Mohon tunggu...
Mona Fatnia
Mona Fatnia Mohon Tunggu... Lainnya - writer opinion

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ #La Tahzan Innallah Ma'anna #Bermanfaatuntuksesama #Rahmatanlillallamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kemiskinan Ekstrem Mengancam Masa Depan Generasi

5 Maret 2024   21:13 Diperbarui: 5 Maret 2024   21:19 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh : Mona Fatnia

Kesejahteraan sejatinya adalah wujud dari penerapan aturan yang baik dan benar dari tingkatan rendah sampai atas yang akan terjamin dengan adil. Namun itu hanyalah sebuah andai yang tak ternah terwujud pada tatanan kehidupan generasi hari ini, setiap berganti dekade, generasi baru merasakan imbasnya begitupun seterusnya. Kemiskinan yang dihadapi tak ada obatnya bahkan terus bersarang didalam ingatan generasi, hingga mengancam kehidupan. Lantas keadilan sosial seperti apa yang diharapkan, ketika kemiskinan saja tak mampu diselesaikan oleh setiap para penguasa dunia hari ini? Sementara banyak kampanye sosial yang dibuat tapi tak mampu menyelesaikan masalah mendasar ini.


Perlinsos Hanyalah Fatamorgana Penguasa
Kemiskinan tak ayal menjadi masalah mendasar yang sampai hari ini tak bisa diselesaikan oleh para penguasa dunia, terlebih cakupannya meluas dari berbagai negara. Kemiskinan ekstrem sejatinya menjadi problem dunia, menandakan adanya persoalan sistemik yang dihadapi dunia. Wajar bila bukan penyelesaian yang didapat, tetapi ketambahan angka per angka setiap tahunnya. Ini pun didukung dengan tidak adanya perlinsos yang bersifat mengikat pada generasi hari ini.


Berdasarkan data dari lembaga PBB dan Badan Amal Inggris Save the Children, jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial apa pun dengan angka mencapai 1,4 miliar, dan ini adalah anak dibawah usia 16 tahun. Inilah yang membuat anak-anak lebih mudah berpenyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan. Menurut Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial (UNICEF), terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, mereka berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp 33.565) /hari dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi. (Kumparan, 15-020-2024)


Sementara itu, kemiskinan ekstrim yang terjadi di indonesia terus melonjak drastis angkanya di awal tahun 2024. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Suharso Monoarfa selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas), bahwa selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP)/hari, padahal secara global sudah US$ 2,15 PPP per hari. Ia pun menambahkan bahwa bila basis perhitungan orang yang bisa disebut miskin ekstrem dengan perhitungan secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta penduduka miskin hingga 2024, atau 3,35 juta orang per tahunnya. (CNBC Indonesia, 05-06-2023)


Melihat hal tersebut, tentu ini bukanlah masalah yang bisa selesai dalam sebulan, sebab ketimpangan yang terus terjadi pada masyarakat hari ini adalah masalah yang harusnya diselesaikan oleh pemerintah. Melihat perlindungan sosial yang tak berfungsi sebagaimana tujuannya menandakan bahwa perlinsos sendiri nyatanya hanya sebuah progam tanpa ada tindak yang jelas dan pasti.
Karena pada dasarnya, perlinsos sendiri tak ubahnya seperti roda yang berputar diatas tumpukan batu besar, meski rodanya jalan tapi pada akhirnya kerangka yang menahan roda tersebut hancur dan tak berfungsi.
Tak ayal hingga hari ini pun perlindungan sosial tersebut tak memberikan hasil yang cukup signifikan bagi anak-anak yang ada dalam lingkaran kemiskinan, yang mencakup pada memberikan tunjangan uang tunai atau kredit pajak serta dapat mengakses layanan kesehatan, nutrisi, pendidikan berkualitas, air, hingga sanitasi. Namun segala tunjangan tersebut hanyalah penawar diawal yang pasti akan hilang, sedang penderitaan masih akan terus dirasakan oleh mereka yang masih jauh dari kata sejahtera.


Bila melihat peta jalan kemiskinan yang masif terjadi per hari ini, bisa dikatakan bahwa perlindungan sosial nyata dan pasti tak bisa menyelesaikan masalah mendasar, apalagi seringnya para penguasa dunia membawa isu kemiskinan untuk bisa dijadikan ajang tontonan bagi khalayak umum agar bisa mendapat bantuan besar. Karna sebenarnya perlinsos sendiri hanyalah program fatamorgana penguasa yang tak pernah diseriusi untuk diperbaiki dan dijalankan sebagaimana mestinya.


Melihat angka kemiskinan hari ini yang terus melonjak naik, menyebabkan ketimpangan-ketimpangan baru terus bermunculan, ini pun bukan hanya bertambahnya angka kelahiran didunia, melainkan didasari oleh beberapa hal : Pertama, Negara-negara yang memiliki pendapatan rendah yang cukup signifikan dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi yang akhirnya memunculkan kemiskinan ekstrem sehingga hanya satu dari 10 anak bahkan lebih yang mempunyai akses terhadap tunjangan. Kedua, Tidak adanya sumber daya alam yang memumpuni untuk bisa dijadikan tempat mata pencaharian rakyat karena pada faktanya Sumber daya alam yang ada justru dikuasai oleh para korporasi oligarki, dengan ini malah makin membuat kemiskinan ekstrem terjadi.


Kemiskinan ekstrem ini justru mengancam masa depan generasi, menginggat perlinsos sendiri hanya mampu menyelesaikan masalah dipermukannya saja dengan memberikan tunjangan dan faskes bagi masyarakat miskin, yang sebenarnya hal itu bukan memperbiki masalah tapi malah menambahnya. Karna penyelesaiannya bukan pada permukaan melainkan dasar inti kenapa kemiskinan ekstrem bisa terjadi.


Penanganan ekstem ini bukan hanya soalan data, memberikan kepada masyarakat, mengejar target lalu selesai. Bukan !, Karna Indonesia sendiri misalnya melalui Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menargetkan angka kemiskinan ekstrem di 2024 menjadi 0% . Dimana pemerintah sendiri sudah berupaya melakukan berbagai cara untuk menumpas kemiskinan dalam lima tahun terakhir, mulai dari perluasan bansos, renovasi program pendapatan melalui kebijakan pasar tenaga kerja, sampai mobilisasi perlindungan sosial pada masa pandemi COVID-19. (DetikNews, 22-02-2024)


Nyatanya, apakah itu ampuh dalam menyelesaikan kemiskinana ekstrim yang kian hari terus mengancam generasi ? Jelas tidak !. karna hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal : Pertama, penerapan sistem kapitalisme secara global, dimana negara-negara yang memiliki pendapatan rendah tentu akan menghasilkan tunjangan yang rendah pula, sementara di negara yang berpendapatan tinggi, tentu anak-anak telah tercakup dalam program tunjangan tinggi tersebut. Kedua, keserakahan sistem kapitalisme, dimana para kapitalis menguasai sumber daya alam dan energi (SDAE), yang harusnya milik rakyat, tapi tidak pernah mereka nikmati hasilnya, yang ada justru ketimpangan dan kesengsaraan yang didapat.


Sistem ini memberi kebebasan dalam kegiatan ekonomi sehingga pengusaha dapat menguasai hajat hidup rakyat  termasuk menguasai sumber daya Alam. Kondisi ini merupakan konsekuensi dari  reinventing goveerment, di mana negara hanya berperan sebagai regulator. Sementara Perusahaan jelas akan mengambil untung, sementara rakyat akan hidup miskin. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap keselamatan generasi, dan masa depan bangsa.


Jelaslah bahwa segala program buatan pemerintah ataupun upaya dari para aktivis sosial dalam mengupayakan perbaikan bagi masyarakat yang berada pada kemiskinan yang ekstrim hanyalah fatamorgana di siang hari, tak pernah selesai akar masalahnya sampai detik ini, meski berbagai tunjangan diberikan tetap saja masyarakat terus mengalami kesengsaraan pahit. Karena selama sistem kapitalisme masih menguasai banyak negara, kenestapaan sosial dan ketimpangan akan terus terurai hingga membengkak menjadi penyakit yang mematikan.
Maka tak heran ketika ada negara yang berpendapatan tinggi dan rendah, hasilnya pun melahirkan negara maju dan negara berkembang, seperti Cina yang mengatur Indonesia dimana negara maju lebih dominan dalam mengatur dan mengkontrol ekonomi global bagi negara berkembang sebagai pengemban ideologi kapitalisme sekuler.


Dengan demikian, perlindungan sosial ini layaknya seperti obat pereda sakit kepala, yang ketika diminum sakitnya hanya reda 5 menit, setelahnya muncul kembali dengan sakit yang sama. Sumbernya adalah penerapan sistem kapitalis.  Akibatnya anak akan mengalami banyak problem kehidupan yang akan berpengaruh pada Nasib dunia pada masa yang akan datang. Di sisi lain, perlindungan sosial negara hari ini ibarat tambal sulam system ekonomi kapitalis, yang tak akan membuat generasi Sejahtera.


Kemiskinan : Islam Solusinya

Dalam memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat, tentunya bukan saja bermodalkan uang untuk menyelesaikan, tetapi pemahaman mendasar perihal masalah yang disebabkan. Karna dengan memahami akar masalahnya, maka pasti akan lahir perbaikan yang merata. Ini pun didukung dengan regulasi yang adil dan benar.


Islam sejatinya hadir sebagai obat penghilang dari segala kesakitan dan kegundahan yang selama ini terus menyelimuti masyarakat, terlebih bukan hanya sebagai pemanis seperti kapitalis, ataupun penawar seperti sekuler yang ujungnya tak ada yang benar. Terlebih dalam menyelesaikan ketimpangan yang memunculkan kemiskinan ekstrem adalah bukti bahwa Islam paling depan dalam memberikan solusi mustanir.
Karena Islam mewajiban negara mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme yang sudah ditetapkan dalam sistem Islam.

Dengan sistem ini kehidupan terarahkan dan solusi yang dihadirkan sistematis dalam mengatasi kemiskinan ekstrem hingga menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini.


Pertama, pembagian kepemilikan secara benar. Mulai dari kepemilikan individu, umum, dan negara. Sebab pembagian ini sangatlah penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yaitu penguasaan pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.
Kedua. Pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar dan adil, yakni bertumpu pada pembangunan sektor riil, bukan nonriil.
Ketiga, adanya pendistribusian harta kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Dimana sistem ekonomi Islam berperan dalam menjamin terpenuhinya semua kebutuhan rakyat, seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
Keempat, Pemenuhan secara gratis baik dari sektor pendidikan, kesehatan, dan keamanan kepada rakyat tanpa dipungut biaya sepeserpun. Karena ini menjadi tanggung jawab negara dalam memelihara urusan rakyat.


Karenanya, hanya dengan solusi Islamlah segala ketimpangan yang dapat memunculkan kemiskinan ekstrem dapat terselesaikan tanpa tapi tanpa syarat seperti yang sering digaungkan sistem kapitalisme. Dengan penerapan Islam secara kafah, kemiskinan dapat dicegah dan diatasi dari dasarnya. Hal ini pun akan teratasi dengan baik sebab sistem Islam memiliki perintah dan anjuran agar harta kekayaan tidak digunakan oleh orang kaya saja. Adanya anjuran bersedakah dan kewajiban membayar zakat bagi orang kaya memberikan keharmonisan dalam mencapai kesejahteraan.Karena Perlindungan generasi menjadi prioritas negara melalui berbagai kebijakan negara. Wallahualam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun