Mohon tunggu...
Monalisa Monalisa
Monalisa Monalisa Mohon Tunggu... -

Mahasiswi, Ilmu Komunikasi UAJY

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pembangunan Berkelanjutan Melalui Pendidikan Lingkungan dan Strategi Komunikasi

11 Mei 2015   13:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan berkelanjutan melalui strategi pendidikan dan komunikasi untuk menciptakan dunia yang lebih baik sedang menjadi isu bersama para pembuat kebijakan diseluruh dunia. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu utama dalam kebijakan internasional, nasional, dan lokal diberbagai penjuru dunia. Mereka sering menemukan diri mereka terjebak diantara instrumen (perubahan perilaku) dan emansipatoris (pembangunan manusia) menggunakan strategi-strategi tersebut. Penelitian ini menyoroti hal ini dengan menyelidiki empat kasus yang mewakili kedua orientasi dan penggabungan diantara keduannya. Salah satu hasil dari penelitian ini adalah mengenai pembuat kebijakan EE (Environmental Education) tetapi juga adanya kebutuhan dari para profesioanal EE untuk penggambaran perubahan yang terjadi nanti dan kemudian hanya mereka nanti yang mampu menentukan jenis pendidikan, partisipasi, komunikasi, dan  penggabungan diantarannya yang paling tepat, dimana akan memberikan hasil yang terbaik sesuai yang diinginkan dan dapat mengawasi dan sistem evaluasi yang baik untuk dipekerjakan.

Salah satu contoh penerapan strategi yang dilakukan oleh pemerintah Belanda, yang menganggap Lingkungan Pendidikan (EE) dan Pembelajaran untuk Pembangunan Berkelanjutan (LSD) sebagai alat  kebijakan yang komunikatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan di masyarakat. Terakhir kalinya, kebijakan EE yang ada telah diperiksa oleh Badan Penilaian Lingkungan BelandaNetherlands Environmental Assessment Agency (MNP) (Sollart, 2004). Penelitian ini menyatakan bahwa sedikit informasi yang tersedia mengenai cara bagaimana instrumen pendidikan untuk mempertinggi tingkat keberlanjutan dalam praktek kerja masyarakat. Kemudian MNP mempersiapkan pengecekan penelitian untuk menguji bagaimana perbedaan pendekatan kebijakan untuk EE yang direfleksikan dalam praktek EE. Penelitian ini menguji empat perwujudan kebijakan EE dalam upaya  untuk menjawab pertanyaan :

1. Bagaimana pendekatan EE yang berbagai jenis dapat berkontribusi dalam proses memipin untuk praktek-praktek baru yang semakin berkelanjutan? Bagaimana pendekatan atau “alat” tersebut mampu digunakan untuk menguatkan atau meningkatkan?

2. Bagaimana pembuat kebijakan (EE) mampu menjadi lebih berkomperen dan efektif dalam mengkomunikasikan instrumen-instrumen dalam menggerakan masyarakat menuju ketahanan?

3. Apa peran “pengetahuan” dalam pendekatan-pendekaran tersebut?

Penelitian ini mengkaji tiga pendekatan dalam EE : salah satunya dapat diklasifikasikan sebagai didominasi instrumental, salah satunya dapat didominasi label emancipatory, dan satunya merupakan penggabungan dari keduanya.

INSTRUMENTAL ENVIRONMENTAL EDUCATION AND COMMUNICATION

Pendekatan instrumental mengasumsikan bahwa hasrat atau keinginan akan hasil dalam kegiatan EE diketahui, lebih atau kurang dapat disetujui, dan dapat terpengaruh oleh intervensi yang dirancang dengan cermat. Sederhananya, pendekatan instrumental untuk EE dimulai dengan merumuskan  tujuan spesifik dalam hal perilaku yang disukai, dan memperhatikan bagaimana “kelompok sasaran” sebagai “receiver” yang perlu dipahami dengan baik jika intervensi secara komunikatif memiliki efek tertentu.  Model yang mendasari pendekatan seperti telah menjadi lebih canggih selama beberapa tahun daripada model  klasik “tingkat kesadaran untuk bertindak” .

Kritik dari penggunaan instrumental dalam pendidikan lingkungan memberikan pendapat bahwa penggunaan jalur pendidikan dalam mengubah perilaku manusia dalam perencanaan dan pemutusan suatu tindakan lebih dilakukan dengan manipulasi dan adanya doktrinasi dibandingkan dilihat dari sisi penddikannya. Pendukung tersebut menggunakan pendidikan dengan pendapatnya bahwa masa yang akan datang dari planet kita sebagai taruhan, digunakan sebagai sesuatu yang sah. Hal tersebut ditemukan dalam kebijakan di Belanda dalam departemen pertanian, penggunaan lahan, konservasi alam, perlindungan lingkungan, pengamanan makanan, dan energi. Paling parah, kritik tersebut juga justru berada di departemen pendidikan.

EMANCIPATORY ENVIRONMENTAL EDUCATION

Sebuah pendekatan emansipatoris terjadi sebaliknya, pendekatan ini mencoba untuk melibatkan warga dalam dialog aktif untuk membangun tujuan dimiliki bersama, makna bersama, dan rencana bersama yang ditentukan sendiri, tindakan untuk membuat perubahan mereka sendiri dengan mempertimbangkan keinginan dan harapan dari pemerintah itu sendiri yang pada akhirnya memberikan kontribusi untuk kegiatan yang berkelanjutan dalam masyarakat secara keseluruhan  (Wals & Jickling, 2002). Dengan kata lain, tujuan khusus dan cara untuk mencapai ini tidak dilakukan sebelumnya. Proses pembelajaran sosial, didukung oleh metode partisipasi, dan  telah diidentifikasi sesuai mekanisme untuk mewujudkan pendekatan  emansipatoris EE yang lebih (van der Hoeven et al, 2007.; Wals, 2007) dan manajemen lingkungan (Keen et al., 2005).

Kritik dari pendekatan  ini  cenderung berpendapat bahwa kita tahu banyak tentang apa yang berkelanjutan dan apa yang tidak, dan bahwa pada saat kita semua menjadi dibebaskan, punya kuasa, refleksif, dan kompeten, bumi memiliki kapasitas untuk membuat kita lelah sehingga tidak dapat mengubahnya.

BLENDED ENVIRONMENTAL EDUCATION, COMMUNICATION, AND PARTICIPATION

Gert Spaargaren, Sosiologis lingkungan asal Belanda, membuat sebuah teori struktur yang diadaptasi dari teori struktur Giddens, dimana dalam model ini menghubungkan antara pelaku, orientasinya dan ketentuan pendekatan pada strukturnya.. Model Spaargaren menggunakannya sebagai jembatan diantara instrumental klasik, sikap terhadap lingkungan dan pendekatan perilaku dan emansipatori lainnya yang beerbasis pendekatan agensi itu sendiri. Dalam waktu yang bersamaan, model ini memberikan pengaruh perilaku  terhadap struktur sosial yang ada (teknologi). Pemerintah Belanda terus meningkatkan pengenalan hal-hal yang penting mengenai praktek sosial dan gaya hidup, dibandingkan memikirkan pada perubahan perilaku dan sikap secara bertahap, terutama dalam program pendidikan kesehatan dan komunikasi. Van Koppen (2007) melakukan percobaan menggunkan pendekaran intergratif praktek sosial, dalam konteks gerakan ke arah keberlanjuran dalam konsumerisme sosial (van Koppen, 2007).

METHODOLOGY AND METHODS

Sebuah metodologi studi kasus dipilih memungkinkan kita untuk “mengungkapkan” banyaknya faktor yang telah berinteraksi untuk menghasilkan karakter yang unik dari entitas yang menjadi subjek penelitian” (Yin, 1989, hal. 82). Sejumlah langkah yang diikuti dalam studi kasus:

a. Orientating (Apa yang kita cari Apa yang kita ingin tahu?)

b. Mendekonstruksi (Apa asumsi kita, Apa yang bisa ditemukan dalam literatur yang relevan?)

c. Pertanyaan (Apa jenis pertanyaan yang perlu ditanyakan oleh siapa Kepada siapa)

d. Wawancara (menggunakan pertanyaan terbuka, check-list, menciptakan percakapan menghasilkan deskripsi tebal tapi juga penjelasan yang lebih kausal )

e. Menganalisis (intra dan analisis antar kasus, menggunakan transkrip, mencari pola, persamaan dan perbedaan, berusaha untuk menghasilkan kesepakatan antar-subyektif tentang interpretasi dan temuan di antara panel penelitian)

f. Memvalidasi dan meminta umpan balik (memeriksa dan menyajikan hasil kepada pemerintah dan peserta kunci dalam penelitian studi kasus). Dalam dua puluh Total informan kunci memberikan masukan untuk penelitian (rata-rata lima informan per studi kasus).

Kesimpulan

Penerapan EE (Environment Education) dan pembuat kebijakan ESD (Education for Sustainable Development) melihat bahwa dengan menggunakan jalur pendidikan dan strategi komunikasi dapat menciptakan prospek dunia yang berkelanjutan. Strategi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan instrumental dan emansipatori. kKunci dari dua strategi ini adalah perubahan, baik perilaku maupun sikap dan untuk itu, tentu diperlukan pemahaman terlebih dahulu akan “apa yang ingin diubah?” dan “bagaimana kita tau bahwa ini adalah perubahan yang benar?” jawaban atas dua pertanyaan dasar inilah yang berimplikasi pada misalnya, tingkat yang diinginkan partisipasi stakeholder dalam intervensi, desain, dan mengawasi  dan mengevaluasi. Refleksi pertanyaan ini akan membantu menentukan jenis pendidikan, partisipasi, komunikasi, atau campuran daripadanya yang paling tepat dan apa jenis hasil terbaik dapat dikejar.

Referensi :

Wals, Arjen E.J & Eijff, Floor Geerling. 2008. All Mixed Up? Instrumental and Emancipatory Learning Toward a More Sustainable World : Considerations for EE Policymakers. UK : Routledge.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun