Ini cerita lama yang senantiasa berseri,hendak kusharingkan sebagai bentuk Puji, syukur akan anugerah Ilahi. Waktu itu ketika saya memulai kehidupan sebagai seorang Novis ( calon suster / biarawati, dalam masa pendidikan ). Bagiku setiap fajar adalah mulainya hari baru yang perlu dipersiapkan dalam keheningan untuk memantapkan hati, siap mengarungi keseharian HIDUP yang belum kuketahui aral melintangnya.
Kuibaratkan mengawali hari pada setiap fajar seperti pesawat yang siap untuk lepas landas, pesawat itu dalam posisi diam, hening,tak bergerak namun siap mesin dan segala onderdilnya untuk membuat gerakan yang luar biasa untuk naik pada ketinggian menembus cakrawala, yang mungkin tidak bersahabat.
Demikian pula dengan menembus atau menjalani kehidupan, seseorang perlu menyiapkan hati. Hati adalah tabernakel tempat tahta Allah Sang Sumber Hidup, tempat berkumandangnya suara hati yang menjadi jalan penuntun kehidupan seseorang.
Kalau hati kita bersih, maka pikiran kitapun bening, kita menjadi tulus dalam bertutur kata, berpikir, berkehendak dan bertindak serta menjalankan segala aktifitas. Sebaliknya kalau hati kemrungsung ( tidak adanya rasa tenang, damai serba tergesa) maka apa yang kita lakukan hari itu juga berantakan, tidak teratur, bahkan gagal.
Susterku yang dari Belanda pernah cerita, orang Negara Kincir Angin selalu menasihatkan pada anak-anak bahkan hal ini menjadi kebiasaan bagi mereka yang sudah tua, “Bahwa kalau bangun pagi hendaknya kaki kiri dulu yang menginjak tanah/lantai”. Ini dimaksudkan supaya setiap kita punya kesadaran sejak awal bangun tidur kaki kiri sebagai gerakan pertama untuk menggugah otak kanan meraih rasa kepenuhan hati dari rahmat Tuhan yang bekerja selama kita tidak sadarkan diri dalam keterlelapan tidur kita.
Kesadaran sangat penting mendorong, memacu atau menjiwai kita supaya hidup yang hendak kita jalanani punya makna dan membuahkan sesuatu yang berguna bagi perwujudan ibadah kita demi “Kemuliaan Tuhan”, berguna bagi diri sendiri dan sesama ( Kita dimampukan untuk menjadi berkat bagi sesama).
Pada saat saya mengikuti Formation for Formator Course di Roma, ada salah satu pembimbing rohani yang mengajak para peserta untuk mengingat, mencatat, menggali dan menemukan kebiasaan para peserta pada saat bangun tidur. Dari kebiasaan itu hal-hal positif apa yang ditemukan, yang membantu untuk menjalani hidup lebih baik dari hari kehari?
Dalam keheningkan kami berusaha mencari hal-hal yang menjadi kebiasaan disaat bangun pagi. Saya biasa bersujud begitu bangun tidur, merentangkan tangan dan berdoa, dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan dan Bunda Maria, terus mandi, dan bercermin pada saat bercermin saya mengatakan dalam hati kepada diri sendiri : “ Tuhan inilah aku, yang DIKAU cintai TANPA SYARAT”.
Hidup penuh misteri, kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi? Mungkin kita sudah membuat jadual yang rapi, tapi tiba-tiba harus meninggalkan jadual itu untuk melakukan sesuatu yang lebih penting yang menuntut perhatian dan waktu kita untuk segera diselesaikan. Ini amat sering terjadi dalam kehidupan saya. Bahkan kadang kita dihadapkan dengan seribu satu macam masalah diluar dugaan, yang menguras pikiran, energy dan emosi kita.
Sebagai manusia kita sering berharap, maunya sih segalanya berjalan sesuai dengan rencana dan kehendak kita. Seperti saya juga sering berharap seperti itu. Pagi penuh persiapan batin, terus ke kantor,memutar lagu di radio sekolah, supaya hati anak-anak menjadi riang gembira sebelum mengawali aktivitas di sekolah, menyalami dan menyapa anak-anak dan orang tua murid yang menghantar anaknya.