Mohon tunggu...
Monginsidi Jalil
Monginsidi Jalil Mohon Tunggu... Guru - Guru

Karena Setiap Jengkal Tanah Air Indonesia Itu Indah, Kawan ..... !!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Master Kungfu, Guru, dan Uji Kompetensi Guru

18 November 2015   07:03 Diperbarui: 18 November 2015   21:56 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Sejumlah guru mengerjakan soal uji kompetensi secara daring (online) di laboratorium komputer SMK Negeri 2 Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Uji kompetensi guru gelombang kedua di sekolah tersebut berjalan lancar, sedangkan gelombang sebelumnya gagal karena terkendala koneksi internet. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Bagi Anda penggemar film kungfu, tentu yang paling disukai adalah ketika murid-murid sedang berlatih dan mengasah ilmu kungfu mereka. Di samping jurus-jurus kungfu yang asyik untuk dinikmati, kedisiplinan dalam berlatih merupakan pelajaran terpenting yang dapat kita petik dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, terkadang dalam beberapa film kungfu yang pernah kita lihat, murid-murid yang telah bertahun-tahun dilatih kemudian turun gunung untuk mengamalkan dan menambah ilmu mereka malah kembali lagi ke perguruan dan menantang Suhu (guru) mereka sendiri. Dan yang kebanyakan kita lihat, murid yang menantang gurunya tersebut jarang yang berhasil mengalahkan gurunya sendiri walau mereka membawa ilmu baru selama dalam pengembaraan mereka.

Apa makna dari semua itu?

Dalam perguruan silat atau kungfu atau apa pun namanya, biasanya berlaku aturan yang tidak tertulis dan menjadi rahasia para Master atau Suhu. Jika Sang Master mempunyai jurus sampai 100 jurus, hanya 99 jurus yang akan diajarkan kepada murid-muridnya. Yang 1 jurus disimpan untuk dirinya sendiri untuk mengantisipasi jika sang murid berbalik melawan gurunya. Jurus yang ke-100 hanya akan diwariskan kepada murid yang akan menggantikannya kelak sebagai Master dan itu pun diwariskan menjelang kematian sang Master.

Itu cerita dalam film.

Sekarang kita bercerita tentang guru.

Dalam dunia pendidikan, aturan yang berlaku dalam film-film silat ternyata tidak berlaku. Seorang guru yang dengan ikhlas mengajar akan memberikan semua apa yang diketahuinya kepada anak didiknya walaupun pengetahuan yang diberikan tersebut di luar dari konteks materi pelajaran yang diajarkannya. Terkadang seorang guru Bahasa Indonesia memberikan pengetahuan tentang Geografi atau materi lain yang kebetulan dikuasai oleh guru yang bersangkutan.

Mengapa demikian?

Seorang peserta didik yang mampu menguasai berbagai macam materi apalagi jika mampu melampaui pengetahuan gurunya malah menjadikan seorang guru berbangga hati. Sang guru tidak pernah takut jika Sang Murid lebih pintar dari dirinya karena itu merupakan salah satu indikator keberhasilannya dalam mendidik. Dan yang kedua, Sang Guru tidak pernah berpikir bahwa suatu saat nanti Sang Murid akan kembali dan menantang pengetahuan gurunya sendiri.

Nah, bagaimana dengan Uji Kompetensi Guru (UKG)?

Di sinilah letak persamaan antara cerita tentang film kungfu dan cerita tentang guru. UKG diibaratkan seorang murid dari sebuah perguruan silat yang kembali lagi untuk menantang sang guru.

Guru yang selama ini hanya mungkin menguasai satu kompetensi saja misalnya hanya kompetensi di bidang Matematika SMP tiba-tiba diserang dengan berbagai macam kompetensi yang selama ini kurang diperhatikan oleh sang guru. Beberapa guru peserta UKG bahkan sempat mengeluh karena materi soal yang diberikan pada saat Ujian Online di luar materi yang selama ini mereka ajarkan. Seorang Guru TIK misalnya yang mengajar di tingkat SMP tiba-tiba diserang dengan Materi Soal dari SMK yang tidak pernah diajarkan kepada siswa di tingkat SMP.

Okelah, tidak ada yang perlu dipermasalahkan karena seperti cerita dalam silat, sang murid yang menantang pastilah menggunakan ilmu di luar dari ilmu yang telah diajarkan oleh gurunya. Yang menjadi permasalahan jika tiba-tiba ada kesimpulan yang mengatakan Sang Guru yang ikut UKG dan memperoleh nilai rendah kemudian dianggap tidak kompeten dan dianggap tidak layak untuk mengajar.

Maaf, kompetensi seorang guru tidaklah boleh disimpulkan hanya dari dua jam saja duduk di depan monitor komputer. Tidakkah kita perhatikan berapa banyak guru yang telah puluhan tahun mengajar dan menghasilkan murid-murid yang sukses? Mungkin ada di antara kita sebagian yang masih memegang prinsip lama yang mengatakan jika seorang murid mencapai kesuksesan itu adalah karena usaha mereka sendiri dan jika seorang murid tidak sukses atau tidak lulus, itu adalah kegagalan gurunya. Sekali lagi kompetensi seorang guru tidaklah boleh disimpulkan hanya dengan dua jam memilih ABCD di monitor komputer.

Sebagai penutup, ada pertanyaan dari seorang siswa di sekolah saya yang pernah dilontarkan dan barangkali bisa dijadikan bahan renungan.

“Maaf Pak Guru, kenapa kami para siswa dituntut untuk menguasai 11 mata pelajaran yang ada di sekolah, sementara Bapak dan Ibu Guru hanya menguasai satu materi saja?“

Jawaban saya sederhana saja, “Maaf Nak, semua gurumu di sini menguasai seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah karena Bapak dan Ibu Gurumu telah melewati berbagai jenjang pendidikan sampai ke tingkat yang tertinggi yang mereka bisa. Satu mata pelajaran yang diajarkan oleh gurumu itu sekarang bukan berarti mereka tidak bisa di mata pelajaran lain, namun itulah senjata pamungkas mereka jika mereka akan diuji.“

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun