Banyak  peristiwa  tragis  yang  dilakukan  Orde  Baru kepada  Sang  Pemimpin  bangsa  ini, tidak  hanya padanya  saja  tapi  juga  pada  keturunannya , rakyat  benar-benar  dijauhkan  dari Bung  Karno, seperti  anak-anak  dijauhkan  dari  bapaknya.
Tidak  ada  yang  berani  menyebut  namanya  karena takut  di  Cap  PKI, ditahan  dan  dibuang  tak  tahu  rimbanya  menjadi  momok  bagi  kebanyakan  rakyat  kecil  di  bumi  Pertiwi ini. Di penghujung  senja  hayatnya, kisahnya tak seindah jasa-jasanya untuk Kemerdekaan Indonesia.
Dalam buku Soekarno Poenja Tjerita terbitan tahun 2016. ," tulis @sejarahRI tercatat "Semangat  Bung  Karno  sudah hilang bertahun-tahun sebelum itu. Saat Jenderal Soeharto menahannya di Wisma Yaso. Sukarno diasingkan dari rakyat yang dicintainya. Bahkan keluarga pun dipersulit untuk menjenguknya.
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto menjadi saksi bisu di detik-detik terakhir kehidupan Sang Proklamator, Sukarno.Bung Karno wafat tanpa penghargaan dan penghormatan dari bangsanya. Bahkan permintaannya  untuk  di makamkan  di  Bogorpun  tak  pernah  terwujud
Pada Minggu  pagi, 21 Juni 1970, pukul 07.07 WIB.Presiden RI Soekarno mengembuskan nafas terakhirnya di ruang perawatan RSPAD Gatot Subroto, beliau  mengidap gagal jantung, komplikasi ginjal, reumatik dan sesak nafas.
Dalam buku lain berjudul IR. Soekarno karya Wahjudi Djaja, tertulis bahwa sakit yang  diderita Sukarno sejak Agustus 1965 semakin parah. Ia kemudian memohon kepada Soeharto agar diizinkan kembali ke Jakarta melalui putrinya, Rachmawati.
Setelah mendapat izin, dengan status tahanan. Pengamanan terhadap Sang Proklamator diperketat. Bung Karno akhirnya dipindahkan ke Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala) Saat kondisinya semakin memburuk dan menurun, pada Sabtu, 20 Juni 1970, pukul 20.30 WIB, keesokan harinya mengalami koma.
Dokter yang merawat Sukarno lalu meminta putra putri Sang Proklamator untuk berkumpul. Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh, dan Rachmawati pun hadir di rumah sakit saat itu, Minggu, 21 Juni 1970, pukul 06.30 WIB.
Pukul tujuh lewat, perawat yang bertugas mulai mencabut selang makanan dan alat bantu pernapasan dari tubuh Sukarno. Putra  puteri  Sang  Proklamator  kemudian mengucap takbir.Melihat kondisi sang ayah, Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya. sebelum kalimat itu selesai, Sukarno mengucap nama sang pencipta."Allah...," bisik Sukarno perlahan  seiring embusan nafas purnanya.
Kami  cinta  damai  dan  cinta  kemerdekaan, yang  mewarisi  semangatmu  Terima  kasih  untuk  segala  yang  dikau  wariskan  bagi  Indonesia, Pancasila, dan  semangat  untuk  terus  maju  agar  Indonesia  semakin  Raya, menjadi  surge  yang  damai, saling  menghormati, bhineka  tunggal  Ika  seperti  yang  dikau  cita-citakan.
Doa  kami  tak  akan  putus  untuk  mengenang  dan  mengiringimu, semoga  jiwamu  damai  dalam  pelukkan  Kasih  dan  kerahiman  Ilahi, Terima  kasih  Sang  Proklamator, Tuhan  sungguh  Baik  menganugerahkan  dirimu  untuk  mengukir  dan  memeterai  Sejarah  Pertiwi  ini.