Mohon tunggu...
monica jully wulandari
monica jully wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

KLINIK ETIK DAN ADVOKASI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komisi Yudisial sebagai Advokasi Hakim dari Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim

9 September 2023   16:16 Diperbarui: 9 September 2023   16:16 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Hakim merupakan seorang yang diberikan kepercayaan oleh Negara untuk menjadi pengadili suatu perkara di dalam pengadilan, hakim sering disebut sebagai wakil tuhan karna setiap keputusan yang ditetapkan olehnya menyangkut dua bahkan lebih pihak yang sedang bersengketa bahkan dalam perkara pidana putusan hakim dapat memutuskan hidup atau matinya seseorang. Oleh sebab itu, hakim yang memiliki tugas yang mulia harus dihormati dalam setiap putusanya.

      Namun pada faktanya Hakim yang mendapat julukan sebagai wakit tuhan mendapatkan banyak kecaman dari masyarakat, karna putusan yang dikeluarkan oleh hakim tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Bahkan banyak kasus-kasus  dalam berita yang menyebutkan bahwa hakim sebagai seorang yang harusnya dihormati putusan nya malah mendapatkan perilaku-perilaku yang tidak menyenangkan, sepeti contoh kasus pengerusakan kantor pengadilan negeri bima dan pelaku setelah sidang pembunuhan, hakim pengadilan negeri agama dipukuli oleh oknum polisi diaceh hingga babak belur dan masih banyak lagi kasus perbuatan merendahkan kehormatan dan martabat hakim lainya.

       Komisi yudisial merupakan lembaga Negara khusus yang dibentuk untuk mengawasi hakim dan sekaligus mengadvokasi hakim dari perbuatan-perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan hakim. Komisi yudisial merupakan lembaga Negara yang memantau dan mengadvokasi hakim dari segi eksternal. Dasar hukum pembentukkan Komisi Yudisial pertama kali diatur pada Pasal 24B UUD 1945 Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selanjutnya, ketentuan Komisi Yudisial diatur lebih lanjut pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

      Sedangkan pengaturan mengenai Advokasi hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial diatur Pada pasal 1 angka 1 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa, " Advokasi hakim adalah kegiatan dalam rangka mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim."

       Adapun pengertian dari perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim terdapat pada Pasal 1 Angka 2 yang berbunyi, " perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perbuatan orang perorangan, kelompok orang atau badan hukum yang menganggu proses pengadilan atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim didalam maupun diluar persidangan. "

       Dalam melakukan advokasi, Komisi Yudisial menggunakan prinsip-prinsip dasar yaitu imparsial, professional, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Advokasi Hakim dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, dari permintaan hakim itu sendiri atau kedua diluar dari permintaan hakim seeperti adanya laporan dari orang atau kelompok orang terkait perbuatan merendahakan kehormatan hakim.

     Dalam mengadvokasi hakim,  Komisi Yudisial juga melakukan penanganan laporan atau informasi dan melakukan pelaksanaan sidang pleno. Penanganan laporan atau informasi merupakan pengadvokasi hakim dengan cara menerima berbagai laporan tertulis yang ditujukan kepada Komisi Yudisial. Dan setelah laporan diterima Komisi Yudisial akan melakukan pengelolahan, pengelolahan laporan terdiri dari penerimaan laporan atau informasi, penelaahan laporan atau informasi, penelusuran laporan atau informasi, analisis laporan atau informasi dan rekomendasi dari Komisi Yudisial.

       Komisi Yudisial hanya menerima kasus yang berhubungan dengan perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Misalnya terdapat informasi mengenai dugaan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim yang dilakukan oleh seseorang, Informasi ini harus didukung dengan data-data yang bersifat konkret dan faktual agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dari berbagai pihak.

    Setelah menerima data dan fakta terkait perbuatan merendahkan martabat dan keluhuran hakim tersebut, selanjutnya Komisi Yudisial akan menelaah kasus yang dianggap merendahkan keluhuran martabat hakim tersebut. Selanjutnya Komisi Yudisial melakukan penelusuran laporan atau informasi, penelusuran dilakukan dalam bentuk pemantauan, pencari atau pendalaman laporan guna mendapatkan data-data pendukung lainnya.

      Setelah mendapatkan data yang menyatakan bahwa terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan hakim maka akan dilakukan analisis, Analisis ini akan menghasilkan surat rekomendasi kepada ketua bidang, surat rekomendasi tersebut akan diajukan oleh ketua bidang untuk disampaikan di sidang pleno. Dalam sidang pleno tersebut, akan menghasilkan sebuah putusan. Putusan tersebut dapat berupa 2 hal yaitu melanjutkan ke langkah hukum jika informasi tersebut merupakan perbuatan yang merendahkan kehormatan hakim atau berhenti jika memang informasi dan data-data pendukung yang didapat bukan merupakan perbuatan yang merendahkan kehormatan hakim.

      Dari sidang pleno, ketua bagian memiliki peranan yang amat penting. Ketua bagian berfungsi untuk menentukan perlunya langkah hukum atau langkah lain atas laporan yang diterima. Walaupun demikian keputusan ketua bagian harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari ketua dan/atau wakil Komisi Yudisial.

      Pelaksanaan putusan sidang pleno dapat dilakukan dengan melapor kepada aparatur penegak hukum agar laporan tersebut segera diproses. Kendati demikian, Komisi Yudisial juga tim advokasi hakim. Tim tersebutlah yang akan memantau proses hukum terhadap laporan tersebut dan juga memiliki hak menerima laporan perkembangan laporan.

      Sedangkan untuk langkah lain yang bisa dilakukan oleh Komisi Yudisial ialah koordinasi, mediasi, konsiliasi dan/atau somasi, Meski menggunakan langkah lain dan tidak memakai langkah hukum, Komisi Yudisial tetap membangun tim advokasi hakim untuk mengikuti langkah lain yang diambil setelah putusan sidang pleno.

     Selain untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim, advokasi hakim juga sangat diperlukan untuk putusan hakim karena di era globalisasi sekarang seringkali terjadinya ancaman kepada hakim baik itu berupa fisik maupun verbal. Ancaman ini sering  dilakukan oleh masyarakat kepada hakim atau pengadilan yang menyebabkan hakim dalam memberikan keputusan merasa takut akan sangsi sosial yang didapatkan dari masyarakat, sehingga dalam memberikan keputusannya tidak sesuai dengan asas kepastian dan keadilan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun