Mohon tunggu...
Monica Salsabilla
Monica Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

Mahasiswa Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengenal Frilled Shark, Ikan Hiu Seperti Belut

29 Desember 2021   15:31 Diperbarui: 29 Desember 2021   16:00 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenal Frilled Shark, Ikan Hiu Seperti Belut


sharknewz.com

Frilled shark atau Hiu berjumbai (Chlamydoselachus anguines) merupakan spesies ikan hiu primitif yang masih hidup dari famili Chlamydoselachidae. Hiu berjumbai ini merupakan salah satu dari dua spesies yang diketahui saat ini dari famili Chlamydoselachidae. Nama anguines diambil dari bahasa latin yang artinya seperti ular. Sementara, para peneliti sebelumnya memberi julukan frilled shark sebagai ikan hiu seperti belut. Frilled shark juga merupakan spesies ikan hiu yang hidup di laut dalam. Hiu ini dapat hidup di laut dalam yaitu bathypelagik sampai kedalam 1000—1.570 m.

Klasifikasi dari Hiu berjumbai berdasarkan Fishbase (2015: 1).

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Chondrychthyes

Ordo: Hexachiformes

Famili: Chlamydoselachidae

Genus: Chlamydoselachus

Spesies: Chlamydoselachus annguines (Garman, 1884).

Pengamatan pertama spesies ikan hiu berjumbai pada tanggal 27 Agustus 2004, dilakukan oleh Rov Johnson-Sea-Link II di Dataran Tinggi Blake Amerika Serikat. Kemudian, pada 21 Januari 2007 seorang nelayan Jepang menemukan spesies ikan hiu berjumbai jenis kelamin betina sepanjang 1,6 m di permukaan laut akibat kelelahan atau sakit dan ikan hiu ini dibawa ke Taman Laut Awashima di Shizuoka, di mana ia mati setelah beberapa jam. Garman, dan banyak penulis sejak itu, telah mengembangkan hiu berjumbai sebagai penjelasan atas penampakan ular laut. Karena ukuran hiu yang sederhana, beberapa ahli kriptozoologi telah mengemukakan keberadaan kerabat raksasa, terutama karena spesies Chlamydoselachus yang lebih besar diketahui dari catatan fosil.

Ikan hiu berjumbai selain ditemukan di perairan Jepang, ikan ini juga telah ditemukan di Afrika bagian selatan yaitu Chlamydoselachus africana dan Chlamydoselachus anguines di Taiwan. Spesimen yang ditemukan menurut peneliti yang mengamati kedua spesimen ini, mengungkapkan bahwa setiap spesies Chlamydoselachus memiliki tingkat perbedaan dalam pengukuran proposional antar daerah. Selain kedua spesimen tersebut, ada satu atau lebih spesies Chlamydoselachus yang terlibat akan menjadi spesies yang kompleks.

Penelitian yang dilakukan dengan pengukuran menunjukkan perbedaan proposional yang konsisten antar spesies Chlamydoselachus. Panjang kepala yang lebih besar 17,3-17,9% untuk C. africana, sedangkan 13,1-16,2% untuk C. anguineus, panjang prepektoral yang lebih besar, 17,0% versus 13,6-15,9%, lebar interorbital yang lebih luas 6,0% versus 4,2-5,5%, lebar bagian dalam lebih besar 4,4% berbanding 3,1–3,9%, lebar mulut lebih lebar 7,0% berbanding 4,0–6,3%, dan bukaan insang yang lebih panjang secara proporsional. Perbandingan langsung spesimen Jepang (termasuk holotipe C. anguineus) dan spesimen Taiwan mengungkapkan subset pengukuran lebih lanjut termasuk perbedaan dalam ruang anus-kaudal lebih pendek pada C. africana 0,8% dibandingkan C. anguineus pada 1,5-1,6%, tinggi kepala lebih lebar 7,3%.

Distribusi ikan hiu berjumbai berada di Atlantik tenggara, untuk C. africana dikonfirmasi hanya dari Angola selatan ke selatan ke Namibia. Meskipun catatan Samudera Hindia langka, spesies Chlamydoselachus telah ditangkap di perairan laut lepas pantai Transkei, Provinsi Eastern Cape, Afrika Selatan dan di lepas pantai kwaZulu-Natal. Spesimen yang ditangkap dari lepas pantai Transkei diambil pada kedalaman antara 1230 dan 1400 m, sedangkan spesimen kwaZulu-Natal ditangkap pada kedalaman sekitar 300 m oleh nelayan perahu ski. Kemudian dilaporkan oleh Smith (1951) tentang seorang pemancing yang diduga menangkap spesies Chlamydoselachus dari dermaga di Port Alfred.

Distribusi ikan hiu berjumbai secara luas hampir di seluruh dunia namun tidak merata. Penyebarannya dari Samudra Hindia Barat; Laut lepas Afrika Selatan; Pasifik Barat; dari Jepang hingga Selandia Baru; Pasifik Timur; California Selatan; Amerika Serikat hinga Chili Utara; Atlantik Timur; Norwegia Utara hingga Nambia Utara. Ikan hiu berjumbai sebagai hewan yang dominan di perairan dalam biasanya hidup di dekat dasar laut mencapai kedalaman perairan bathypelagik sekitar 1000 m. Habitat pada perairan ini termasuk dingin karena kedalaman air yang sangat dalam sehingga tidak terkena cahaya matahari.

Kemampuan ikan hiu berjumbai ketika berdistribusi dan berkomunikasi sulit diketahui karena keberadaanya di laut dalam yang sulit diamati. Namun, berdasarkan informasi yang terkumpul ikan hiu berjumbai mungkin menggunakan gurat sisi (lateral line) dan inder peraba untuk bernavigasi ke berbagai wilayah perairan laut dalam sepanjang kontur dasar laut. Hiu berjumbai juga sensitif terhadap suara atau getaran jarak jauh dan terhadap electrical pulse yang dilepaskan dari otot-otot hewan ini. Selain itu, ikan hiu berjumbai memiliki kemampuan untuk mendeteksi perubahan tekanan air untuk membedakan dari atas ke bawah.

Hiu berjumbai juga disebut sebagai fosil hidup karena spesies ikan hiu ini tidak mengalami perubahan hampir selama jutaan tahun. Hal in dikarenakan karakteristiknya yang tidak berubah selama kehidupanya ketika beradapatasi dengan habitat perairan dalam yang hampir tidak memiliki kompetisi. Spesis ikan hiu berjumbai memiliki morfologi yang mirip dengan ikan belut namun terdapat perbedaan jelas diantara keduanya.

picture2-61cc02a006310e70a47b1212.jpg
picture2-61cc02a006310e70a47b1212.jpg

[ López‐Romero dkk. 2020]

Kepala ikan hiu berjumbai lebar dan pipih dengan moncong berbentuk bulat pendek. Lubang hidung (nostril) terdapat celah vertikal yang dipisahkan menjadi bukaan masuk dan keluar lipatan kulit. Mata ikan hiu ini berukuran cukup besar berbentuk oval seperti mata kucing. Ciri khas ikan ini selain seperti ular atau belut ikan ini memiliki gigi tricuspid kecil dikedua rahang, karena rahang ikan hiu berjumbai sangat panjang barisan gigi ikan ini cukup lebar berjumlah 19—28 gigi rahang atas dan 21—29 gigi rahang bawah.

Panjang ikan hiu berjumbai mencapi 1,35—1,5 m sedangkan, hiu dewasa bisa mencapai 2 m. Warna ikan hiu berjumpai yaitu berwarna cokelat tua atau abu-abu pada bagian atas warna tersebut lebih terang dibandingkan dengan bagian bawah. Insang ikan hiu ini memiliki enam pasang insang dengan insang “frilly” yang dimana terdapat celah insang pertama yang berhubungan dengan rahang bawah membentuk seperti kerah.

Sirip punggung ikna hiu berjumbai seperti lobus kecil yang memiliki jarak jauh dengan sirip bagian perut dan sirip bagian dorsal lebih besar dibandingkan sirip punggung, serta sirip dada lebih kecil berbentuk dayung dan memiliki sirip ekor panjang. Ikan hiu berjumbai memiliki lipatan kulit yanh tebal namun fungsinya belum diketahui kemungkinan besar digunakan untuk mencerna mangsa ukuran besar di sepanjang perutnya, lipatan ini juga berbeda pada bagian tengah relatif lebih panjang dibandingkan ikan hiu betina

Sumber makanan dari hiu berjumbai atau frilled shark berasal dari jasad-jasad ikan yang sudah mati atau kelelahan akibat berenang dari tempat pemijahan. Ikan yang biasanya dimakan yaitu cumi-cumi, ikan bertulang, dan ikan hiu lain. Tingkah laku ikan hiu berjumbai saat memangsa makanan yang menghampirinya dengan cara mengejutkan mangsanya melalui tubuhnya yang akan melengkung seperti pegas, posisi tubuh bagian sirip belakang akan dikuatkan dan menangkap mangsa dengan gerak cepat. kemudian, bagian celah insang yang dimilikinya akan tertutup menciptakan tekanan internal negatif untuk menyedot ikan yang dimangsa ke dalam mulut.

Ikan yang dimangsa akan diterkam terlebih dahulu menggunakan gigi kecil tajam yang melengkung ke belakang untuk merobek tubuh atau tentakel cumi-cumi. Selain itu, karena memiliki rahang yang panjang dan fleksibel ikan hiu berjumbai diduga dapat memakan mangsa yang berukuran besar hingga setangah dari ukurannya. Penelitian mengenai ikan hiu ini pernah dilakukan dengan pengamatan cara makannya di sebuah penangkaran, dan menunjukkan bahwa gigi gelap pada hiu dapat digunakan untuk mengelabui mangsa dalam menyerang dan menjerat.

Berdasarkan penemuan ikan hiu berjumbai dengan panjang 1,6 m yang tertangkap di laut lepas pantai Jepang, ketika dilakukan pengamatan melalui isi perutnya ikan hiu ini memakan Japanese catchark (Apristurus japonicus) sebesat 590 g. Selain ikan hiu terdapat ikan kecil lain serta cumi-cumi yang merupakan makanan sehari-seharinya, dan ikan besar laut terbuka seperti Onychoteuthis, Stenoteuthis dan Todarodes. Namun, secara keseluruhan ikan hiu berjumbai yang pernah ditemukan isi perutnya kosong atau tidak dapat di identifikasi. Hal ini dikarenakan ikan hiu berjumbai memilki sistem pencernaan yang cepat atau interval yang panjang.

Predator ikan hiu berjumbai yang diketahui hanya beberapa diekatahui seperti ikan hiu pemangsa lain Chondrichthyes. Kemungkinan besar pemangsa dan manusia mendapatkan ikan hiu berjumbai secara kebetulan dan sebagai tangkapan ketika memancing. Hal ini terjadi karena ikan hiu berjumbai menempati daerah laut benthos, yang terkadang tertangkap selama pukat dasar atau terjaring karena sedang menjelajah di dekat permukaan.

Peran ikan hiu berjumbai dalam ekosistem perairan sebagai penghuni dasar yang dapat berkontribusi untuk menghilangkan bangkai organisme laut yang membusuk. Maka hewan ini berperan sebagai biodegradasi, ketika organism laut membusuk mengapung turun dari perairan terbuka laut di atas dan berhenti di dasar laut. Ikan hiu berjumbai dan pengurain bentik sangat berperan penting dalam ekosistem perairan sebagai pendaur ulang nutrisi.

Reproduksi ikan hiu berjumbai dilakukan secara vivipar aplasenta (ovovivipar) yang dimana embrio muncul dari sel telur dalam rahim dengan sel kuning telur sebagai nutrisi calon bayi sampai lahir. Masa kehamilan dari ikan hiu ini bisa sampai 3,5 tahun dengan masa yang terpanjang dari semua vertebrata. Anak yang dilahirkan bisa mencapi 3—15 ekor pada satu waktu bersamaan, ukuran panjang dari ikan hiu baru lahir sekitar 40—60 cm. masa kawin ikan hiu berjumbai tidak jelas karena habitat nya yang berada di kedalaman dasar laut sehingga tidak diepengaruhi oleh musim. Ikan hiu berjumbai jantan yang dapat kawin mencapai kematangan seksual pada panjang 1,0—1,2 m sedangkan pada betina 1,3—1,5 m.  

Fertilisasi pada semua hiu bersifat internal, terjadi di dalam tabung telur atau saluran telur betina. Hiu jantan harus menangkap betina, menggerakkan tubuh mereka sehingga ia dapat memasukkan claspernya untuk mengeluarkan sperma ke dalam lubang. Jantan dan betina berkumpul hanya untuk kawin.

Hiu berjumbai jantan dan betina diketahui akan saling menggigit selama kopulasi untuk mempertahankan posisinya. Selama kondisi kopulasi ikan hiu jantan dengan kantung clasper yang bengkak dan padat sedangkan betina akan mengalamin keputihan dengan air mani di dalam rahim, meskipun kondisi mereka yang saling menggigit namun tidak akan cedera. Bentuk dan susunan gigi ikan hiu berjumbai juga tidak mendukung kerusakan pada sirip ekor selama kopulasi.

 Selama ovulasi ikan hiu berjumbai betina akan melepaskan ovum melalui pori ovulasi di dinding ovarium seperti hiu lain. Ukuran pori ovulasi jauh lebih kecil dibandingkan ovum yang sudah matang, ovum yang menjadi fleksibel akan dipaksa keluar oleh tekanan cairan folikel. Kemudian, ovum akan memasuki ostium bersama dengan cairan folikel, karena ikan hiu betina yang sedang berovulasi mengandung cairan folikel di dalam rongga perut dan rahim.

picture3-61cc038906310e1c2b093e82.png
picture3-61cc038906310e1c2b093e82.png

[ Tanaka dkk. 1990]

Organ reproduksi jantan pada ikan hiu berjumbai memiliki panjang clasper terkecil 95,3 mm dan terbesar 120,0 mm. Berat testis jantan terkecil 20,8 g sedangkan terbesar 30,3 g. Menurut penelitian sebelumnya, berat testis dapat terus meningkat seiring laju pertumbuhan tubuh. Dari data penelitian yang dilakukan pada spesimen frilled shark delapan puluh tiga dari 120 spesimen yang ditmbang memiliki berat testis antara kanan dan kiri berbeda. Berat testis kiri antara 7,20 g hingga 30,58 g dengan rata-rata 14,36 g. Berat testis kanan berkisar antara 8,40 g hingga 28,20 g dengan rata-rata 15, 14 g sehingga berat testis kanan secara signifikan lebih berat dibandingkan berat testis kiri.

Organ reproduksi betin pada ikan hiu berjumbai memiliki sepasang ovarium fungsional dengan berat berkisar 6,9 g hingga 3,48 g. Ovarium dari ikan hiu betina dewasa memiliki berat kurang dari 20 g. Sementara ikan hiu betina pasca ovulasi dan gravid memiliki ovarium yang mengalami atrofi dengan berat kurang dari 200 g. Selain organ ovarium pada ikan hiu berjumbai betina terdapat kelenjar nidamental yang membesar dengan perkembangan ovarium dan akan menyusut ketika perkembangan embrio.  

Chamydoselachus anguineus atau ikan hiu berjumbai memiliki status konservasi yang terdaftar hampir terancam punah yaitu Near Threatened (NT) oleh IUCN Red List: “Spesies perairan dalam yang umumnya jarang hingga tidak umum, dengan beberapa lokasi di mana ia lebih sering di ambil sebagai tangkapan sampingan di beberapa perikanan”. Spesies ikan sebenarnya bukan target ikan yang sering ditangkap oleh para nelayan atau peneliti. Hanya ditangkap jika diperlukan informasi mengenai pengamatan penelitian, namun ini jarang terjadi karena biasanya ikan hiu berjumbai yang berhasil ditangkap kebanyakan ditemukan dalam perairan seperti kasus penemuan ikan hiu berjumbai di Jepang.

Sebagai tangkapan sampingan ikan hiu berjumbai dimanfaatkan bagian daging untuk konsumsi, di jadikan tepung ikan bahan makanan, dan kadang-kadang dipelihara dalam akuarium di Jepang. Meskipun, ikan hiu berjumbai kurang diketahui sejarah kehidupannya, spesies ikan hiu laut dalam ini memiliki tingkat adaptasi atau ketahanan yang kecil terhadap penipisan akibat eksploitasi yang tidak ditargetkan. Ikan hiu berjumbai karena masuk daftar IUCN sebagi spesies hampir terancam punah, hewan ini juga memenuhi kriteria untuk spesies ikan hiu rentan atau Vulnerable.       

Referensi:

Ebert, D. A., & L. J. Compagno. 2009. Chlamydoselachus africana, a new species of frilled shark from southern Africa (Chondrichthyes, Hexachiformes, Chlamydoselachidae) Zootaxa, 2173(1): 1-18.

López‐Romero, F. A., C. Klimpfinger, S. Tanaka, & J. Kriwet. 2020. Growth trajectories of prenatal embryos of the deep‐sea shark Chlamydoselachus anguineus (Chondrichthyes). Journal of fish biology, 97(1): 212-224.

Tanaka S., Y. Shiobara, S. Hioki, H. Abe, G. Nishi, K. Yano, & K. Suzuki. 1990. The reproductive biology of the frilled shark, Chlamydoselachus anguineus, from Suruga Bay, Japan. Japanese Journal of Ichthyology, 37(3): 273-291.

https://oceana.org/marine-life/frilled-shark/

https://animaldiversity.org/accounts/Chlamydoselachus_anguineus/

https://www.marinebio.org/species/frilled-sharks/chlamydoselachus-anguineus/

https://www.sharknewz.com/rare-frilled-shark-caught-in-portugal/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun