Yoganidra ( 3 )
Cerita  sebelumnya :
"Nah, anakku, malam sudah menjelang pagi. Kita istirahat dulu. Besok malam masih ada waktu, dan kita akan bertemu lagi di sini. Romo akan bercerita lagi mengenai sejarah hidup Romo. Sekarang kau tidur dulu, ya?"
"Baik, Romo, meskipun aku ingin Romo melanjutkan ceritanya, aku akan patuh pada keputusan Ayahanda untuk berhenti bercerita. Ini juga bukti kedisiplinan Ayahanda dalam segala tindakan, dan aktivitas. Ayahanda selalu tahu batas, kecuali jika Ayahanda bersemadi. Ayahanda baru berhenti kalau sudah merasakan adanya pencerahan atau datangnya wangsit, itulah sifat Romo yang kukagumi." Â Â ( Â Bersambung )
 Seharian aku bergayut dalam kegiatan sehari-hari. Seperti biasa, kuawali pagiku dengan bersemadi. Meskipun masih tergolong muda usia dan masih sangat kecil untuk berolah tapa, aku merasa sangat nyaman mengawali hariku dalam keheningan pagi. Biasanya aku duduk di atas batu besar di tengah Taman Keputren.
Karena temboknya tidak terlalu tinggi, aku bisa menikmati wajah ayu matahari pagi yang terbit dengan eloknya. Sinarnya yang indah memantul tepat di danau kecil yang membentang menghias taman. Keindahan yang tidak bisa dibeli oleh kekayaan dunia, namun bisa dinikmati dengan kebeningan hati yang berpasrah, dilumuri sinarnya, dan dibalut pesona keindahannya.
Setelah bersemadi, aku melanjutkan dengan berolahraga di bawah bimbingan Eyang Paman Narotama. Aku paling senang berlatih panah dan lari pagi. Selesai melakukan semua itu, aku melanjutkan kegiatanku dengan mandi dan makan pagi, lalu belajar membaca kitab "Babat Tanah Jawi," serta menulis huruf Jawa dan Bali.
Ayahanda Prabu dan Ibunda Ratu selalu mengajarkan aku untuk menggunakan waktu sebaik mungkin dan disiplin serta bertanggung jawab dalam setiap tugas. Setelah waktu belajarku selesai ada dayang-dayang pengasuh yang siap mengajariku tari Jawa dan tari Bali, entahlah mungkin karena ayahanda seorang keturunan raja Bali dan ibu berdarah bangsawan Jawa, aku selalu diajari budaya dan segala tatakrama dan cara hidup dari paduan dua budaya ini yakni budaya Jawa dan budaya Bali.
Dengan belajar Babat Tanah Jawi yang memuat banyak falsafah hidup dan memperhalus budi, kata-kata indah yang penuh arti membentuk nurani lebih tajam. Kegiatanku yang lain adalah belajar menari, juga tari Jawa dan Bali, untuk ini para dayang yang piawai dalam menari Nini Retno Sumirat dan Ni Nyoman Galuh Pamulang selalu rajin mengajari aku tarian-tarian yang bisa mengolah tubuh dan olah kerohanian.
Dengan menari aku bisa memuji, menyembah, sembayang serta menghatur sembah atas segala keluhuran yang telah dianugerahkan di jagad raya semesta ini. Dengan menari aku bisa mengungkapkan segala rasa dan karsaku dalam gerak badan yang selaras dengan gending yang mengalun menghaluskan nuraniku untuk semakin peka pada situasi sekitar. Ini dapat kurasakan setiap aku mengurai dan menyatukan gerakan dalam tarian.