Mohon tunggu...
Blue Carel
Blue Carel Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Lepas

Menyukai alam, kesadaran diri, dan hal yang berbau astronomi. Penulis bebas, dengan pikiran yang bebas pula

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Taman Air Nir Petaka

30 September 2024   17:57 Diperbarui: 2 Oktober 2024   20:23 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu berlalu, memasuki tanggal 30 Desember, bersama temannya yang tidak lupa dan tentunya mengunjungi taman baca yang masih menjadi ikon di desa itu, setelah sekian bulan. Kali ini, ia tidak melihat banyak perubahan, hanya ruangan di sini tercium semakin harum.

"Wangi banget ga sih?" ujarnya pada kawannya.

"Biasa kali, Jay. Kaya di mall. Nih air mancur gede amat," tanggap teman sebayanya santai, sembari terpaku pada air mancur yang masih berdiri dengan indahnya. Air mancurnya cukup terawat dengan tanpa lumut yang merambat pada dinding-dindingnya.

Tidak semua terawat, sayangnya.

"Dulu ga sewangi ini..." gumamnya sambil melihat sekeliling. Ia mulai melihat detail dari lobby ini.

"Karena dah bayar kali, makanya makin wangi," ucap kembali kawannya saat mengerti temannya pernah ke sini saat masih baru-barunya.

Sementara si Jay tidak menggubrisnya, matanya masih menelisik sudut-sudut ruang. Tampak 1 rak buku untuk diperlihatkan pajangan atau unggulannya, tampak beberapa warna mulai mengelupas. Lalu, ia mulai melihat tembok yang masih segar warna putihnya. Namun, beberapa warnanya mulai timbul tidak merata. Layaknya dihinggapi jamur-jamur nakal.

Jay mengajak kawannya ke kamar arsip, mengharap tidak terjadi suatu hal di sini. Sayangnya, temannya menolak untuk masuk karena tidak sewangi lobby dan kamar-kamar lain. Bahkan bau lembab lebih mencolok di sini.

Jay bersikukuh ingin melihat-lihat sebentar. Ia menelisik keadaan barang-barang antik di sini. Barangnya terlihat terawat, sayang rak-raknya cenderung dibiarkan. Terlihat warna-warnanya mulai timbul atau terkelupas. Begitu juga dengan adanya buku yang dipajang terbuka, dengan beberapa tintanya mulai memudar.

"Wanita itu benar..." gumamnya sembari kembali ke temannya yang tidak sabar menikmati kamar berbalkon di lantai dua.

Pada hari itu, ia cukup menikmati liburnya, sambil memikirkan taman baca yang unik ini. Ia mengira dengan keunikannya sudah dapat memoles kesempurnaannya, dari ikon di tempat asri hingga terkenal di sosial media. Namun, masih ada saja detail yang mungkin tak banyak orang yang melihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun