Indonesia menegakkan hak-hak kedaulatan maritimnya berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on The Law of The Sea. Kebijakan kelautan negara Indonesia lebih lanjut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Meskipun demikian, pembangunan bidang kelautan dan perikanan hingga saat ini masih jauh dari harapan. Hal ini menjadi ironis mengingat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta lautan kepulauan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Konflik adalah bagian dari kehidupan manusia yang tak terhindarkan karena sifat sosial kita yang selalu berinteraksi. Ini terjadi ketika satu pihak berusaha mengalahkan yang lain dengan cara merugikan mereka. Konflik bisa muncul antara individu, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok lain. Ini sering kali disebabkan oleh perbedaan pandangan atau kepentingan yang menyebabkan ketegangan dalam interaksi. Secara internasional,Konflik sumberdaya di Laut China Selatan muncul dari persaingan antara beberapa negara yang bersaing untuk mempertahankan klaim atas kedaulatan wilayah atau hak ekonomi di perairan tersebut. Akar konflik ini bersifat multifaset dan bermuara dari sejarah yang kompleks, namun, penyebab utamanya berkaitan dengan kekayaan sumber daya alam, khususnya cadangan minyak dan gas bumi yang melimpah, serta pentingnya jalur perdagangan laut yang strategis di kawasan tersebut. Konflik sumberdaya di Laut China Selatan melibatkan sejumlah negara yang mengklaim kedaulatan atau hak ekonomi atas wilayah-wilayah di laut tersebut. Ini mencakup Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.
Dampak Konflik sumberdaya di Laut China Selatan terhadap upaya menjaga kedaulatan sumber daya maritim, baik bagi negara-negara yang terlibat langsung maupun bagi negara-negara tetangga di wilayah tersebut. Ketegangan yang meningkat dan potensi konflik bersenjata menciptakan ancaman keamanan yang mengganggu upaya negara-negara untuk menjaga kedaulatan mereka atas sumber daya maritim. Pembatasan akses dan pemanfaatan sumber daya alam yang kaya di wilayah tersebut juga dapat timbul, mengganggu kegiatan ekonomi dan perdagangan maritim serta menciptakan ketidakpastian bagi investasi ekonomi. Konflik ini juga memperkuat kelompok-kelompok dan pembentukan aliansi strategis di kawasan, yang dapat mengubah dinamika kekuatan regional. Selain itu, dampak negatif terhadap lingkungan juga dapat terjadi, dengan potensi kerusakan ekosistem laut dan konservasi lingkungan yang terancam akibat kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di Asia Tenggara, memainkan peran yang signifikan dalam menjaga stabilitas dan keamanan maritim, terutama dalam menghadapi konflik di Laut China Selatan. Dengan menganut prinsip kebijakan luar negeri non-blok dan mengimplementasikan diplomasi aktif, Indonesia menjadi mediator utama dalam upaya menyelesaikan konflik di kawasan tersebut. Melalui kerja sama regional, terutama melalui ASEAN, Indonesia mendorong dialog antara pihak-pihak yang bersengketa dan berupaya memfasilitasi negosiasi untuk mencapai solusi yang damai dan berkelanjutan. Negara ini juga mengambil langkah-langkah konkrit dalam penguatan kapasitas pertahanan dan keamanan maritim untuk menjaga kedaulatan sumber daya maritimnya. Dengan mempertahankan prinsip-prinsip diplomasi damai, kerja sama regional, dan penegakan hukum internasional, Indonesia berperan penting dalam meredakan ketegangan dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai solusi yang berkelanjutan dalam konflik di Laut China Selatan.
Hukum Laut Internasional memiliki peran yang krusial dalam menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Melalui landasan hukum yang objektif yang tercantum dalam UNCLOS, negara-negara yang terlibat dapat merujuk pada prinsip-prinsip hukum laut internasional untuk menyelesaikan perselisihan. Prinsip-prinsip ini mendorong penyelesaian damai, menghindari eskalasi konflik, dan mendorong kerja sama antar negara dalam pengelolaan sumber daya alam secara bersama-sama. Dengan memberikan kerangka kerja yang adil dan obyektif, hukum laut internasional membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perdamaian, stabilitas, dan keamanan maritim di kawasan Laut China Selatan.
Dengan demikian konflik di Laut China Selatan memiliki dampak global yang luas, mencakup stabilitas regional, perdamaian global, perdagangan internasional, dan keamanan maritim secara keseluruhan. Untuk mempertahankan kedaulatan sumber daya maritimnya, penting bagi negara-negara terlibat dan komunitas internasional secara keseluruhan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan konflik melalui jalur diplomatik dan negosiasi, serta memperkuat kerja sama regional dalam mengelola sumber daya alam dan mempromosikan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Bagi Indonesia mempertahankan kedaulatan sumber daya Indonesia di Laut China Selatan menjadi prioritas penting bagi kepentingan nasional, keamanan, dan keberlanjutan ekonomi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H