Mohon tunggu...
Monica Kasihana
Monica Kasihana Mohon Tunggu... Mahasiswa - IG : @cerfdoux | www.cerfdoux.blogspot.com

Lulusan Sarjana Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Book: Pembagian Kerja secara Seksual

23 Desember 2021   15:43 Diperbarui: 23 Desember 2021   16:25 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Judul Buku : Pembagian Kerja Secara Seksual (Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat)

Penulis : Arief Budiman

Penerbit : PT. Gramedia

Tahun Terbit : 1981

(Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat)

Konon kodratnya, Wanita selalu identik dengan pekerjaan yang bersifat domestik seperti membersihkan rumah, mengasuh anak, memasak, mengurus pekerjaan rumah lainnya, sedangkan Pria cenderung ke arah dimana mereka selalu dipandang sebagai sosok yang harus bisa bekerja, mencukupi nafkah keluarga, bekerja hal-hal menggunakan otot dan lain lain. Perbedaan ini membuat perpekstif hal tak wajar alias tabu bila melihat seorang Pria melakukan pekerjaan seperti membersihkan rumah, memasak dan tugas rumah lainnya. Inilah pokok bahasan sosiologis tentang peran Wanita di dalam masyarkat, yang ada dalam buku karangan Arief Budiman, tentang Pembagian Kerja secara Seksual.

Dalam buku ini, Budiman menjelaskan mengapa Wanita dan Pria dibedakan secara seksual dalam pembagian kerjanya. Ada 5 teori yang masing-masing menjelaskan secara singkat dan jelas akan konteks tersebut. Pembahasan teori pertama (bab I) pembagian kerja Wanita dan Pria dijelaskan dengan dua teori yang saling bertentangan, yakni teori nature dan teori nurture. Teori nature berpendapat bahwa sifat psikologis menjadi perbedaan antara Pria dan Wanita dikarenakan oleh faktor biologis. Secara biologis Wanita dianggap makhluk yang lemah sehingga peran kerjanya hanya pada domestik atau rumah tangga. Sedangkan teori nurture mengganggap bahwa perbedaan tercipta karena proses belajar dari budaya sosial yang ada di lingkungan sekitar. Teori kedua, Teori Psikoanalisa: Wanita lebih lemah daripada Pria. Pada pembagian ini, Budiman menjelaskan teori nature yang menganggap kodrat Wanita adalah lemah sehingga harus bergantung pada Pria dalam banyak hal untuk hidupnya. banyak anggapan teori nature menurut para ahli bahkan menurut penyebaran agama-agama besar yang tersusun rapi dalam buku ini. Seorang ahli teori jiwa Sigmund Freud, memperkenalkan teori nature yang dikenal dengan Teori psikoanalisa yang berpokok pada konsep penis envy (iri kepada kelamin Pria). Menurut teori ini, saat anak Wanita untuk pertama kalinya melihat kelamin Pria, dia segera menjadi sadar bahwa dia kekurangan sesuatu yang membuat mereka kemudian mempunyai perasaan rendah diri seumur hidup.

Teori Psikoanalisa: Wanita lebih lemah daripada Laki-laki. Teori ini menggunakan teori nature secara mendalam. Kelemahan yang dimiliki Wanita membuat anggapan bahwa Wanita sangat bergantung kepada Laki-laki dalam banyak hal dalam hidupnya. Teori Psikoanalisa yang diungkapkan Sigmund Freud, dilanjutkan oleh Erich Fromm. Fromm mengembangkan teori tentang perbedaan Pria dan Wanita ketika mereka melakukan hubungan seksual dimana Pria harus membuktikan kesanggupannya untuk memuaskan Wanita yang menjadi lawannya bersetubuh. Menurut Fromm, gejala ini merupakan asal mulai dari keinginan Pria untuk menguasai Wanita. Bahkan karena teori kodrat yang ada pada Wanita, ia dianggap tidak penting untuk mempunyai gelar sarjana karena kembali ke awal teori kodrat mereka akan hidup dalam wilayah domestik saja.

Teori ketiga, Teori Fungsionalis dan Marxis: Lingkunganlah yang membuat Wanita lemah. Teori ini berpendapat bahwa pembagian kerja secara seksual merupakan kebutuhan masyarakat dan diciptakan untuk keuntungan seluruh masyarakat itu sebagai keseluruhan. Teori ini berpendapat bahwa Wanita harus tinggal di dalam lingkungan rumah tangga. Pembagian kerja seksual bersifat timbak balik, artinya masing-masing pihak mendapatkan keuntungan dari adanya pembagian kerja ini. Teori Fungsionalis menganggap pembagian kerja ini terjadi juga karena adanya keserasian masyarakat yang bisa berubah, serta wanita dikorbankan (karena diberi pekerjaan yang tidak mengembangkan dirinya). Hal ini membuat peran sosial wanita jadi memprihatinkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana wanita karena dianggap lemah dan dapat dikuasai laki-laki menjadi makhluk yang hidup bergantung pada Laki-laki.

Teori keempat, Perubahan faktor-faktor yang mempertahankan pembagia kerja secara seksual. Marwell (1975), seorang Fungsionalis, menjelaskan bahwa peran yang didasarkan atas perbedaan seksual akan menjadi kenyataan yang tidak dapat dibantah. Pada kebudayaannya, Wanita dan pria diberi peran dan pola tingkah laku yang berbeda untuk saling melengkapi perbedaan badaniah dari kedua makhluk ini supaya persoalan yang dihadapi kedua jenis manusia ini dapat dipecahkan cara yang lebih baik. Contohnya, ada pada agen sosialisasi seperti keluarga. Ada dua fungsi yang harus dikembangkan dalam keluarga, yakni mendidik anak-anak dan memproduksi makanan. Teori ini berkata, lebih baik kalau Pria dididik sejak kecil untuk menjalankan fungsi tertentu dan Wanita kepada fungsi yang lainnya. Pembagian fungsi ini berguna bagi masyarakat secara keseluruhan.

Teori terakhir kali ini bicara tentang faktor-faktor kebudayaan dan sosial ekonomi: Gerakan feminis dan Perjuangannya. Di buku ini, Penulis membahas persoalan yang dikemukakan oleh Feminis Kontemporer dan mengurainya dalam sebuah pola pemikiran. Yang pertama, adanya faktor yang menyebabkan pembagian kerja secara seksual tidak harus sama dengan faktor-faktor yang mempertahankannya kemudian. Selanjutnya ada faktor yang mempertahankan pembagian kerja secara seksual yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan sistem psikokultural dengan lembaga kemasyarakatan yang menyebarkan dan mengembangkan sistem pembagian kerja ini. kedua kelompok faktor tersebut sama pentingnya. Jenis faktor yang pertama, faktor-faktor sosial ekonomi yang didasarkan pada kebutuhan nyata dari sistem kepercayaan. Kedua yakni faktor-faktor ideologi atau sistem patriarkial. Secara umum, gerakan Feminis di bagi menjadi tiga golongan, yaitu kaum feminis liberalis, kaum feminis radikal dan kaum feminis sosialis.

 Bagi kaum Feminis Liberal, ada dua cara untuk mencapai penyamarataan gender. Pertama, melakukan pemdekatan psikologis dengan cara membangkitkan kesadaran individu. Cara ini dilakukan dengan membentuk kelompok diskusi yang membicarakan pengalaman-pengalaman wanita pada masyarakat yang dikuasai laki-laki. Kedua, menuntut pembaharuan -- pembaharuan hukum yang tidak menguntungkan wanita, supaya derajat wanita sama rata dengan laki-laki. Gerakan yang kedua, Kaum Feminis Radikal. Kaum ini menganggap bahwa faktor utama yang menjadi penyebab pembagian kerja secara seksual adalah sistem patriarkial. Gerakan feminis radikal dapat didefinisikan sebagai gerakan wanita yang berjuang di dalam realitas seksual dan kurang pada realitas lainnya. Kaum ini mempersoalkan bagaimana caranya untuk menghancurkan patriarki sebagai sebuah nilai yang melembaga di dalam masyarakat. Kaum ini sering disebut dengan kaum feminis lesbian. Inti dari politik kaum Feminis Lesbian adalah berusaha menunjukkan bahwa hubungan heteroseksual sebagai suatu lembaga dan ideologi merupakan benteng utama dari kekuatan laki-laki (Brunch, 1975:52). Kaum kedua yaitu kaum Radikal. Kaum ini cenderung memusuhi kaum laki-laki, karena itu kaum radikal seakan-akan tidak bisa atau tidak mau melihat sistem patriarkial juga menindas wanita. Gerakan yang ketiga yaitu kaum feminis sosialis. Kaum ini memberi perhatian yang besar pada kondisi sosial ekonomi.

Kelebihan isi buku karangan Budiman ini mampu menjelaskan 5 (lima) teori besar mengenai pembagian kerja secara seksual antara Wanita dan Pria secara singkat dan efektif untuk dibaca dalam 56 halaman saja. Buku tipis namun memberi wawasan luas tentang peran Wanita dalam masyarakat ini, membahas setiap teori dengan kalimat yang cukup jelas sehingga mampu dipahami pembaca. Apalagi di setiap akhir penjelasan teori per bab-nya dicantumkan sebuah gambar atas setiap bahasan. Hal tersebut memberi pengertian lebih dalam tentang penggambaran peran wanita yang cukup menarik untuk diperhatikan. Namun dalam memahami setiap teori yang diuraikan Budiman, isi buku ini tidak cukup lengkap untuk dipahami lebih dalam lagi tentang seperti apakah peran wanita dalam kehidupan bermasyarakat. Masih ada kata atau kalimat yang mencoba menjelaskan maksud tertentu namun terbatas untuk dibaca oleh kalangan remaja atau orang awam, mungkin masih dibutuhkan pengertian yang lebih sederhana supaya maksud penulis tersampaikan dengan tepat.

Menurut saya, buku karangan Arief Budiman yang berjudul Pembagian kerja secara seksual (sebuah pembahasan sosiologis tentang peran wanita di dalam masyarakat) cukup menarik untuk dijadikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang apa dan bagaimana pembagian kerja wanita tentang perannya secara genetis, teoritis, sosiologis dalam kehidupan bermasyarakat. Wanita dianggap makhluk yang lemah secara genetis sehingga perannya hanya bisa bekerja mengurus rumah tangga saja. Bahkan wanita dipandang sebagai objek untuk dikuasai oleh Laki-laki. Ada juga hal dimana laki-laki mulai ingin menguasai wanita secara keseluruhan hingga ingin membuktikan kesanggupannya dalam bersetubuh dengan wanita sebagai lawannya tersebut supaya wanita percaya akan keperkasaan dan kekuasaannya.dalam pembagian kerja secara seksual, penulis mencoba menjelaskan bahwa wanita bukan iri pada alat kelamin laki-laki tetapi iri akan hak hak yang dimiliki laki-laki dari kekuasaan sosial dalam masyarakat. Hak sosial dimana pembagian kerja diantara mereka itu tidak menguntungkan pihak Laki-laki saja, tetapi ada keseimbangan peran kerja. Wanita selalu menunjukkan bahwa mereka dapat tidak bergantung pada kaum laki-laki sebagaimana teori yang telah dijelaskan diatas. Buku ini juga menjelaskan bagaimana Laki-laki sangat mudah untuk melihat bahwa kekuasaannya atas wanita merupakan kekuasaan hegemoni atau kekuasaan yang diperoleh dengan persetujuan dari orang yang dikuasai. Jadi sadar atau tidak sadar, wanita dianggap menerima dan menyetujui kekuasaan laki-laki adalah suatu yang wajar. Pada akhirnya, jika kita pahami dengan era saat ini, pembagian kerja secara seksual merupakan hal yang penting untuk dipelajari, dipahami bukan hanya untuk kaum wanita tapi juga kaum laki-laki. Hal tersebut dimaksudkan supaya tercipta lingkungan masyarakat yang tetap merasakan keadilan antar pihak dan rasa kerjasama yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun