Mohon tunggu...
Monique Rijkers
Monique Rijkers Mohon Tunggu... profesional -

only by His grace, only for His glory| Founder Hadassah of Indonesia |Inisiator Tolerance Film Festival |Freelance Journalist |Ghostwriter |Traveler

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Napi Kasus Terorisme dan Radikalisasi dalam Lapas

19 Januari 2016   03:56 Diperbarui: 19 Januari 2016   15:53 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu mengapa mediasi? Ketika sebuah peristiwa kejahatan terjadi, maka banyak pihak yang terluka, termasuk pelaku sendiri. Luka tersebut tidak akan sembuh dengan sendirinya, tapi memerlukan kerja sama dari pelbagai pihak. Melalui mediasi, pelaku diharapkan dapat memahami besar 'luka' yang ia timbulkan. Demikian juga sebaliknya, korban diharapkan dapat memahami kondisi pelaku dan membantu pelaku untuk pemahaman yang lebih baik untuk hidup kembali bersama dengan masyarakat.

Tidak dilupakan juga untuk melibatkan keluarga pelaku dalam proses mediasi, karena mereka juga adalah pihak yang terluka dalam hal ini. Dengan demikian, diharapkan juga dapat membantu mencegah terjadinya stigmatisasi terhadap keluarga pelaku yang dapat berujung pada "self fulfilling prophecy", yaitu penempatan diri sesuai dengan stigma yang diberikan. Memang kasus terorisme bukanlah hal yang mudah. Pelaku terorisme bisa dikatakan adalah orang-orang yang sudah 'termotivasi' untuk melakukan perjuangan hingga rela kehilangan nyawanya. Ditambah proses 'depersonality' yang mengakibatkan dirinya kehilangan jati diri. Selain itu, ada indoktrinasi rasa benci mendalam (culture of hatred) yang ditanamkan dalam dirinya. Oleh sebab itu, bisa dikatakan kejahatan terorisme memuat unsur kejahatan berbasis kebencian (hate crime). Jadi, tidaklah mudah untuk menemukan metode yang tepat. Ini 'PR” yang berat bagi Pemerintah dan kita semua, masyarakat.

Sepertinya, buku "The Hidden Battle Ground" akan menjadi bacaan yang penting dan perlu dibaca oleh semua pihak yang berkaitan dan menjadi bagian deradikalisasi di Indonesia. Buku ini akan membantu kita mengetahui dunia di balik hotel prodeo yang (nyatanya) belum ampuh mengikis paham radikal []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun