Mohon tunggu...
Monty Jayusban
Monty Jayusban Mohon Tunggu... -

A New Man who gets a 2nd Chance in this Life.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Legend of Bagger Vance

15 Mei 2010   00:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:12 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"God is happiest when he sees his children at play."

Di tahun 1916, Rannulph Junuh (Matt Damon) adalah pemain golf muda terbaik di Savannah, Georgia. Bahkan dia pernah bermain di North-South Championship, di mana pertandingan terpaksa harus dihentikan 20 menit hanya untuk mengukur seberapa jauh Junuh memukul bola. Di masa kejayaannya, Junuh bertemu dengan Adele Invergordon (Charlize Theron), anak perempuan orang terkaya di Savannah. Tapi semua itu tidak memuaskan Junuh. Dia ingin memanangkan kehidupan ini sehingga dia mulai mencari kejayaan yang menurutnya mungkin lebih tinggi dari segala di dunia ini, dengan mendaftarkan diri menjadi sukarelawan tentara Perang Dunia 1.Tapi, ketika seluruh anak buahnya mati terbunuh dalam medan perang, Junuh jatuh ke dalam depresi yang berkepanjangan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia menjadi pecundang, dan dia tidak mampu keluar dari trauma dan kesedihan mendalam yang menimpa dirinya. Junuh kembali ke Savannah dan tidak lagi memperdulikan Adele.

Tahun 1931, Savannah turut terlindas dinginnya angin “The Great Depression” yang menyapu ekonomi Amerika Serikat. Krewe Island Golf Resort milik ayah Adele pun sepi dari pengunjung. Dibayang-bayangi kebangkrutan dan ‘hostile takeover,’ Adele nekat menyelenggarakan “The Greatest Golf Exibition in The World Greatest Golf Resort,” dengan menampilkan dua golf ternama saat itu, Bobby Jones (Joel Gretsch) & Walter Hagen (Bruce McGill).

Tapi, masyarakat Savannah yang secara kolektif menderita sindrom “ketidakpercayaan diri” akibat depresi ekonomi yang berkepanjangan, menginginkan pemain golf lokal untuk turut serta dalam pertandingan golf ini. Seorang anak berusia 10 tahun, Hardy Graeven (J. Michael Moncrief) mengusulkan Rannulph Junuh. Masalahnya, Junuh telah kehilangan pukulannya, atau dalam istilah permainan golf disebutauthentic swings.’

Rhythm of the game just like rhythm of life. Begitulah filosofi Bagger Vance (Will Smith) dalam menghayati permainan golf. Bagger tiba-tiba muncul dari kegelapan malam, menawarkan jasanya menjadi caddy mendampingi Junuh dalam mengikuti turnamen. “The trick is to find your swing. You lose your swing & somewhere in the harmony of all that is,” demikian nasihat pertama Bagger Vance bagi Junnuh.

Film arahan sutradara Robert Redford ini, diadaptasi dari sebuah Novel karangan Steven Pressfield berjudul “The Legend of Bagger Vance: A Novel of Golf & The Game of life.” Steven Pressfield sendiri mengakui bahwa penulisan novel ini terinspirasi oleh Kitab Bhagavad Gita, yang berisi percakapan antara Krishna dan Arjuna. Dalam cerita ini Junuh adalah Arjuna, yang sedang kehilangan “jati diri,” dan Baggar Vance adalah Krishna yang selalu mendampingi dan menasehati Arjuna.

Film berdurasi 127 menit ini berisi rangkaian kata-kata mutiara yang indah, selain makna-makna bijaksana yang terdapat di dalam setiap nasihat dan kata-kata yang diucapkan Bagger Vance, baik kepada Rannulph Junuh maupun kepada Hardy Graeven.

Authentic Swing.

Setiap pemain golf bisa merasakan pukulan terbaik yang mereka dapat lakukan dalam setiap permainan golf. Pukulan terbaik mereka disebutAuthentic Swing. Bila dalam kehidupan (the game of life), Authentic Swing itu adalah jati diri yang ada pada setiap manusia sejak dirinya dilahirkan. Jati diri ini tak dapat dipelajari tapi seharusnya diingat. Seperti kata Bagger Vance dalam film ini, “Inside each and every one of us is our one true authentic swing. Something we was born with. Something that’s ours and ours alone. Something that can’t be learned. . . . Something that’s got to be remembered.” Overtime, the world rob us of that swing. It get buried inside us under all our wouldas & couldas & shouldas. Some folk even forget what they swing was like.” Tapi kadang kala, dunia (ilusi) merampas jati diri kita ini. Jati diri kita terkubur dalam diri kita sendiri di bawah segala sesuatu/kelakukan/perbuatan yang diharapkan, nyaman dan seharusnya kita lakukan menurut norma-norma atau pendapat masyarakat pada umumnya. Bukan sesuatu yang kita senang lakukan. Banyak di antara kita bahkan sama sekali melupakan siapa diri kita sebenarnya.

Pembenaran. Ketika Junuh tertinggal 12 angka (pukulan) dari ke-2 lawan-lawannya, Junuh beralasan bahwa semua ini hanyalah sebuah permainan, baik menang maupun kalah. Kata-kata-nya terlihat sekilas sangat bijaksana dan meditatif seperti seseorang yang telah berserah diri sepenuhnya pada kehendak Keberadaan, tapi sebenarnya Junuh sedang melakukan rasionalitas atas kekalahan dan ketidakberdayaan dirinya. Dia berkata, “Let me tell you something. That’s no difference between winning & losing & anything in between. What lost is lost. A man lives. A man dies. And in the end, it all turns out the same. You are alone & that’s all you’re gonna be.

Bagger Vance dengan sinis meminta konfirmasi atas pernyataan Junuh, “So, a soul is born with everything that the Lord can give it, and (when) things don’t go its way, so it just gives up, and the good Lord takes everything back? And, then the soul dies. Alone?” Ketika Junuh mengkonfirmasi “Yes,” maka Bagger berpendapat bahwa pembenaran “indah” yang dikatakan Junnuh adalah hal terbodoh seorang manusia tolol pernah katakan. “That’s the dumbest thing I’ve heard any fool say ever.”

Ekagrata. (One-pointedness) Ketika Junuh mulai mengesampingkan egonya dan mendengarkan nasihat Bagger, sang Caddy mulai menyarankan Junuh untuk menyadari secara seksama alam sekitarnya. “Time for you to see the field.” Bagger mulia menerangkan bagaimana pencerahan dalam diri manusia terjadi lewat Ekagrata. Bagaimana apa yang harus Junuh upayakan hanyalah menjaga keselarasan diri dengan alam dan menyadari bahwa semuanya adalah kesatuan; yang utuh. Dirinya ataupun upaya Junuh tak dapat membawanya pada pencerahan, karena pencerahan akan memilih Junuh sendiri bila diri-nya sendiri sudah siap.

Tentu saja pencerahan di sini diparodikan dalam pencarian authentic swing dalam permainan golf. Bagger Vance menerangkan One-pointedness kepada Junuh lewat pengamatan pada permainan Bobby Jones. “There is only one shot that’s in perfect harmony with the field. One shot that is his authentic shot. And that shot is gonna choose him. There’s a perfect shot out there tryin’ to find each and every one of us. All we gotto do is get ourselves out of its way. Let it choose us. . . . He is in the field. You got look with your soft eyes (to) see the place where holes and seasons . . . and turnin’ of the earth all come together. When everything there is become one.

“You got to seek that place with your soul. Feel it. Your hand is wiser than your head ever gonna be. I can’t take you there. Just hopes I can help you find a way. Just you, the ball and that flag, and all you are seeking it with your hands. Don’t think about it. Feel it. You are looking at it. Your authentic swing.” “It was just a moment ago.” Ketika Junuh berhasil menemukan kembali authentic swing-nya, dia mulai dapat mengimbangi bahkan mengungguli ke-2 pemain golf lainnya. Junuh pun berhasil melakukan pukulan hole-in-one sehingga dirinya menjadi tenar dan dielu-elukan penduduk kota Savannah. Junuh kembali terbuai dengan gemerlapan dunia, dan melupakan Bagger Vance. Dia menjadi terlalu percaya diri cenderung sombong, padahal dirinya masih menyimpan beban-beban masa lalu yang dapat menghantui dirinya setiap saat dan di mana saja. Beban-beban pikiran masa lalu itu mengikis kepercayaan dirinya dan selalu muncul di saat Junuh harus menghadapi titik-titik kritikal dalam permainan golf, bahkan kehidupannya, sehingga baik Adele maupun Bagger Vance mengatakan bahwa trauma yang menghantui Junuh sebenarnya baru saja terjadi, biarpun hanya terjadi dalam pikiran Junuh sendiri. “It was just a moment ago.

Tapi satu hal yang Junuh tidak juga sadari bahwa Bagger Vance akan selalu mendampingi dirinya di saat-saat Junuh terperosok sendirian dalam ketidakpercayaan dirinya. Jadi ketika Junuh mulai menyerah, “I can’t do this.”

Bagger Vance kembali mulai menasehati, “What I’m talking about is the game that can’t be won, only played. I don’t need to understand. (Because) ain’t a soul on this entire earth ain’t got a burden to carry he don’t understand. You ain’t alone in that. But you have been carying this one long enough. Time to go on. Lay it down.”

I don’t know how,” ujar Junuh dalam keputus-asaannya. “You got a choice. You can stop or you can start. Walking right back to where you always been. And then stand there still. Real still and remember. It was just a moment ago. Time for you to come on out the shadows, Junnuh. Time for you to choose,” kata Bagger Vance.

Junuh yang masih merasa sendirian menjawab, “I can’t”

“Yes, you can because I always be with you,” ucap Bagger membesarkan hati Junuh.

Kejujuran Ketika Bagger Vance kembali mendampingi, maka Junuh pun kembali menemukan authentic swings-nya. Dia pun mulai mengayunkan tongkat golf secara benar dan mengungguli kembali ke-2 lawan mainnya. Tapi pada akhir turnamen, Junuh melakukan kesalahan tidak disengaja cukup fatal sehingga menutup kemungkinan dirinya memenangi turnamen ini. Tapi, tidak ada orang lain yang mengetahuinya kecuali Hardy Graeven yang berjanji tidak akan memberitahu siapapun. Tapi Junuh dengan jujur mengakui kecerobohannya kepada wasit. Dia terkena penalti dan hal ini menutup kemungkinan dirinya memenangkan turnamen golf ini.

Melihat hal ini, Bagger Vance merasa tugasnya mendampingi Rannulph Junuh selesailah sudah. Dengan tanpa beban, Bagger Vance berpamitan dan berjalan menuju arah matahari senja yang indah terbenam. Junuh sudah memahami peran dirinya.

The End Dari sudut pandang spiritualitas, kehidupan ini bak permainan yang tidak dapat dimenangkan, tapi kita dapat ikut berperan dan bermain di dalamnya. Maka kita terus bermain sampai tiba saatnya kita memahami peran kita di dunia ini. Bagger once said, “It is a game that can’t be won, only play. So I play, I play on. I play for the moment yet to come, looking for my place in the field.” Dan, seorang Bagger Vance akan selalu menyertai kita sampai kita menemukan jati diri kita dan apa yang harus kita lakukan di dunia ini pada masa kehidupan ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun