Pendidikan dan Pembelajaran adalah aktivitas yang tak bisa lepas dari proses kehidupan, siapapun manusianya, apapun profesinya, di manapun ia berada, proses belajar dan berproses tetap dilakukan, tentu dengan beragam cara. Ragam proses belajar tersebut dilakukan dengan ragam metode pula, sehingga hasilnya pun akan beragam, ada yang berhasil, ada yang tetap dan tidak berubah, bahkan ada pula yang gagal. Semua bergantung pada bagaimana strategi dijalankan, materi disampaikan dan peserta menerimanya dengan cara yang beragam.
Minggu lalu saya berkesempatan membersamai kepala sekolah dan calon kepala sekolah dari satu yayasan di daerah Kolaka, Sulawesi Tenggara. Mereka berasal dari satuan pendidikan di bawah naungan yayasan tersebut. Ini merupakan pengalaman pertama saya hadir ke Sulawesi Tenggara, termasuk membersamai peserta dari unsur kepala sekolah dan calon kepala sekolah. Artinya, selain materi sesuai 'pesanan sponsor', saya juga belajar bagaimana peserta berproses hingga sampai pada titik ini, menjadi kepala sekolah dan calon kepala sekolah. Rupanya proses seperti di yayasan ini sudah dilakukan sejak lama, setiap enam bulan sekali (satu semester), kepala sekolah dan guru yang diproyeksikan akan menjadi kepala sekolah, mendapatkan penguatan mulai dari materi manajerial hingga sosial emosional, termasuk penguatan strategi dan inovasi pembelajaran. Saya kebagian materi yang terakhir.
Lalu dengan cara apa saya menyampaikan materi ini kepada peserta? Tentu tidak mungkin dengan ceramah, karena mereka adalah kepala sekolah dan guru terpilih. Secara konseptual, modal mereka sudah banyak, pengetahuan mereka saya yakin juga sudah luas. Maka strategi yang saya pilih adalah melibatkan langsung mereka dalam proses belajar selama dua hari, dengan menggunakan ragam metode, bukan sebatas materi konseptual, tapi peserta mengalami langsung bagaimana materi tersebut dipelajari, dikuasai dan dipraktikkan.
Pada hari ke dua kegiatan, saat refleksi saya bertanya kepada peserta, apakah model kegiatan dan materi yang dipelajari kali ini sudah pernah mereka alami dan lakukan sebelumnya, seluruh peserta kompak menjawab belum.Â
"Apakah bapak ibu pernah mendapatkan materi dengan cara belajar seperti yang kita lakukan dua hari ini?"
"Belum, Pak. Ini pertama bagi kami"
"Bagaimana perasaan bapak ibu saat belajar bersama dua hari ini?"
"Luar biasa pak, tidak ngantuk, menyenangkan, banyak pengalaman baru"
dan lain sebagainya, dan banyak lagi jawaban peserta saat sesi refleksi.
Inikah yang disebut Deep Learning?
***
Kita kembali kepada judul awal pada tulisan ini, "Deep Learning Bukan Kurikulum". Beberapa orang dan mungkin rekan kerja Anda sendiri di sekolah, tidak tepat (jika tidak ingin dikatakan salah) dalam memahami Deep Learning. istilah yang belakangan ini populer karena disampaikan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu'ti. Ada banyak mungkin dari kita yang terburu-buru dengan percaya diri mengeluarkan pernyataan tentang Deep Learning sebagia sebuah kurikulum, tak lain ini boleh jadi karena over confidence pada diri yang seolah kitalah orang pertama yang mengetahui tentang itu.Â
Padahal, jika kita mau belajar, membaca, mendengar, menyimak dan sedikit bersabar, mau menahan diri, tentu pernyataan salah dan bahkan mungkin menyesatkan tentang Deep Learning tidak kita sampaikan di depan khalayak, karena dampaknya akan sangat luar biasa. Mari kita belajar sejenak, sebenarnya apa sih Deep Learning itu?. Ringkasan materi berikut saya dapat dari paparan pada kegiatan Workshop Nasional MGMP PAI SMP Provinsi Jawa Tengah pada 13-14 Desember 2025 oleh Prof. Dr. H. Badrudin, M.Ag.
Dalam konteks pendidikan, Deep Learning adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep dan penguasaan kompetensi secara mendalam dalam cakupan materi yang lebih sempit. Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran (mindful), bermakna
(meaningful), dan menggembirakan (joyful) melalui olah pikir (intelektual), olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olah raga (kinestetik) secara holistik dan terpadu.
Membaca materi konseptual di atas, ada 3 elemen penting dalam Deep Learning, yakni Mindful Learning, Meaningfull Learning dan Joyfull Learning. Ini artinya bahwa, Deep Learning bukanlah kurikulum, ia adalah satu strategi, satu pendekatan dalam pembelajaran yang mengajak peserta didik belajar lebih dalam, lebih serius, lebih fokus, dengan pembelajaran yang menyenangkan dan menggembirakan, tentu dengan menggunakan strategi (baca: metode) pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.
- Mindfull learning atau pembelajaran yang sadar adalah metode belajar yang mendorong murid untuk sepenuhnya hadir dan terlibat dalam proses pembelajaran. Misal yang paling sederhana dan sering dilakukan oleh guru adalah metode diskusi. Praktiknya selama ini diskusi hanya dilakukan sebatas diskusi di dalam kelompok, diskusi apa adanya. Melalui mindfull learning, guru diharapkan menjadi fasilitator dalam menghadirkan pembelajaran berkesadaran, bermakna, pembelajaran yang membekas bagi peserta didik melalui aktivitas diskusi di dalam kelompok.
- Meaningfull Learning merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki di dalam kelas dan mendorong siswa dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Artinya proses belajar bukan sebatas berlangsung di dalam kelas secara konseptual, tetapi peserta didik diajak untuk menarik aktivitas belajar tersebut pada konteks kehidupan nyata, sehingga menjadi lebih bermakna. Guru sebagai fasilitator pembelajaran, menyajikan metode dan bahkan media kontekstual yang mampu menghadirkan pembelajaran bermakna bagi peserta didik, sehingga mereka dapat dengan mudah memahami materi bukan sebatas konsep namun juga praktiknya dalam kehidupan.
- Joyfull Learning adalah suatu proses pendekatan pengajaran yang membuat kelas jadi menyenangkan, dan tidak monoton. Untuk urusan strategi dan belajar menyenangkan, guru sepertinya tidak perlu diberi pengetahuan banyak, karena ia telah mampu menghadirkan banyak pembelajaran menyenangkan, misal melalui games, permainan sederhana, media inovatif, belajar di luar kelas dan lain sebagainya. Terpenting adalah bagaimana pembelajaran menyenangkan itu bukan sebatas menyenangkan karena bermain namun juga bermakna, menyenangkan dengan metode dan strategi belajar yang tepat sesuai dengan karakteristik materi yang disampaikan.
***
Penyakit kita selama ini adalah 'terburu-buru'. Kita cenderung menghukumi sesuatu sebatas pengetahuan dangkal yang dimiliki, enggan untuk belajar apalagi bersabar dan menahan diri, enggan untuk banyak mendengar, lebih suka jika didengar dan diberi panggung, enggan untuk belajar hal baru lebih mendalam, sehingga dampaknya menghukumi sesuatu secara instan padahal apa yang dihukumi tidak demikian.
Konsep belajar sepanjang hayat mestinya kita tanamkan dalam diri. Belajar bukan hanya dari orang yang lebih tua, lebih berpengalaman dan memiliki jabatan, namun belajar dapat dilakukan kepada siapa saja, oleh siapa saja, kapan saja tidak terbatas tempat ruang dan waktu.Â
Hari ini kita belajar sedikit sekali tentang Deep Learning, besok kita belajar apalagi ya? Mari terus belajar, mari jangan lelah belajar, mari belajar lagi, lagi dan lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI