Pengalaman  Jajah  Nagari   ( 5 )Â
Cerita  sebelumnya :
Gabah yang masih berkulit kini menjadi putih bersih, siap dimasak. Secara bergantian kami menumbuk dan ada pula yang bertugas menapis (memisahkan gabah yang sudah terkelupas dan kulitnya).
Menapis membutuhkan teknik khusus sehingga kulit yang sudah terkelupas akan terlempar ke udara dan terbuang ke tanah. Dengan tampah yang terbuat dari bambu, gabah diinteri dan ditampi (gerakan melingkar dan mengangkat gabah sehingga antara kulit dan beras terpisah). ( Bersambung)
Kami menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sehingga kami juga masih punya waktu untuk istirahat dan mandi sore. Sesudah itu kami gunakan untuk menerima pelajaran dari Eyang Mpu Baradha tentang arti hidup. Menurut Mpu, hidup ibarat mampir ngombe, singgah untuk minum. Maksudnya, hidup ini hanyalah sementara. Oleh karenanya, segala sesuatu harus dipersiapkan dengan baik.
Mempersiapkan hidup harus diawali setiap fajar, setiap mulai merekahnya hari baru, rahmat baru yang dikaruniakan oleh Sang Khalik Sang Murbeng Jagad, yang mencurahkan berkat dan rahmat-Nya kepada orang yang baik dan yang jahat. Tergantung dari siap yang menerima, siap atau tidak? Hati seseorang yang siap menerima rahmat pertama dengan kebeningan hati akan membuat berkah itu berbunga dan berbuah sepanjang hari, menuai kebajikan bagi yang mengembangkannya.
Setiap fajar adalah undangan untuk mencinta. Hari yang penuh berkah pasti dimulai dengan rasa penuh kasih dan syukur. Pertama kita ungkapan rasa syukur kita pada Sang Hyang Widhi, Sang Murbeng Jagad. Syukur kepada semesta yang memberi kehangatan dan energinya lewat sinar surya yang memancar terang pada pagi yang indah, sinar yang memberi vitamin D, yang menguatkan tulang-tulang manusia untuk bekerja dan mengisi hidup.
Setiap fajar, undangan baru yang membawa berkah kenikmatan untuk memulai setiap tugas dan pekerjaan bagi setiap manusia dan melaksanakan kewajibannya bertanggung jawab dalam hidup, menjalani hari untuk membuahkan cinta dari setiap ucap sabda nurani yang bergema. Itu semua adalah kehendak Sang Hyang Widhi kepada kita semua umat-Nya untuk menaburkan dan menanam benih kebajikan dan kebaikan selama hidup di dunia ini
Setiap fajar, hendaknya menjadi kerinduan setiap insan untuk mengawali hari dengan kemurnian hati, agar persatuan dengan Sang Sabda senantiasa terjalin tiada putus. Sebab, itulah kekuatan yang menyiram hati kita dengan sumber air yang tak pernah kering untuk ditimba dan diambil setiap saat.
 Sabda itu adalah wejangan yang senantiasa menggema dari suara Sang Hyang Widhi sejak manusia diciptakan dan dikehendaki untuk lahir di bumi ini. Setiap manusia memiliki tanggung jawab yang luhur pada perkembangan dan keluhuran diri sendiri maupun sesamanya.
Oleh karena itu, setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan harus bisa dipertanggungjawabkan. sebab apa yang kita katakan, pikirkan, dan perbuat mengandung berkat atau kutuk bagi diri kita, teristimewa yang keluar dari bibir, dan tindakan kita, bersih atau tidak. Bukan yang masuk ke dalam diri kita yang menjijikkan, melainkan yang keluar. Sebab semua itu merupakan pancaran hati, sumber segala sumber yang membuat diri kita bersih, murni, suci atau sebaliknya.
Â
Setiap fajar hendaknya menjadi waktu yang tepat untuk lebih mesra memadu cinta dengan kekasih hati yang sejati yakni Sang Khalik, yang telah menciptakan dan memelihara bumi ini dengan kasih-Nya yang tanpa syarat, menyediakan makanan minuman nan melimpah pada setiap makhluk yang Dia ciptakan.
Bergantung pada kita semua bagaimana menjaga dan memelihara alam hingga lestari. Kuncinya ada pada budi, pikiran, rasa, dan cipta kita untuk selalu tahu bersyukur dan melestarikan kehidupan di jagad ini.
Setiap fajar, meski dimulai dengan niat penuh semangat untuk bangkit lagi atas kejatuhan kita kemarin ketika cinta belum bersemi, kasih kehilangan arti dan perjuangan kita yang loyo untuk menangkal dan melawan setiap godaan, serta menghilangnya arti hidup yang kita tekuni.
 Setiap fajar mesti diawali dengan doa-doa dan suatu tanya? Apa yang layak kupersembahkan pada-Mu hari ini? Karena Sang Hyang Widhi senantiasa setia menggelar waktunya untuk kita, manusia makhluknya yang Dia cintai yang telah Dia ciptakan sebagaimana Citra-Nya sendiri
Dan akhirnya pada setiap fajar yang mungkin diiringi sinar surya, awan mendung, desir angin atau curah hujan, akan menghantar setiap orang untuk memenuhi undangan Sang Murbeng Jagad untuk kembali menghadap kepada-Nya.
Setiap fajar adalah awal hari baru, sebagai akar hari maka hendaknya kamu menjaga keheningan. Berakar dalam kontempelasi artinya benamkan segala budi, kehendak, cipta, rasa dan karsamu untuk menggali dalam keheneningan, di awal hari karena itulah awal kesegaran dari setiap kehidupan panjangmu
Sebagaimana akar yang masuk dalam tanah, hendaklah kontempelasimu menghunjam ke dalam bumi hidupmu, mewarnai kehidupan seluruh hari. Sebagaimana akar, kontempelasimu akan mencari makanan jiwa dan rohmu untuk mendapatkan arti kehidupan yang adi luhur.
Manusia yang wening budinya, bening hatinya dan hening pikirannya akan semakin mampu mencari makna hidup ditengah hiruk pikuknya dunia. Sebagaimana akar ia akan tetap diam, sambil terus bergerak ke dalam tanah jati diri untuk mencari vitamin, mineral, dan makanan yang berguna untuk pertumbuhan pohon kehidupan seorang manusia.
 Walau angin mengguncang kehidupan, akar akan tetap tenang namun penuh aktivitas, kreatif, dan senantiasa aktif. Itu yang terpenting bagi hidupmu kalau kalian hendak mencari makna kehidupan. Akar kontemplelasimu harus kuat agar makanan rohanimu cukup, bahkan berlebihan dan menyuburkan kehidupan rohanimu. Semakin engkau mendalam pada kontempelasi, dirimu akan menemukan jati diri yang sebenarnya dan dirimu akan tangguh menghadapi segala marabahaya, terutama yang datang dari roh jahat.
Kita semua tidak tahu apa yang akan terjadi pada kehidupan kita, tapi yang
 terpenting adalah siap sedia, waspada dan ugahari dalam hidup. Niscaya
 kalian akan menemukan kebahagiaan yang sempurna.
"Anak-anakku, kiranya cukup ini dulu wejangan dan pelajaranku pada
kalian malam ini. Yang akan melanjutkan meditasi, silakan saja, asalkan
engkau tahu batas akan kemampuan dan kekuatan dirimu."
Aku sangat kagum pada apa yang dituturkan sang Mpu. Wejangan yang penuh hikmah dan kebijaksanaan seorang pandito. Benar apa yang dikatakan Romo Prabu bahwa Eyang Mpu Baradha memiliki kekuatan spiritual dan pengetahuan serta olah kerohanian yang luar biasa. Tidak hanya kata-katanya yang bermakna, sikapnya pun patut diteladani.
Malam itu setelah bersemadi selama satu jam aku langsung tidur. Walau di tubuhku tersisa penat setelah menumbuk padi tadi siang, jiwaku terasa segar karena rasa persaudaraan yang kudapatkan di antara penghuni padepokan ini. Sungguh tepat padepokan ini dinamai Kekadangan Liman Seto; orang-orangnya mempersatukan lintang atau bintang-bintang keutamaan, kebajikan, kebaikan untuk manunggal atau menyatu, dan sewoko duta, sebagai utusan yang siap sedia untuk diutus. Â ( Bersambung )
Â
Oleh  Sr. Maria  Monika  SND
10 Â Agustus, 2021
Artikel  ke  : 432
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H