Saya diberi tahu namanya adalah Yuyun, pria yang mulai berhalusinasi sejak kehilangan ibunya. Usianya sudah 20 tahunan ketika terpisah dari ibu, orang terdekat Yuyun. Selain halusinasi, Yuyun sering bertindak agresif, beberapa kali keluar rumah dalam keadaan ngamuk. Takut membahayakan tetangga, kakak Yuyun memutuskan mengunci adiknya di dalam kamar ketika ia bekerja memulung karton bekas. Seiring berjalannya waktu, Yuyun semakin dibiarkan di dalam kamar yang semakin penuh dengan tumpukan karton dan barang bekas.Â
Yuyun berada di dalam kamar terkunci selama 12 tahun. Menurut ipar Yuyun, Yuyun diberi cukup makan dua kali sehari, biasanya nasi bungkus atau nasi di piring kaleng. Ketika saya masuk ke kamar Yuyun selama dikurung, bau busuk segera tercium. Meski siang hari, kamar gelap tanpa jendela. Ada lampu dengan watt kecil menyala yang segera memunculkan pemandangan yang memilukan. Kasur sangat kotor. Sampah tergeletak di lantai. Tumpukan barang bekas dan kardus-kardus membuat kamar sesak. Ada kamar mandi di dalam kamar namun saya tidak berani melihat.Â
September tahun lalu, saya ingin menengok Yuyun. Namun saya mendapat kabar dari Novi Pangemanan, Yuyun meninggal tiga pekan setelah dibawa ke RSJ. Menurut dokter, Yuyun mengalami malnutrisi parah. Sungguh sebuah ironi. Mengapa Yuyun bisa bertahan hidup selama 12 tahun di sebuah kamar gelap, kecil dan terisolasi namun ia hanya dapat bertahan hidup selama tiga minggu di rumah sakit jiwa? Apakah selama di rumah sakit jiwa, Yuyun tidak mendapat perawatan terbaik? Kok malah bisa malnutrisi terjadi ketika dia berada di rumah sakit yang memiliki ahli gizi? Atau, apakah jauh dari rumah membuat Yuyun lemah secara mental? Entahlah. Saya tidak habis pikir. Jika membiarkan Yuyun di dalam kurungan kamar akan membuatnya tetap hidup, saya rasa saya akan memilih membiarkannya di kurungan.
Saya tercekat. Iya, benar juga. Ketika saya datang ke pertemuan skizofrenia, saya menyimpan rasa takut. Takut salah omong yang akan memicu agresivitas, takut duduk sebelahan. Namun setelah berada selama lebih dari satu jam dan ngobrol dengan mereka, ketakutan saya memudar. Sesungguhnya saya tidak melakukan apa pun ketika itu selain berada di antara mereka dan mendengar cerita mereka. Namun dengan kehadiran, sepotong kebersamaan... saya berharap, semoga membuat sedikit perbedaan pada satu hari biasa di dalam kehidupan beberapa orang skizofrenia[]
Rest in peace, Yuyun..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H