Menulis dan membaca adalah hobbyku sejak kecil. Bapakku selalu memberikan Novel untuk kubaca, seingatku waktu kelas 4 SD, novel Tenggelamnya Kapal Vandervicj, Salah Asuhan, Siti Nurbaya, dll telah kubaca, biasa setelah membaca buku bapak selalu menanyakan alur ceritanya. Mungkin dari situlah saya terbiasa untuk mencitai buku. Dari buku saya bisa berkhayal mengembangkan imajinasiku. Selain itu saya juga senang berpuisi ( membaca Puisi dari para pengarang terkenal) dan ikut lomba baca Puisi serta selalu dapat juara, itu kualami dari SD hingga SPG.
Bagiku menulis tidak hanya sekedar hobby tapi juga suatu terapy bagi kesehatan mental dan jiwa, menyeimbangkan emosi dan mengolah rasa, karsa dan menggali ide-ide baru. Menulis juga melatih kedisiplinan, belajar berpikir teratur, terstruktur dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis seperti melukis menciptakan keindahan ide dan menggambarkan sesuatu secara original, jelas, jujur, apa adanya dan dibalut keindahan. Bagiku JURNALISTIK berarti JUJUR, ORIGINAL, ANALISIS, OTENTIK.
Saya biasa menulis diary, mulai dari SD hingga masuk biara, buku-buku itu saya bawa dan saya teruskan dibiara ada 5 buku tebal. Nah ada cerita yang menyesakan dan lucu karena keluguanku. Sewaktu saya di Noviciat ( masa Pendidikan membiara ) dan akan menerima busana biara Pemimpin Novisku memberikan pelajaran yang temanya “ Lepas Bebas”, : “Apa yang melekat bagimu dan menghalangimu untuk mengikuti Kristus, lepaskanlah, musnahkanlah apapun itu”, begitu kata beliau. Bagiku yang kulekati adalah buku-buku yang berisi Puisi, refleksi,dan Diaryku. Dengan berat hati saya ingin memusnahkan buku-buku itu, karena saya ingin mengikuti Yesus secara total. Maka pergilah saya ketempat pembakaran dikebun belakang, untuk membakar 5 buku tebalku, sambil menangis kubakar buku-buku itu. Tak kusangka saat itu Sr Maria Xavera Provincial SND waktu itu, berdoa Rosario dikebun belakang dan sampai di tempat pembakaran. Dia melihatku menangis dan bertanya mengapa? Kuceritakan mengapa saya membakar buku-buku itu. : “Ne..ne, mengapa dan, kamu bakar buku-buku itu, sayang sekali, katanya dengan logat German yang kenthal. “Nanti kamu ke kamar saya ya, lanjutnya”. Ketika saya kekamar Sr Maria Xavera, beliau memberi buku tulis tebal pada saya dan meminta untuk menulis renungan, refleksi dan Puisi agar membantuku untuk semakin peka pada sapaan Tuhan, Semesta dan sesama. Buku itu masih sampai sekarang yang saya tulisi mulai tahun 1981. Dari Buku itu lahirlah Buku Kumpulan Puisiku yang pertama yang berjudul “ Simponi Kasih Untuk-Mu” yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius. Meskipun saya menulis tetapi hanya didalam buku tebal itu, waktu itu belum ada computer apalagi Lap Top. Saya hanya menulis dibuku dengan tulisan tangan.
Sewaktu kami tersiat th 1990 di Roma Pembimbing Rohani kami adalah Romo Paulus Suryodibrata SJ (yang waktu itu menjabat sebagai Asisten JendralSJ )Setiap kali saya menghadap selalu saya tunjukkan buku yang tebal, yang saya tulisi refleksi dan cerita apa saja mulai dari Belanda sampai ke Roma. Romo Suryadibrata menasihatiku secara pribadi untuk merasul lewat tulisan, karena audience nya melampau banyak orang dan amat efektif, pesan itu kusimpan dalam hati.
Sepulang di Indonesia waktu untuk mewujudkannya tidak ada karena saya dibelenggu banyak tugas dan kesibukan meskipun saya masih terus menulis dengan tangan di buku kesayanganku, tidak ada niatku untuk membukukannya. Saya terlampau sibuk sebagai sekretaris Povinsi dengan pelbagai laporan dan pekerjaan yang menyita waktu. Saya baru bisa menulis menjelang tidur malam, sebagai refleksi seluruh hari.
Waktu terus berlalu saya pindah tugas di pelbagai tempat dan negara penuh kenangan yang bermakna. Berawal saya bertugas di Jakarta lagi tahun 2003, saya mulai rajin menulis tidak hanya dibuku, tapi di Majalah Paroki St Thomas Rasul, di INSPIRASI, dan HATI BARU milik kongrgasi MSC, juga beberapa kali diminta temanku untuk menulis di Koran Jakarta. Suatu hari saya menerima surat yang ditulis tangan amat bagus tulisannya seperti tulisan tangan bapakku. Setelah kubuka sangat mengejutkan isinya :” Suster Monika ayo kita merasul lewat tulisan”, tulisannya ditulis dengan huruf indah oleh Br Anto Marsudiharjo, FIC. Saya seperti disengat sesuatu diingatkan kembali oleh pesan Romo Surodibrata. Saya mengenal Br Anton meskipun sudah tua namun sangat bersemangat untuk mengajar anak SLB dan masih rajin menulis! Ini merupakan cambuk bagi saya, mengapa saya tidak punya waktu untuk menulis? Atau saya puas berkubang dengan kemalasan dan ketidak disiplinan saya?
Terbit buku perdana kumpulan Puisi dari tahun 1981-1992
Menjelang Pesta Perak saya bermaksud untuk mengumpukan Puisi saya dan menerbitkannya. Saya mengutarakan kepada teman saya Bp Sugeng yang waktu itu bekerja di Gramedia ( Grasindo) dan disambut gembira, beliau mau mengedit Puisi saya dan memberi dukungan serta mengatakan bahwa tulisan saya original dan berkarakter, dari situlah terbit buku Puisi yang berjudul “Simfoni Kasih UntukMu” yang merupakan kumpulan Puisi dari tahun 1981- 1992. Oleh Bapak Agustinus Sugeng Aguspriyono, saya diajak menulis bareng dengan 4 Kepala Sekolah Katolik dan lahirlah buku Pendidikan Karakter untuk murid SD kelas 1 – 6.
Suatu hari saya didatangi seorang editor dari Elexmedia untuk menulis buku yang bertemakan untuk anak, saya belum kenal dengan Mbak Agnes Meryana S, katanya beliau tahu untuk menghubungi saya atas anjuran mbak Indah dari majalah HIDUP. Rupanya dengan menulis saya tambah koneksi dan kenalan yang punya minat yang sama.
Setelah ngobrol sana sini akhirnya saya punya ide untuk mengangkat persoalan & penderitaan anak-anak yang Orang tuanya bercerai, ditengah kesibukan saya sebagai Kepala Sekolah SD Notre Dame saat itu, saya tulis buku yang berjudul “ Pa. Ma, Kembalikan Surgaku” dan diterbitkan oleh Elexmedia Komputindo, setelah itu satu persatu lahirlah buku saya dan rasanya semakin banyak menulis semakin peka akan kejadian sehari-hari, maupun apa yang saya alami menjadi “Sumber inspirasi” Munculah ide untuk membuat Novel yang isinya mendidik nah 5 Juni lalu Novel perdana itu sudah terbit dengan judul “ Semburat Putih Pelangi Kasih” namakupun kusamarkan menjadi Monic de Blor artinya Monika dari Blora agar lebih keren, Ceeeile tiru para pengarang England jamannya Charlotte Bronte.
Sebenarnya Novel itu sudah siap terbit sebelum saya tugas di Philippines, namun karena penerbit yang mau menerbitkan mengalami kesulitan finansial (rugi karena perubahan kurikulum Sekolah ) sehingga tidak bisa mensuplay buku Fiktif dan sejenisnya maka buku yang lain gagal terbit, sepulang saya dari Philippines naskahku kuambil dan kucoba tawarkan di Elexmedia dan ditanggapi, betapa senangnyahati ini.
Membuat Majalah Sekolah
Sewaktu saya jadi Kepala Sekolah SMP Notre Dame, saya ingin agar bakat menulis para murid tersalurkan dan supaya mereka menekuni hobby yang postitif. Ide ini saya lontarkan ke para guru dan ditanggapi dengan baik, kami panggil pakar untuk memberi pelatihan Jurnalistik dan dibimbing oleh Bp Bobby Pr lahirlah Majalah Notre Dame yang menjadi alat pewartaan dan komunikasi dengan Orang tua murid dan masyarakat. Para guru & murid yang tertarik pada Jurnalistik terlibat dalam majalah ini, dari TK hingga SMU. Majalah ini juga menambah nilai plus bagi sekolah setiap kali ada akreditasi dan berulang kali meraih prestasi di ajang HIDUP Award yang diadakan oleh seksi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Jakarta.
Dengan mengeluti jurnalistik makin lama memang makin asyiik, saya tidak merasa bosan bahkan bersemangat apalagi banyak majalah muncul karena terinspirasi dengan majalah ND misalnya majalah PDKK Betlehem, MERASUL ( Majalah paroki Thomas Rasul). Bagiku menulis banyak segi positifnya, begitu juga dengan membaca, namun menulis lebih ada nilai plus nya yaitu sebagai lahirnya sebuah karya dari ide-ide Si Penulis. Saya semakin punya banyak teman, sahabat, sesama penulis, saling share ide, bahkan saya bahagia bisa menyelamatkan pasangan untuk tidak bercerai setelah mereka membaca Buku yang kutulis dan berkonsultasi denganku. Saya menyediakan waktu kepada mereka via email. Saya lebih sabar, terbuka melayani, dan mendengarkan orang lain.
Itulah suatu panggilan baru dalam karya pelayananku, memberi pencerahan dan kelegaan dan suatu yang lebih baik pada tulisanku untuk sesama. Menulis itulah identitasku, itulah panggilanku yang membuatku untuk selalu siap dan bertanggung jawab untuk mengungkapkan kejujuran, kebenaran, kebaikan, dan apa yang berkenan bagi Tuhan & sesama. Apalagi saya selalu teringat kata Mutiara Sastrawan besar dari Blora “Orang boleh pandai setinggi langit,tapi selama ia tidak menulis,ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.Menulis adalah bekerja untuk keabadian” ( Pramoedya Ananta Toer)
Oleh Sr Maria Monika Puji Ekowati, SND
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI