Penulis: Monica JR
Dalam diskusi Esoterika Forum Spiritualitas, 31 Mei 2022, Denny JA memaparkan peran penting Muslim feminis di Indonesia. Ia mulai dengan kutipan Fatimah Mernesi, seorang aktivis feminis Maroko:
"Jika hak-hak kaum perempuan mengganggu kaum lelaki Muslim itu bukan karena Quran, bukan karena Nabi Muhammad, namun semata-mata karena hak-hak kaum perempuan itu berkonflik dengan kepentingan mereka, kaum lelaki Muslim."
Ketimpangan gender – Gender Inequality Index (GII) Indonesia tertinggi di ASEAN (2019). Apa itu ketimpangan gender? Semakin tinggi nilai GII, maka semakin buruk tingkat kesetaraan itu.
BAGAIMANA CARA MENGUKURNYA?
PBB di tahun 2010 melalui Human Development Report sudah merumuskan Indeks Ketimpangan Gender. Sebuah formula untuk mengukur ketimpangan gender yang selama ini dibicarakan kualitatif dan konsep saja. Kini sudah bisa dibandingkan dari satu negara dengan negara lain, termasuk perbandingan tiap tahunnya. Karena itu dibutuhkan data kuantitatif untuk dapat diukur secara lebih akurat.
Tiga variabel yang diukur dalam Indeks Ketimpangan Gender ini:
- Pemberdayaan perempuan di sebuah negara. Salah satu contohnya adalah dengan mengukur jumlah keterwakilan perempuan di parlemen. Apakah masih di bawah 30 persen atau sudah mendekati 50 persen? Semakin angka itu membesar ke 50 persen, maka semakin bagus karena berarti telah seimbang antara jumlah keterwakilan laki-laki dan perempuan.
- Labour market. Kondisi kesetaraan di bidang ekonomi. Bagaimana kesetaraan kondisi kerja. Apakah kesempatan kerja itu masih sama antara laki-laki dan perempuan? Apakah juga posisinya memberi benefitnya sama?
- Reproductive health. Mengenai maternal mortality. Dilihat juga berapa banyak kematian perempuan yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahirannya. Ini isu yang penting karena bagi negara-negara yang masih berkembang, tingkat maternal mortality masih tinggi,
Tiga variabel ini yang membuat kita dapat mengukur betapa tinggi atau rendahnya ketimpangan gender.
Hasilnya di tahun 2019. Tingkat kesetaraan gender tertinggi ada di negara-negara Eropa. Di negara-negara tersebut, hak laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan budaya begitu kuatnya dan hampir setara. Korea Selatan masuk dalam 10 besar. Benchmark-nya ada, kita bisa melihat referensinya.
FENOMENA GII DI NEGARA MAYORITAS MUSLIM
Fenomena lain, bahwa dalam top 25 negara-negara yang tinggi kesetaraan gendernya, tidak ada negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Sebuah renungan, mengapa kesetaraan gender yang mayoritas Muslimnya paling banyak hanya di UAE yang berada di ranking 31? Sedangkan Indonesia ada di ranking 103 dari 161 negara yang diukur, tingkat kesetaraan gender kita dapat dikatakann buruk dan di bawah rata-rata. Dari fakta ini, kita menjadi tahu betapa pentingnya peran feminism Muslim.
Buruknya Gender Inequality Index di banyak negara Muslim menimbulkan pertanyaan. Satu pertanyaan yang paling mencolok dari sekian banyak isu adalah “Mengapa hanya laki-laki yang mempunyai hak untuk menafsir Quran?”