Mohon tunggu...
Monique Rijkers
Monique Rijkers Mohon Tunggu... profesional -

only by His grace, only for His glory| Founder Hadassah of Indonesia |Inisiator Tolerance Film Festival |Freelance Journalist |Ghostwriter |Traveler

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Pin Lenin dari Turkmenistan, Komunis Tur di Praha dan Tugu Tani di Jakarta

11 Mei 2016   09:09 Diperbarui: 11 Mei 2016   09:43 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal hasil Pemilu 1955, PKI mendapat 32 kursi DPR atau berada di urutan keempat.  Sedangkan untuk kursi Konstituante, PKI berhasil mendapat 80 kursi.

Pembahasan soal Peristiwa ’65 kembali mengemuka pasca Reformasi yang sudah mencapai tahun ke-18. Pemerintahan yang silih berganti tampak gagal membuka ruang rekonsiliasi dan penuntasan kasus secara hukum. Gus Dur menjadi satu-satunya perbedaan karena ia ingin mencabut larangan penyebaran ajaran komunisme. 

Mungkin Gus Dur menganggap masyarakat Indonesia sudah melek demokrasi sehingga tak lagi mujarab dishir oleh romantisme usang Blok Timur. Bagi mereka yang menjadi korban, beberapa di antaranya masih hidup dan generasi muda yang berpihak pada korban tentu cuma kesampaian berdiskusi, menonton film dan melanjutkan kehidupan dengan damai tanpa intimidasi dan teror. 

Kini, alih-alih memberikan keadilan terhadap kejahatan atas kemanusiaan yang terjadi pada tahun 1965, kemarin Presiden Joko Widodo malah menginstruksikan Kepolisian Indonesia untuk menindak tegas siapa pun yang mencoba membangkitkan kembali paham komunis. Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, Presiden juga menginstruksikan untuk memeriksa masyarakat yang menggunakan atribut atau menjalankan aktivitas yang menunjukkan identitas Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Saat pemilu presiden lalu, Joko Widodo sendiri merasakan betapa gawatnya isu yang menimpa dirinya ketika dihajar dengan isu komunis. Tentu agak mengherankan kalau sekarang instruksi di atas malah  keluar dari “korban” yang pernah merasakan pahitnya tuduhan tersebut. Pelan-pelan pupus kedewasaan dan kewarasan pada pemerintahan sekarang ini. 

Mungkin tak lama lagi kita akan mendengar ada kelompok masyarakat yang meminta Patung (Tugu) Tani di kawasan Gambir, Jakarta Pusat dirobohkan karena patung itu adalah karya seniman Uni Soviet yang komunis. Patung tersebut bisa dikategorikan berbahaya karena inspirasi membuat patung tersebut jelas-jelas muncul setelah Presiden Sukarno kembali dari Uni Soviet.  

Jadi sebelum paham komunisme bangkit karena saban hari melihat Patung (Tugu) Tani, sebaiknya patung itu diselubungi kain penutup saja (saya berharap pembaca memahami pernyataan saya ini). Semoga akal sehat masih ada. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun