Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 39, Sempurna Purnama Eka Nawa Warsa 4

24 Agustus 2021   14:03 Diperbarui: 24 Agustus 2021   14:09 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat  Putih  Pelangi  Kasih ( lukisan Bp.Y.P Sukiyanto )

Sempurna Purnama Eka Nawa Warsa (4)

Cerita  sebelumnya :

"Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya."(Yesaya 61:10 )(  Bersambung )

 Aku menatap kejadian itu dalam hening dengan sikap memuji, tangan terkatup terangkat di atas kepala. Dalam lumuran pelangi warna putih bersatu dalam pantulan purnama. Pelangi tidak berwarna-warni lagi seperti biasa, tidak lagi semburat warna merah, jingga,kuning hijau,biru, nila, ungu. Karena warna itu telah menyatu oleh tali kasih Ilahi menjadi putih bersinar cerah, memancar terang namun lembut, menyejukkan mata.

Bersinar jernih mengilat, memancar seperti warna halilintar tapi lembut memesona. Kini warna itu melingkari seluruh tubuhku hingga menembus samudra dan tanah pantai, seolah mengikat diri dan jiwaku dalam prasetia suci. Inilah semburat Putih Pelangi Kasih Sang Pencipta yang mencintaiku tanpa syarat.

 Sumpahku didengarkan semesta dan direstui hadirnya purnama. Purnama yang sempurna dalam hitungan eka nawa warsa, tepat di usiaku yang ranum dalam buaian diriku dilumuri murni lembut sinar rembulan. Kubiarkan hatiku diisi mantra-mantra keabadian yang lahir dari nurani yang bersih untuk satu tujuan. Yang suci yang ilahi, yang senantiasa menawan.


Malam ini menjadi malam kenangan, rasanya aku telah dipinang oleh suatu kekuatan lain yang datang dari indraloka nirwana. Kekuatan yang membuatku berani menembus, menjalani, dan menantang keadaan dengan tekad sejati kebenaran.

Aku merasa bahwa ada sebuah tuntutan sekaligus tanggung jawab, bahwa aku mesti memulai perjalananku pada malam ini. Malam wahyu penuh berkat yang mengajak jiwa untuk selalu terpikat pada yang Esa, Yang Kuasa. Yang menjadikan, dan memelihara bumi ini.

Dalam melepaskan semua yang kuikrarkan aku malah merasa begitu kaya raya akan kasih sejati dan kemurnian hidup. Begitulah indahnya bersatu dengan yang Ilahi. Sesenyap malam namun kaya akan segala pengaruh kekuatan inti bumi.

Mulai malam ini aku mengenakan nama baru Dewi Kili Suci. Kulepaskan semua atribut penghormatan dan gelar dari keraton sebagai putri raja. Aku ingin menjadi ningrat dalam niat, kehendak, tutur kata, dan perilakuku.

 Kupejamkan mata menikmati semua yang terjadi. Aku hanya merasakan kehangatan penuh kasih yang menyelimuti seluruh tubuhku. Tiba-tiba aku terasa tidur dan bermimpi. Setelah kubuka mata ternyata aku telah berada kembali di pondok samadi di dekat pohon waru di padepokan tempat Eyang Ambar Kenanga dan para muridnya meng-gladi diri.

Kudengar penjaga malam menabuh kentonganempat kali, menandakan waktu sudah pukul empat pagi. Aku kembali ke bilik untuk merenungkan anugerah yang baru saja kualami.

Pada pukul tujuh kubersihkan tubuhku dengan bunga tujuh rupa. Airnya pun kuambil dari sumur pitu  (tujuh) yang mengelilingi padepokan. Tujuh adalah angka kesempurnaan Sang Hyang Widhi mencipta bumi. Supaya aku selalu mendapat pitulungan (pertolongan) dan rahmat Hyang Widhi yang pernah kudengar berkarya dan bersabda dalam tujuh sakramennya.

Sakramen karya dan sabda yang sakral yang menyucikan jiwa raga apabila orang setia padanya. Tujuh sakramen itu menuntun dan memberi makna bagi setiap orang yang memercayainya. Jiwa yang mereguk dan terpatri dengan sakramen akan senantiasa segar. Sakramen adalah rahmat yang selalu dipecahkan, ditumpahkan, dibagi oleh Sang Pemberi Hidup bagi umat-Nya.

Teristimewa menuntun hidup seseorang untuk kembali ke citra-Nya dalam kebahagiaan abadi. Sakramen membalut dengan kekuatan berkat dan rahmat untuk mengarungi hidup, sebagaimana Dia, Sang Hyang Widhi, yang telah menciptakan tujuh hari dalam seminggu. Sakramen itu diadakan oleh putra-Nya, pribadi Allah yang mengejawantah menjadi seorang bayi dari perawan suci Maria.

Bayi itu telah diramalkan para nabi dalam Kitab Suci. Segala ramalan telah terpenuhi tepat pada waktunya. Bayi itu lahir di tanah suci di kota yang disebut Kota Roti, di Betlehem. Sang bayi nantinya akan menjadi Penebus, Juru Selamat dan Roti yang Hidup, yang tubuh dan darah-Nya dijadikan santapan dan minuman bagi umat manusia.

Sakramen itu disebut ekaristi, yang diadakan pada malam perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Di situ Dia mengangkat dan mentahbiskan para murid-Nya sebagai imam yang kelak akan selalu meneruskan perintah-Nya mempersembahkan dan mengadakan Sakramen Ekaristi.

Dia Sang Hyang Suci yang telah mengejawantah dalam Diri Mesias Yoshua Emanuel bersabda, "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku."

Roti dan anggur yang diberkati-Nya dengan Sabda-Nya sendiri, "Makanlah, inilah TUBUHKU dan minumlah inilah DARAHKU, darah Perjanjian Baru yang dikurbankan untukmu."

Kedua sakramen itu diadakan-Nya pada malam penuh rahmat, menjelang

wafat-Nya disalib di puncak Kalvari.

Pada malam itu datang jelas dalam mimpiku, rahmat yang dicurahkan dalam meditasiku, bahwa di masa lalu sebelum adanya kerajaan Romo Prabu telah banyak orang suci yang mengorbankan diri demi kepentingan banyak orang.

Bahkan Sang Hyang Suci sendiri mengorbankan diri dengan serendah-rendahnya berinkarnasi menjadi bayi, hidup apa adanya, menjadi penerang dan pembuka jalan, hingga wafat disalib, seperti seorang pesakitan

Supermoon (  Kompas.com )
Supermoon (  Kompas.com )

Nilai pengorbanan sangat dijunjung tinggi oleh Sang Hyang Widhi. Dialah telah mengajarkan korban yang indah agar jiwa-jiwa ciptaan-Nya bersatu dalam kebahagiaan surgawi, pulang kembali pada-Nya sebagai citra-Nya.

Setelah selesai mandi dalam meditasi, aku mendapat pencerahan itu. Ada pemahaman memikat yang memenuhi budiku untuk memahami rahasia Ilahi dalam sakramen suci. Rahasia pengorbanan diri dari Sang Hyang Suci yang telah dikatakan padaku oleh Perawan suci Maria, menara yang mengantar manusia ke surga.

Tujuan hidupku menjadi mantap, untuk membawa pencerahan dan kebenaran bagi sesamaku. Bukankah  hidup  yang  berarti  adalah  hidup  yang  dibagikan, agar  sesama  merasakan  manisnya  cinta  Sang  Hyang  Widhi ?

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun