Mohon tunggu...
Monique Rijkers
Monique Rijkers Mohon Tunggu... profesional -

only by His grace, only for His glory| Founder Hadassah of Indonesia |Inisiator Tolerance Film Festival |Freelance Journalist |Ghostwriter |Traveler

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jess Dureza, MindaNow Foundation: "Gunakan Private Group Bebaskan Sandera"

2 April 2016   17:06 Diperbarui: 2 April 2016   18:06 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawab: Saya tidak merekomendasikan jurnalis untuk menemui Abu Sayyaf Group secara langsung. Jurnalis sering kali menajdi korban seperti pengalaman yang sudah-sudah. 

Benny Mamoto, Negosiator Pembebasan Sandera Tahun 2005 : Gunakan Komunikator Tunggal 

Jawaban yang diberikan oleh Jess Dureza ini menyeret saya pada ingatan beberapa tahun lalu ketika saya bertemu dengan Benny Mamoto. Benny Mamoto saat itu lagi sibuk-sibuknya mengusut jaringan terorisme. Berkat pekerjaannya ini, Benny Mamoto memiliki networking di kalangan intelejen. Sejak 2001, Benny Mamoto yang akrab saya panggil "Bento" ini memang terlibat langsung dalam menginterogasi teroris mulai dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Afghanistan, Australia dan beberapa negara lain. Bento boleh dibilang cukup mengetahui modus operansi teroris dan kelompok militan semacam Abu Sayyaf. Saya tahu Bento pernah terlibat aksi pembebasan sandera ketika dalam sebuah perjumpaan tak sengaja ia buka suara soal tawaran dari Malaysia untuk membebaskan sandera WN Malaysia yang disandera Abu Sayyaf. Namun kala itu ia menolak karena kesibukannya di BNN.  

Saya menuliskan apa yang diceritakan Bento sebagai masukan agar Pemerintah Indonesia tidak mengambil langkah yang salah dalam upaya membebaskan sandera saat ini. Sebaiknya menurut saya, Pemerintah Indonesia melibatkan Benny Mamoto dalam usaha membebaskan sandera. Mengapa? Karena Benny Mamoto telah sukses membebaskan Ahmad Resmiadi pada tahun 2005 dari tangan Abu Sayyaf. Anda bisa membaca beritanya di sini: 

http://www.kemlu.go.id/id/ berita/siaran-pers/Pages/Sdr.- Ahmad-Resmiadi-Kapten-Kapal- Bonggaya-91-yang-diculik-dan- disandera-oleh-sebuah- kelompok-bersenj.aspx

Di dalam rilis pers Kemlu itu, nama Benny Mamoto sama sekali tidak disebut karena memang ini operasi rahasia, tak ada yang tahu termasuk Kemlu dan KBRI di Filipina. Upaya pembebasan sandera yang dilakukan Oleh Benny Mamoto berjalan selama tiga bulan. Satu-satunya yang mengapresiasi kerja keras Bento, menurut pengakuan Bento sendiri, adalah JE Habibie (Fanny Habibie yang saat itu sebagai anggota Komisi I DPR). Menurut rilis Kemlu, Ahmad Resmiadi dibebaskan setelah 164 hari, jadi Benny Mamoto memang datang belakangan setelah upaya yang dilakukan militer Filipina bubar setelah satu bulan mencoba dan berakhir dengan kematian dua informan WN Filipina di tangan kelompok Abu Sayyaf. Pada tahun 2005 itu, Bento menjabat sebagai Kepala Unit Keamanan Negara, Bareskrim, Mabes Polri. Karena misi yang dilakukan Bento sangat khusus dan rahasia, ia tidak didampingi siapapun. Jalan masuk keberhasilan Bento berawal dari kepiawaiannya mengendus pihak yang relevan untuk dihubungi dan keandalan Bento sebagai negosiator ulung.

Kala itu Bento berhasil menjalin kontak dengan eks komandan Abu Sayyaf yang melarikan diri. Tentu tak semua orang punya kemampuan menyamar dan teknik negosiasi sekelas Bento. Bento bercerita saat bertemu eks komandan Abu Sayyaf itu, ia bersalaman. Orang itu bertanya, "Anda Muslim?" Bento menjawab, "Bukan". Sontak tangan Bento dilepas. Bento berkata, "Saya bukan Muslim namun tugas saya adalah menyelamatkan sandera apapun agamanya. Sandera yang saat ini ditahan adalah seorang Islam, sama dengan Anda". Lalu si eks komandan meraih telapak tangan Bento kembali dan menggenggamnya erat-erat.

Saya tak bisa membeberkan bagaimana operasi rahasia ini berlangsung namun yang bisa saya sampaikan adalah omongan Bento dahulu tentang betapa pentingnya membangun kepercayaan dalam urusan sandera. Operasi pembebasan sandera tidak bisa dilakukan terbuka dan dipublikasikan secara luas.Operasi harus berlangsung tertetutup, dalam kelompok kecil, hanya dibutuhkan komunikator tunggal guna berkomunikasi dengan penyandera. Poin lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana sikap dari negara setempat dalam hal ini Filipina. Filipina belum tentu mengizinkan tentara Indonesia memasuki wilayahnya karena aturan di negara tersebut. Pertimbangan lainnya adalah kekhawatiran Pemerintah Filipina terhadap ancaman aksi balasan jika mengizinkan operasi militer Indonesia di Filipina Selatan. Alangkah baiknya jika Indonesia-Filipina berkoordinasi secara tertutup dan membuat kesepakatan rahasia jika memang ingin melibatkan tentara dari Indonesia. Namun seperti saran dari Jess Dureza di atas, pilihan terbaik saat ini adalah menggunakan kelompok "private" untuk urusan ini. Saya tidak tahu apa pendapat Bento terkait aksi penyanderaan saat ini. Namun saya yakin kapasitas dan kemampuannya yang sudah teruji sangat layak digunakan untuk memimpin investigasi penanganan kasus penculikan ini hingga negosiasi dengan kelompok penyandera. Jika pemerintah Indonesia tetap pada keputusan menggunakan tentara dalam membebaskan sandera, minimal bisa melibatkan Benny Mamoto sebagai tim ahli. Karena keselamatan sanderalah yang terutama, jangan sampai karena miskomunikasi internal dan ketiadaan koordinasi membuat misi penyelamatan menjadi sia-sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun