Mohon tunggu...
Saila Salsabila
Saila Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Psychology Student

Loving books

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Implementasi dalam Kebebasan Berbangsa pada Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945

21 Agustus 2023   23:01 Diperbarui: 22 Agustus 2023   00:30 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Indonesia baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-78, tepatnya pada 17 Agustus 2023 lalu. Kemerdekaan yang sejak lama dinantikan kedatangannya oleh para pahlawan di masa penjajahan tentunya memiliki banyak kisah dibaliknya. Perjuangan, ketakutan, air mata, keringat, dan darah menjadi hal biasa yang mendampingi perjuangan pahlawan terdahulu. Kini Indonesia telah bebas dari masa kelam penjajahan. Berdiri menjadi negara yang tangguh, berpegang teguh pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 agar menjadi negara yang tetap memedulikan hak asasi manusia.

Disebutkan dengan jelas di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 bahwa kemerdekaan adalah sebuah hak. Merdeka berarti bebas. Warga Negara Indonesia dibebaskan untuk beragama, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan keinginan masing-masing tanpa adanya paksaan tetapi tetap sesuai norma. Menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia berarti mengimplementasikan nilai-nilai dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menghormati, menghargai, serta tidak menganggap remeh bangsa lain merupakan sebuah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan warga Negara Indonesia.

Merdeka bukan perihal bebas dari penjajah saja. Perkembangan zaman membuat pemikiran orang pada saat ini telah berbeda. Banyak orang setuju bahwa setiap warga Negara Indonesia diperbolehkan berbangsa sesuai keinginan mereka. Berpindah ke bangsa lain dan mengikuti tradisi bangsa tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan. Menikah walau adanya perbedaan suku serta adat istiadat, begitu juga bahasa. Banyak orang menganggap hal ini sudah biasa, bukan hal yang perlu dipermasalahkan. Namun, terkadang para tetua di sebuah keluarga merasa bahwa hal ini seakan merusak nama baik keluarga. Peraturan harus menikah dengan sesama bangsa yang memiliki persamaan adat istiadat seakan menjadi peraturan tidak tertulis yang perlu dipatuhi. Tetapi, fakta bahwa Indonesia merupakan negara majemuk juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Memiliki banyak suku, bahasa, bangsa, dan adat merupakan jati diri dari Indonesia itu sendiri yang harus dijunjung dengan bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika.

Kebebasan berpendapat diberikan juga kepada warga Negara Indonesia. Perlindungan kebebasan berpendapat menjadi mutlak sebab merupakan corong dari suara rakyat dalam ikut berpartisipasi dalam penyelengaraan pemerintahan sehingga ikut dalam perkembangan demokrasi suatu negara (Nasution, Marlina, & Akhyar, 2021). Tetapi, kebebasan berpendapat ini haruslah tetap dalam batasan norma yang tidak bisa dilanggar. Bebas bukan berarti dilepas. Menjadi bagian dari Indonesia yang merupakan sebuah negara hukum berarti segala peraturan yang ada harus ditaati.  

Dalam dunia ekonomi, implementasi kebebasan berbangsa dimana setiap orang seharusnya mendapatkan haknya untuk bisa menikmati pembangunan yang merata serta tidak adanya kesenjangan sosial, justru mendapatkan yang sebaliknya. Pemerintah mungkin telah berusaha untuk memberikan hak warga dengan baik. Tetapi, terdapat beberapa oknum yang memiliki jiwa egois tinggi dan memilih untuk pura-pura tidak melihat kesenjangan yang ada. Selama merasa bahwa oknum-oknum tersebut tidak merugi, maka mereka akan tetap pura-pura buta dan tuli. Daerah-daerah 3T juga memerlukan perhatian pemerintah yang lebih. Kebebasan berbangsa dan hak mereka sebagai bagian dari Indonesia seakan tidak terpenuhi sepenuhnya. Daerah terpencil dan tertinggal membutuhkan suatu pionir bagi masyarakatnya untuk memajukan daerah tersebut. Sebagai kaum intelek dan generasi muda, mahasiswalah yang harus berperan (Martadinata, 2019). Walaupun mungkin lingkup yang dijangkau tidak akan seluas pemerintah, tetapi setiap perbuatan kecil yang dilakukan bersama-sama akan tetap membawa dampak bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

Martadinata, A. M. (2019). Peran Mahasiswa Dalam Pembangunan di Indonesia. Humaniora, 4.

Nasution, R. M., Marlina, & Akhyar, A. (2021). Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terkiat Dengan Kebebasan Berpendapat Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Ilmiah METADATA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun