Setelah kondisi negara berangsur-angsur membaik setelah pandemi, negara-negara mulai menata kembali negaranya dari berbagai sektor yang terdampak. Di tengah usaha untuk bangkit malah timbul isu krisis pangan global yang salah satunya didorong oleh konflik berkelanjutan di beberapa negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) krisis pangan adalah keadaan dalam masyarakat yang ditandai oleh menipisnya persediaan pangan.
Krisis pangan atau bisa disebut juga suatu kelangkaan dalam pangan, jika didefinisikan secara umum merupakan kondisi yang dialami oleh sebagian masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh karena hal pendorong seperti kesulitan distribusi pangan, perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan, dan konflik sosial termasuk perang.
Sementara menurut salah satu organisasi internasional di bidang pangan Badan Pangan Dunia (FAO), terjadinya kerawanan pangan akut dan malnutrisi yang meningkat tajam, baik tingkat lokal maupun nasional hingga membutuhkan pemenuhan kebutuhan melalui bantuan makanan darurat merupakan tanda terjadinya krisis pangan.
Pemicu krisis pangan yang dipaparkan oleh Global Report On Food Crises yakni, konflik, cuaca ekstrem, wabah penyakit, gangguan hama tanaman dan penyakit hewan, perpindahan populasi yang terpaksa atau pengungsi, serta efek domino pandemi Covid-19.
Beberapa organisasi internasional dunia seperti FAO dan PBB menyerukan masyarakat dunia untuk waspada terhadap krisis pangan global. Dapat dilihat pada kondisi dunia sekarang ini di mana terjadi kenaikan harga bahan pangan.
Di Indonesia sempat terjadi kenaikan harga pangan yang cukup signifikan seperti telur, cabai, bawang, dan beras. Di negara lain yang mengandalkan sektor utama biji-bijian dan gandum mengalami kelangkaan pasokan imbas konflik Rusia-Ukraina yang tidak kunjung usai, seperti diketahui Rusia dan Ukraina merupakan produsen biji-bijian dan gandum terbesar.
G20 sendiri merupakan forum kerjasama yang berfokus pada koordinasi ekonomi dan pembangunan. Anggotanya terdiri dari 20 negara pemegang kekuatan ekonomi dunia yaitu Argentina, Australia, Brazil, Canada, Republik Rakyat Tiongkok, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Republik Korea, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Forum ini berdiri pada tahun 1999 sebagai respon terhadap krisis ekonomi global tahun 1997-1998. Indonesia, terhitung dari akhir tahun 2021 diberikan kesempatan sebagai Presidensi G20 dan akan menjadi tuan rumah dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 ke-17 pada 15-16 November 2022, di Bali.
KTT G20 tahun ini mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger” berdasarkan pada kondisi dunia yang sedang dalam proses pemulihan dan membutuhkan sebuah upaya bersama untuk mendapatkan solusi alternatif pembangunan ekonomi.
Presidensi Indonesia dalam konferensi ini menargetkan tiga prioritas pembahasan yakni; Penguatan Arsitektur Kesehatan Global; Transformasi Digital; Transisi Energi. Dalam hal ini, poin ketiga menjadi salah satu permasalahan yang paling krusial karena menyangkut pembangunan berkelanjutan, pencegahan perubahan iklim, dan efisiensi energi. Selain itu ketahanan pangan juga menjadi fokus bahasan penting di tengah konflik Rusia-Ukraina yang semakin meningkat.
Presidensi G20 yang dipegang Indonesia dapat menjadi momentum untuk meningkatkan sektor pangan dalam hal ini pertanian melalui pengoptimalan peran publik dan swasta. Degan pengoptimalan tersebut, diharapkan representative office untuk mendukung teknologi pangan bisa tersebar di negara-negara G20.
Indonesia sendiri berusaha mengantisipasi krisis pangan dengan kebijakan diversifikasi pangan. Kebijakan diversifikasi pangan yakni memaksimalkan produksi bahan pangan pokok lain selain beras, seperti jagung, ubi, dan singkong. Melalui forum G20, Indonesia bisa meningkatkan kerjasama dengan negara lain di bidang penelitian dan teknologi pertanian.
Indonesia ingin dengan kebijakan diversifikasi sekaligus kerja sama dengan negara G20 maka ketahanan pangan nasional terjaga, terjadinya kesejahteraan petani, serta stabilitas harga di tingkat konsumen terjaga.
Menuju KTT G20 di Bali, di isi serangkaian kegiatan salah satunya pertemuan parliamentary atau P20 di Jakarta baru-baru ini. P20 dengan Presidensi yang dipegang Indonesia mengusung tema “Stronger Parliament for Sustainable Recovery” yang dalam pertemuan tersebut menyinggung soal ancaman krisis energi dan pangan di dunia.
Dalam momen P20, Indonesia sebagai Presidensi G20 mendorong negara lain untuk bahu membahu dalam menghadapi krisis pangan yang diprediksi akan terjadi di 2023. Negara diharapkan bisa berempati supaya jangan sampai ada negara di dunia yang mengalami krisis parah. Langkah yang bisa dilakukan adalah memastikan pendistribusian pangan adil dan merata ke seluruh negara.
Sesuai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, dalam hal peran Indonesia pada krisis pangan, Indonesia mengimplementasikannya melalui kebebasan menjalin hubungan internasional tanpa memihak, serta aktif menyerukan dan mendorong negara lain untuk menjaga solidaritas ketahanan pangan dengan negara lain di dunia agar seluruh negara dapat menghadapi krisis pangan bersama-sama.
Referensi:
Emeria, D. C. (2022, June 22). Berulang Kali Diingatkan Jokowi, APA ITU Krisis Pangan? CNBC Indonesia.
Indoagropedia.pertanian.go.id. 2017. Krisis Pangan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Isdarmadji, N. Q. (2022, 2). Diversifikasi Pangan, Rencana Besar Indonesia Hadapi Krisis Pangan global. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/dari-istana/diversifikasi-pangan-rencana-besar-indonesia-hadapi-krisis-pangan-global
Presidensi G20 Jadi momentum Meningkatkan Ketahanan Pangan. (n.d.). Laman Resmi Republik Indonesia • Portal Informasi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H