Mohon tunggu...
Mona viddya Rahmadhani
Mona viddya Rahmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kampus universitas pamulang jurusan sastra Indônèsia penulisan kreatif

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memilih Takdir Cinta

18 Desember 2023   20:17 Diperbarui: 18 Desember 2023   20:47 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita terlalu hanyut merangkai skenario mimpi kita sendiri. Menari-menari dalam pusaran mimpi, sampai mimpi membawa kita terlalu dalam. Dalam dan terlalu dalam. Hingga mimpi harus karam bersama asa yang terlalu erat kita genggam. Padahal semua hampa. Aku lelah Ratih, merajut mimpi tanpa restu orangtua!" Kata Hendra sambil menahan sesak di dada.

Ratih terdiam. Karena hatinya sakit, mendengar keputus-asaan kekasihnya . Wajahnya memerah, menggambarkan luka hatinya yang teramat dalam "Hendra, kau menyerah! Kau menyerah, setelah bertahun-tahun kita memperjuangkan mimpi ini. Relakah kau membuatnya karam? Karam oleh orang luar yang tak tahu cinta kita terlalu dalam!"

"Kau bilang orang luar Ratih? Dia Ibuku. Ibukku yang melahirkanku dengan penuh perjuangan!", nada kecewa terlihat jelas dari jawaban Hendra.

"Tapi Ibumu belum tahu bagaimana aku mencintaimu. Dia Cuma tahu rok miniku yang tidak disukainya. Dia Cuma tahu tawa terbahakku yang mungkin memuakkannya. Oh aku tahu.. aku tahu.. ! Kau begini karena Aisya itu kan? Perempuan kampung yang bahkan tak tahu yang namanya berias. Berpakaian serba kedodoran yang di kenalkan ibumu tempo hari bukan? Gadis kampungan itu ternyata yang mengaramkan mimpi kita", jawab Ratih ketus.

Hendra tergagap, "Hai.. jangan sekali-kali kau bawa nama itu dalam masalah kita. Dia tak tahu apa-apa. Dan tak ada sangkut-pautnya dengan masalah kita.. camkan itu!"

"Oh kau marah..? Marahmu membenarkan pradugaku. Tega kau Hen! Kau tak bisa membaca isyarat yang kusampaikan dalam setiap lagu cinta saat aku manggung. Setiap nada indahnya, selalu ada namamu. Di setiap liriknya, selalu teriring doa atas cinta kita", Ratih mulai tak bisa menahan emosinya.

Ah sudahlah Ratih. Aku lelah begini. Bertahun-tahun kita berjuang untuk menggapai mimpi ini erat-erat. Tapi semakin erat, semakin menabur luka untuk kita dan keluarga kita. Hampir Satu bulan kita tak bertemu. Banyak hal telah terjadi. Dan Ramadan telah mengetuk pintu hatiku. Bahwa cinta ini, tak layak untuk dipertahankan lagi. Aku ingin menggapai ridho orang tua dan Illahi robbi. Relakan semua berakhir sampai di sini." Hendra menutup gagang telepon dengan hati tak karuan. Beranjak dari kursi untuk menemui tamu yang sudah lama menanti.

Sementara Ratih terdiam dengan handphone yang masih melekat ditelinga. Perlahan-lahan airmata menetes di pipinya. Tak pernah terpikir semua akan berakhir seperti ini. Digenggamnya erat handphone tersebut dan bibirnya berbisik lirih, "Aku tetap mencintaimu..sampai kapanpun.."

Sementara ditempat yang berbeda. Hendra berjalan menuju pintu kamar dengan dilema mendalam. Berjalan gontai menemui paman Aisyah yang menunggu hampir satu jam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun