Mohon tunggu...
Asmiathy Latief
Asmiathy Latief Mohon Tunggu... -

tertarik untuk menulis... butuh saran, masukan dan dukungan dari semua pihak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bu Siti Pendekar Keluarga

12 Agustus 2012   22:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:52 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Hiks..hiks..hiks…huuuhuhu…” suara tangis itu lagi. Ini untuk ke tiga kalinya Bu Amy mendengar suara tangis perempuan, di tempat yang sama, dalam kondisi dan waktu yang sama pula. Sudah seminggu Bu Amy menempati satu-satunya rumah yang masih bertahan tegak diperumahan guru SDN Gedung Jaya. Anak-anak menyebut rumah itu sebagai “Istana Reyot”. Kondisi bangunan rusak berat, namun telah dilakukan perbaikan oleh wali murid dan beberapa orang siswa. disebut istana karena menurut mereka Bu Amy adalah seorang Putri.

Setiap subuh, Bu Amy menimba air disumur yang terletak di pojok halaman sekolah. Setiap kali menimba, Bu Amy kerap mendengar suara tangisan seorang perempuan. Pagi ini, Bu Amy memutuskan untuk mencari sumber suara itu, dan ternyata suara tangis itu berasal dari balik pohon mangga yang sangat rindang milik Bu Siti, persis disamping sumur, hanya dibatasi oleh pagar bambu. Bu Amy mengarahkan cahaya senter ke arah pohon mangga tersebut, dan dari balik pohon munculah seorang perempuan tua yang berlinangan air mata. Bu Amy menghentikan aktivitasnya dan menghampiri perempuan itu, dan ternyata dia adalah Bu Siti.

“Ibu kenapa menangis….?” Tanya Bu Amy

“Hiikkss..huuhuu..huu..hhuuu..”tangisnya makin menjadi-jadi, Bu Amy lalu memeluknya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ketika pintu di buka, masyaAllah, langkah Bu Amy sempat terhenti. Seorang laki-laki terbujur tak berdaya diruang tamu, hanya beralaskan kasur dan kain seadanya, sementara itu seorang gadis membersihkan badannya menggunakan handuk kecil yang dibasahi air hangat. Sesekali terdengar suara batuk dari mulut laki-laki itu. ini adalah kali pertama Bu Amy bersilaturahmi ke rumah Bu Siti.

Bu siti (jilbab putih), Bu Amy (jilbab jingga), Jamilah (jilbab biru)

dan pak Adnan (tidur)

Nama lengkapnya Siti Rosa’ah, umurnya 55 tahun, merupakan istri ke dua dari bapak Adnan, lelaki yang terbujur diruang tamu. Istri pertamanya telah meninggal dan memberinya 5 orang anak. Kemudian dia menikah dengan Bu Siti dan dikaruniai 2 orang anak. Sudah 3 tahun suaminya sakit, namun baru tiga bulan terakhir ini suaminya bahkan tidak dapat bangun, duduk apa lagi berjalan. Berbagai cara telah dilakukan sebagai upaya penyembuhan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, suami Bu Siti menderita gangguan paru-paru, jantung dan ginjal, semuanya sudah komplikasi.

Bu Siti mengurusi suaminya hanya dibantu oleh Jamilah, putri semata wayangnya yang baru kelas II SMA. Sedangkan ke lima anak lainnya telah merantau jauh ke luar kota, untuk bekerja, menikah dan 1 anak sedang kuliah. Tidak banyak yang bisa dilakukan Bu Siti di rumah, terlebih ketika Jamilah sedang ke sekolah. Hanya menunggui suaminya dan mengurus pekerjaan rumah. Setelah Jamilah pulang, barulah dia ke kebun, memetik kopi, mengambil kayu bakar, mencari sayur bahkan mencari ikan di sungai besar. Tidak peduli terik membakar ubun-ubun, semua itu dia lakukan untuk bertahan hidup dengan anak dan suaminya. Tidak ada sanak keluarga yang bisa dimintai tolong, suami Bu Siti berasal dari kuningan, Jawa Barat. Ia merantau ke Lampung, sedangkan Bu Siti sendiri adalah orang Baturaja, Sumatera Selata dan ikut suami tinggal di desa Gedung Jaya. Sekali setahun anak-anaknya pulang menjenguknya.

Ketika melihat Bu Amy menimba air, dan melakukan aktifitas rumah tangga lainnya, Bu Siti kerap menangis karena membayangkan seorang anak gadis yang hidup jauh dari orang tua dan harus bertahan hidup sendiri, melakukan semua pekerjaan sendiri.

“Ibu, kalo liat si Neng nimba, ga tahan,,,sedih hati ibu, kebayang anak-anak Ibu. Apa lagi si Neng sendiri, jauh dari orang tua, anak gadis pula” ungkapnya ketika Bu Amy berhasil menenangkan hatinya.

“Ibu tau bagaimana rasanya melakukan semuanya sendiri Neng, motong kayu bakar, nderes karet, mangkas kopi, cari ikan, demi anak-anak Ibu, agar si Ruslan ga berhenti kuliahnya, dan semoga Jamilah juga bisa menyelesaikan SMAnya” lanjutnya disela sisa tangisnya.

Kata-kata Bu Siti menginspirasi Bu Amy untuk tidak mengeluh, meski kadang putus asa dan kecewa kerap hadir menghampirinya.

“Bu…di dunia ini kita tidak sendiri, ada Allah bersama kita, yang selalu melihat, mendengar doa-doa kita, yang memberi ibu rezeky, yang memberi ibu kekuatan untuk terus bekerja dan semoga Allah memberi kesehatan kepada bapak dan juga kepada kita semua” kata Bu Amy sebelum meninggalkan rumah Bu Siti.

Matahari telah muncul diufuk timur, ia siap memberi kehangatan pada setiap hati yang sempat disinggahi duka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun