Mohon tunggu...
Monang Ranto Vaber Simamora
Monang Ranto Vaber Simamora Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Suami dari seorang istri dan seorang gembala jemaat.

Perintah itu pelita, ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Judi, Jurang Tanpa Dasar

26 Agustus 2022   07:32 Diperbarui: 26 Agustus 2022   07:33 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja Dangdut "Roma Irama" berkata dalam sebuah lirik lagunya tentang judi "Judi meracuni kehidupan. Apa pun nama dan bentuk judi, semuanya perbuatan keji." Apakah Anda setuju dengan Roma Irama?

Judi adalah jurang tanpa dasar. Karena dia menyedot masuk segala sesuatu ke dalamnya. Dia menyedot masuk segala keinginan untuk mendapat untung. Penjudi tidak memiliki kepuasan kalau tidak  bermain judi. Bermain judi sudah merupakan candu, yang tanpanya, dia tidak bisa hidup dengan tenang. Ketenangan penjudi adalah saat dirinya ada ditempat/dimeja judi.

Penjudi umumnya berasal dari kelas menengah ke bawah. Mereka ingin memperbaiki perekonomian dengan cara yang tidak halal. Dalam melakukan hal itu, mereka akhirnya terjebak dalam sebuah jurang dimana mereka tidak bisa "dengan mudah" keluar dari sana. Sebaliknya para penjudi ini semakin terpuruk dalam ekonomi. Maksud hati untuk memperbaiki penghasilan tetapi justru memperburuk ekonomi maupun psikis, karena sudah adiktif (candu).

Banyak dari para penjudi mengalami penyesalan saat kalah tetapi saat mereka sudah punya uang, kembali mereka akan bermain judi, karena mereka di dorong oleh candu dalam diri "ingin menang". Sifat serakah "ingin menang" dalam diri manusia terlihat jelas dalam judi. Hal ini diketahui oleh semua bandar Judi karena itu mereka selalu memberi umpan (menang) kepada si penjudi. Setelah dia merasakan "kemenangan" hatinya akan selalu mendorongnya untuk menang dan akhirnya dia berada dalam jurang perjudian.

Orang "pintar" selalu ingin menjadi bandar judi karena mereka tahu "permainannya" sementara orang "bodoh" selalu menjadi pemain karena mereka hanya ingin menang. Itulah sebabnya kita melihat "penjudi kelas teri" selalu dalam posisi melarat karena mereka tidak mengetahui permainannya. Meme yang sering kita lihat di sosmed "Bos judi punya istana, anaknya punya Ferrari, ajudannya punya moge sementara pemain judi tetap kere".

Perjudian yang adalah jurang tanpa dasar ini sudah merambah ke banyak tempat. Mulai dari permainan kartu sampai judi online (slot). Dari sabung ayam, tarung jalanan, olah raga sepak bola, pacuan kuda, games, togel dan banyak hal lainnya, dijadikan perjudian. Anehnya, dibeberapa suku, judi sudah menjadi tradisi.

Indonesia melarang perjudian, hal ini tertuang dalam KUHP pasal 303 tentang perjudian konvensional dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yakni dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) tentang perjudian non konvensional (online).

Mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain itulah judi. Itulah sebabnya dalam judi ketamakan dan keserakahan berjalan beriringan karena judi merayu hati ingin memiliki milik/uang/harta orang lain dengan sebuah taruhan. Karena itu tidak salah jika kita menyebut, Filosofi judi adalah "untukku, untukku dan untukku".

Biasanya penjudi (yang beragama "kristen") dan antek-anteknya akan membela diri dengan berkata "Mana ayatnya yang berkata judi dilarang"? Beberapa orang lainnya berkata di beberapa negara judi itu legal, kalau legal berarti tidak dosa.

Kita menjawab, tidak semua jenis dosa Tuhan daftarkan dalam Alkitab. Jenis dosa perjudian ini merugikan orang lain, dan kita tahu merugikan orang lain adalah dosa, karena itu judi adalah dosa.

Alkitab mencatat "akar dari segala kejahatan adalah cinta uang". Karena cinta uang, orang mencarinya melalui judi. Judi itu sendiri adalah representasi kecintaannya akan uang, karena itu judi adalah dosa.

Ukuran sebuah kejahatan dilihat dari hukum negara, jika negara melegalkan maka itu bukan kejahatan dan jika negara membuat illegal berarti itu sebuah kejahatan. Kejahatan diukur berdasarkan undang-undang yang berlaku. Tetapi tidak demikian dengan dosa.

Dosa hubungannya dengan sifat Tuhan yang maha kudus. Sesuatu disebut dosa jika melanggar hukum Allah. Banyak hukum negara yang tidak sesuai dengan hukum Allah. Salah satunya melegalkan judi, salah duanya melegalkan aborsi, salah tiganya melegalkan miras dan lain sebagainya. Semua itu menentang hukum Tuhan. Karena itu, dosa tidak diukur dari hukum negara tetapi dari hukum Tuhan.

Puji Tuhan, bangsa kita melarang judi. Dalam hal ini bangsa kita masih sejalan dengan hukum Allah sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab. Harapan kita bersama "Betapa indahnya bangsa ini tanpa judi, sama seperti damainya rumah tangga tanpa penjudi".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun