Penampilan fisik sesorang selalu sangat diperhatikan, bahkan penampilan fisik orang dapat menimbulkan penilaian masyarakat mengenai baik buruknya orang tersebut. Hal ini disebut sebagai beauty privilege dan dampaknya tentu akan sangat berbahaya, apalagi bagi kalangan anak-anak muda karena mereka sangat mudah terpengaruh. Jika hal ini diteruskan maka akan menghasilkan konstruksi identitas diri berdasarkan penampilan fisik. Tidak hanya di dunia nyata, media sosial pun dengan hebohnya menanamkan perspektif bahwa penampilan adalah segalanya melalui influencer ataupun trend-trend terkini.
Dengan demikian, internalisasi nilai diri seseorang akan terbentuk melalui persepktifnya maupun orang lain akan penampilannya dan hal ini tentu tidak akan menghasilkan hal positif. Rasa tidak percaya diri akan muncul, kemudian merusak kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, bahkan hal-hal kecil seperti bertanya atau menyatakan pendapat.
Maka penanganan yang perlu dilakukan adalah merekonstruksi kembali penghargaan masyarakat akan penampilan itu sendiri. Perlu ditekankan bahwa penampilan bukanlah segalanya dan penampilan tidak dapat menjadi penentu nilai diri seseorang. Melainkan memanusiakan manusia  dengan menghargai mereka karena mereka pantas dihargai bukan berdasarkan penampilan mereka secara fisik, tetapi keunikan mereka secara pribadi dan personal yang dapat membedakan mereka antara manusia satu dan manusia lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H