Berbicara mengenai Sulawesi Tengah tentunya identik dengan keberagaman Budaya, Suku, Ras, Agama, Wisata dan tentunya kaya akan Hasil Bumi. Jauh di pelosok daerah Sulawesi Tengah ada satu Lembah yang sangat unik, Lembah Lore namanya.Â
Awalnya tempat ini lebih dikenal dengan "sarang teroris Mudjahidin Indonesia Timur" karena sempat menjadi salah satu pusat dilaksanakannya Operasi Tinombala.Â
Jauh dari hal itu ada sesuatu yang spesial dari Lembah Lore, lembah 1000 megalith dan padang savana yang terbentang luas menjadikan daerah ini sangat indah.Â
Tak hanya itu, untuk wilayah Sulawesi Tengah, Lembah Lore menjadi salah satu pemasok bahan pangan terbesar seperti sayur-sayuran. Hasil bumi melimpah, alam yang masih sangat terjaga, embun pagi, kekeluargaan, toleransi serta kepedulian masyarakat yang ada menjadi hal yang paling dirindukan oleh setiap anak rantau dari Lembah Lore.Â
Lembah Lore atau yang sering disebut dengan Tampo Lore terbagi atas tiga daerah yaitu Lembah Napu (Tampo Pekurehua) yang lebih dikenal dengan padang savana dan hutan pinus yang terbentang luas, Lembah Bada dan Lembah Behoa yang lebih dikenal dengan lembah 1000 megalith.
LEMBAH NAPU (TAMPO PEKUREHUA)
Tampo Pekurehua yang berjarak sekitar 101 KM dari kota Palu ini terdiri atas tiga kecamatan (kecamatan Lore Utara, Lore Timur serta Lore peore).Â
Lembah ini merupakan wilayah penyangga dari Taman Nasional Lore Lindu pada wilayah kerja Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Bidang Pengelolaan Wilayah III Poso.Â
Selain TNLL yang kebanyakan dikunjungi oleh peneliti dari luar negeri, salah satu yang selalu menjadi tujuan para anak muda yaitu hutan pinus dan padang savana (Padang Napu dan bukit Porambua).
Pada umumnya masyarakat terlebih khusus kaum milenial lebih mengenal tempat tersebut dengan nama "bukit Teletybies", seiring berjalannya waktu masyarakat mulai menyebut nama tempat ini dengan nama yang sebenarnya yaitu "BUKIT PORAMBUA".Â
Porambua merupakan sebuah tempat dimana masyarakat Pekurehua dahulu menyalakan api agar ada asap sebagai media informasi dari setiap masyarakat Pekurehua yang bepergian ke luar daerah  untuk masyarakat yang ada di kampung bahwa mereka akan atau telah kembali.
Belakangan ini Porambua menjadi tempat spot foto favorit bagi setiap orang yang berkunjung ke Napu. Akan tetapi sampai saat ini keamanan di daerah ini belum sepenuhnya terjamin karena adanya sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab, siapa lagi kalau bukan Ali Kalora CS (Mudjahidin Indonesia Timur) yang sebelumnya dipimpin Alm Santoso dan Alm Daeng Koro.Â
Sejak dulu sebenarnya tempat ini sangat strategis untuk masyarakat di sekitarnya, akan tetapi masalah keamanan selalu menjadi kendala.
Selain potensi wisata yang sangat bagus, Napu merupakan tanah yang sangat subur. Daerah ini merupakan daerah di wilayah Lembah Lore yang menjadi pemasok sayur terbesar di Sulawesi, bahkan sampai beberapa daerah di Kalimantan seperti Samarinda dan Balikpapan mendapat pasokan sayur-sayuran dari Napu melalui pelabuhan Wani / Pantoloan di Palu.Â
Hanya butuh beberapa perhatian khusus dari pemerintah daerah sehingga daerah Napu menjadi tertata dengan baik, dan juga dengan harapan agar kiranya pihak berwajib dapat secepatnya membereskan urusan terorisme yang sudah sejak lama menjadi momok serta salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
LEMBAH BEHOA
Daerah ini tidak berada begitu jauh dari Lembah Napu. Hutan lebat, persawahan, adat istiadat yang masih cukup kental serta cagar budaya POKEKEA menjadi ciri khas dari lembah ini. Situs megalith yang tersebar di hamparan padang savana adalah ikon utama daerah ini. Lembah Megalitikum Besoa terletak sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut.Â
Untuk menuju ke situs purbakala yang menyimpan cerita dari zaman prasejarah itu, kita harus berjalan kaki kurang dari 1 kilometer melewati pesawahan dan menyaksikan kerbau-kerbau petani yang sedang berkubang.
Selain di situs Pokekea ada beberapa situs lainnya di beberapa desa yang sama dilindungi sebagai warisan budaya daerah Sulawesi Tengah. Sama halnya dengan wisata di Lembah Napu, akses menuju ke tempat ini perlu diperhatikan lagi
LEMBAH BADA
Jika berbicara tentang Lembah Bada yang terbesik dalam pikiran setiap orang adalah adat istiadat yang masih sangat dijunjung tinggi dan yang terutama adalah PATUNG PALINDO (Sang Penghibur).Â
Di lembah inilah megalith terbasar kedua di dunia berada, Patung Palindo. Patung ini merupakan situs tua peninggalan masyarakat Austonesia yang di perkirakan sudah ada ribuan tahun sebelum masehi. Palindo (bahasa Indonesia: Sang Penghibur) atau Watu Palindo dalam bahasa Bada, adalah sebuah patung batu megalitik setinggi 4.5 meter yang terletak di Lembah Bada, Lore Selatan.Â
Palindo adalah patung terbesar di daerah ini dan yang paling terkenal, terletak sebelah selatan dari desa kecil Sepe. Patung ini disebut sebagai representasi dari penduduk mitologis pertama dari desa Sepe yang bernama Tosaloge.Â
Sebuah legenda lokal menceritakan tentang Raja Luwu, yang memerintahkan 1800 orang rakyatnya untuk memindahkan patung itu dari Sepe ke Palopo ---yang terletak sangat jauh ke arah selatan--- untuk membuktikan dominasinya atas wilayah Bada, namun usaha ini gagal.Â
Patung ini pada awalnya menghadap ke arah Luwu di selatan, tetapi orang-orang Bada memutarnya menghadap ke barat sebagai bentuk penghinaan terhadap Raja, dan ketika para pengikut Raja ini mencoba untuk mengubahnya kembali, patung ini jatuh ke samping, dan membunuh 200 orang dari mereka. Di masa lalu, tumbal dibawa ke patung ini sebelum memulai kegiatan baru, seperti membuka kebun baru.
Palindo digambarkan berwajah ceria dan ramah. Tinggi batu ini mencapai sekitar 4 setengah meter dengan ukiran tubuh berbentuk oval, memiliki mata yang bulat dan hidung besar yang memanjang ke bawah. Pahatan mulut yang dalam berbentuk sebuah senyuman melengkapi batuan megalitik ini
Lembah Lore dan segala keunikan serta keindahan didalamnya saat ini hanya membutuhkan kaum milenial yang mempunyai rasa "memiliki" agar dapat berkembang lebih maju dan dapat lebih dikenal di masyarakat luas. Seiring dengan perkembangan waktu, potensi-potensi wisata yang ada di Lembah Lore akan sangat membatu pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat setempat.Â
Mengapa harus kaum milenial? Karena keadaan sekarang membuat kita tidak luput dari teknologi dan tentunya hal tersebut melibatkan kaum milenial. Terlepas dari hal itu semestinya pemerintah melakukan pengembangan potensi-potensi yang ada di setiap daerah secara merata entah itu potensi wisata maupun hasil bumi agar dari keduanya dapat membatu pemerataan status ekonomi di daerah Lembah Lore dengan melibatkan banyak SDM dari Lembah Lore.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI