Mohon tunggu...
Monica Naomi Banjarnahor
Monica Naomi Banjarnahor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Pajak Hiburan: Kenaikan Tarif Hingga 75%, Efektif atau Kontroversial?"

28 Januari 2024   02:53 Diperbarui: 28 Januari 2024   03:05 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Taxation without representation is tyranny." - James Otis 

Transformasi pajak hiburan, yang melibatkan peningkatan tarif pajak atas jasa hiburan hingga mencapai 40 persen hingga 75 persen, menjadi sorotan utama masyarakat Indonesia. Khususnya, para pelaku langsung di dunia hiburan merasa perlu untuk mempertimbangkan implikasi dari kebijakan ini, terutama karena Indonesia masih dalam proses pemulihan dari dampak pandemi Covid-19. 

Menurut Pasal 58 ayat 1 dan 2 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), tarif Pajak Bahan Jasa Tertentu (PBJT) diatur, dengan batas paling tinggi sebesar 10 persen. Namun, untuk jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, tarif PBJT ditetapkan lebih tinggi, berkisar antara 40 persen hingga 75 persen.

Perdebatan seputar kenaikan tarif pajak ini mendapat tanggapan keras dari berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh ternama seperti penyanyi dangdut dan pemilik tempat hiburan karaoke Innul Vizta yaitu Inul Daratista hingga pengacara terkenal Hotman Paris.

Keduanya secara terbuka mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap tingkat tarif yang tinggi melalui akun media sosial pribadi. Keluhan mereka mencerminkan pandangan bahwa kenaikan ini dapat berdampak negatif pada industri hiburan dan ekonomi secara keseluruhan. Mereka juga mengkritik bahwa kenaikan tarif pahak untuk jasa hiburan tertentu bisa mengancam sekitar 20 juta masyarakat yang bekerja dalam ekosistem industri pariwisata. 

Tidak hanya dari kalangan selebriti, tetapi juga pelaku usaha di sektor jasa hiburan secara umum menunjukkan keberatan terhadap peraturan baru yang diterapkan oleh pemerintah. Respons yang mendalam dari masyarakat dan pelaku usaha mencerminkan kekhawatiran akan potensi dampak ekonomi, termasuk potensi penurunan pendapatan dan potensi penutupan usaha di sektor hiburan.

Sebelumnya, aturan yang diatur dalam  UU No. 1 Tahun 2022 mengantikan UU 28 Tahun 2009  mengenai pengenaan Pajak Barang dan Jasa tertentu (PBJT) yang mengatur tarif PBJT atas konsumen barang dan jasa tertentu terhadap orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/ atau konsumsi barang dan jasa tertentu. Hingga di Pasal 58 ayat 2 UU No. 1 Tahun 2022 menjelaskan bahwa Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen (sebelumnya paling tinggi hanya 75 persen, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40 persen). Pajak Hiburan yang sebesar yang minimum 40 persen ini dibebankan kepada Customer, sedangkan terhadap pihak Penyelenggara Jasa Hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22 persen. 

Dikutip dari SIARAN PERS HM.4.6/17/SET.M.EKON.3/01/2024, pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama 2 tahun sejak UU 1 Tahun 2022 mulai berlaku pada 5 Januari 2022 (5 Januari 2024) yang diatur oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa: (a) DKI Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 25%); (b) Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 15%).

Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/ 2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75% (Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, Depok), sebesar 50% (Sawahlunto, Kab Bandung, Kab Bogor, Sukabumi, Surabaya), sebesar 40% (Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, Mataram).

Melalui pemberlakuan pengenaan Transformasi pajak hiburan dengan kenaikan tarif hingga 75 persen menciptakan dinamika diskusi yang kompleks. Meskipun tujuannya adalah meningkatkan penerimaan negara dan mendorong kepatuhan pajak, dampak terhadap industri, masyarakat, dan budaya harus dinilai secara hati-hati. 

Pertimbangan atas representasi masyarakat juga menjadi hal penting dalam kebijakan pemeritah terutama di negara Indonesia yang menjunjung prinsip demokrasi. Kemudian hal yang juga perlu direnungkan apakah suara dan kepentingan pelaku industri hiburan, serta masyarakat umum, cukup tercermin dalam pembuatan kebijakan ini? Apakah pemerintah telah mempertimbangkan secara menyeluruh dampak ekonomi, sosial, dan budaya dari kenaikan tarif tersebut? 

Oleh karena itu, di tengah kenaikan tarif pajak hiburan yang kontroversial ini, penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah kebijakan yang diambil sejalan dengan keinginan dan kepentingan masyarakat secara adil dan merata. Dalam hal ini, representasi yang kuat dari berbagai pihak menjadi kunci untuk mencegah munculnya ketidakpuasan dan ketidaksetujuan yang dapat merugikan kedua belah pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. 

Dengan demikian, kenaikan tarif pajak hiburan menjadi isu kontroversial yang perlu dicermati lebih lanjut. Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan keseimbangan antara meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pemulihan ekonomi tanpa merugikan pertumbuhan sektor hiburan yang telah lama menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun