi kalau ditanya apakah karena kondom tidak bisa mencegah AIDS 100% maka kampanye pemakaian kondom adalah hal yang sia sia? Tentu jawabanya tidak sia sia. Kondom terbukti dapat mencegah sebagian besar penyakit kelamin dan HIV. Misalnya bila 1 dari 10 pemakai terjangkit atau bahkan 1 dari 5, maka pemakaian kondom tetap menjadi salah satu alat yang ampuh dalam mengurangi merebaknya penyakit AIDS. Sebagai perbandingan, penyebaran HIV di negara dimana kondom banyak dipakai lebih rendah dibanding dengan negara dimana pemakaian kondom tidak tersosialisasi.

Disebut salah satu cara karena cara lain seperti abstinence (tidak melakukan kegiatan seksual), dan tidak berganti ganti pasangan (terutam yang beresiko) adalah dua cara yang lebih ampuh. Tetapi bila dua cara di atas gagal untuk dijalankan, maka safety net terakhir adalah menggalakkan pemakian kondom terutama bagi kalangan beresiko.

Dalam kasus pembagian kondom dalam acara PKN, sebagai menteri kesehatan, apa yang sudah dilakukan Nafsiah Mboi sudah tepat bila dilihat dari wewenang tugasnya. Jangan melihat bahwa apa yang dilakukan adalah memfasilitasi tindakan seks bebas. Metode abstinence dan punya pasangan tetap adalah metode yang lebih layak atau menjadi tugas dan wewenang para agamawan atau dalam hal ini mentri agama. Selain protes yang tidak menghasilkan apapun, bukankan lebih baik membikin program yang mengkampanyekan hidup abstinence bagi yang single dan tidak ganti ganti pasangan bagi yang menikah. Saya tidak melihat adanya kendala bagi agamawan dan menteri agama untuk melakukan hal ini. Justru bila mereka berhasil dan semua masyarakat Indonesia bertanggung jawab dalam kehidupan moral dan seksual mereka, justru tidak perlu adanya bagi bagi kondom gratis untuk mensosialisasikan pemakaian kondom karena tidak akan ada resiko penularan. Tapi ini tentu saja hal idealis yang jauh dari kenyataan. Pasti ada sebagian masyarakat yang lolos  dari jaring keagamaan, dan di Indonesia kasus ini cukup banyak.

Bila penekanan nilai agama adalah hal yang jangka panjang, maka sosialisasi kondom adalah hal yang jangka pendek dalam arti lebih gampang mendidik orang untuk mengetahui resiko dan bertindak mengurangi resiko daripada mengubah perilaku seks bebas. Dua duanya harus dilakukan. Bila jangka pendeknya tidak dilakukan, atau malah ditentang dengan alasan hanya jangka panjangnya yang harus dilakukan, maka resikonya adalah menyebarnya HIV dan penyakit kelamin. Jika ini yang terjadi maka suatu saat ketika masyarakat sudah sadar dan jadi alim, akan ada banyak yang harus membayar harga kelalaian ini terutama istri/suami/anak yang terjangkit penyakit bukan karena kesalahannya.

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun