Menurut Juru Kampanye Energi Trend Asia, pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 nyatanya tak ada urgensi apapun untuk terus dibangun, terlebih pasokan kebutuhan listrik di daerah tersebut sudah terpenuhi dan malah sudah kelebihan pasokan yang justru akan menghancurkan masyarakat setempat.
Dukungan Bank Dunia tentu tak lepas dari kebijakan pembangunan ala kapitalisme, yang selalu mencari keuntungan dan mengabaikan potensi resiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat. Karna pada dasarnya pembangunan ala Kapitalis tak memandang adanya penghalang yang melarang, melainkan pada kepuasan materi, segala tujuan bisa tercapi meski akhiranya rakyat kembali yang jadi korban. Hal ini tentu tak menampik bahwa pembangunan PLTU yang digenjot sebenarnya bukan ditujukan atas dasar kebutuhan masyarakat, melainkan atas dasar kepentingan pemilik modal.
Sebab dalam kaca mata kapitalis, mendapatkan keuntungan dari proyek yang strategis seperti mencari berlian dalam tumpukan jerami, maka sebesar itulah perjuangan yang diusahakan agar tujuan tercapai. Karena besarnya upaya dari mewujudkan proyek, maka sebesar itu pula keuntungan yang diraup dari proyek tersebut. Hambatan pun tak mereka indahkan meski darah korban jatuh keatas tanah asalkan ambisi tertunaikan.
Ini pun tentu tak sesuai harapan yang disematkan kepada IFC yang telah menutup celah pendanaan proyek batu bara dalam Green Equity Approach dan memperbarui komitmennya dengan tak ada proyek batu bara lagi. Namun nyatanya tak demikian, sebab IFC sendiri adalah pemberi dana bagi Hana Bank Indonesia selaku pemberi modal proyek PLTU yang ada di Pulau Jawa 9 dan 10.
Pada dasarnya pembangunan proyek PLTU Jawa 9 dan 10 tentu memerlukan dana yang tak kecil bukan, justru dengan dana yang besar mengantarkan pada kepuasaan hasil dari pembangunan PLTU tersebut. Ini pun berbalik dengan kerugian yang masyarakat dapatkan, bukan untung yang dihasilkan melainkan buntung hanya karna ketamakan para elit kapitalis yang acuh terhadap lingkungan.
Dengan demikian, nyatalah bahwa pembangunan PLTU baru ini hanyalah untuk kepentingan pemodal dan bukan kepentingan dari masyarakat setempat. Alih-alih menghasilkan dampak yang baik bagi lingkungan, tapi pada kenyataanya hanya menghasilkan kerusakan Iklim yang solusi pun tak pernah dihadirkan. Pun pada peran negara hari ini yang harusnya lebih fokus pada ketersediaan listrik yang ada di daerah pelosok negeri, sebab dalam hal ini masih banyak daerah yang tak tersentuh pasokan listrik. Dan bukan malah fokus pada pembangunan yang sebenarnya belum terlalu penting untuk dikejar, maka bila demikian jelaslah posisi negara sebenarnya berpihak untuk siapa.
Solusi Komplit Dari Islam
Ketersediaan infrastruktur adalah hal penting yang menjadi prioritas dalam Islam, sebab dengan adanya pembangunan memadai dan berkeadilan mengantarkan pada terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Sebab dalam Islam, penyediaan infrastruktur dilakukan atas dasar kebutuhan dari masyarakat, ketika didaerah tersebut memerlukan sumber listrik yang memadai, maka negara hadir untuk menyediakan pasokan listrik.
Karna kebijakan pembangunan dalam Islam berorientasi untuk kebaikan hidup manusia dalam menjalankan perannya sebagai hamba Allah. Kebijakan negara tidak boleh membawa dharar dan zalim. Ini pun sejalan dengan prinsip-prinsip Islam yang mestinya di perhatikan dengan baik.
Pertama, peran negara menjadi andil penting dalam terpenuhinya pasokan listrik disetiap pelosok negeri, sebab dalam hal ini listrik merupakan sumber daya alam yang kapasitasnya besar maka diperlukan adanya negara dalam menanfaatkan listrik yang ada, sehingga tercapai kesejahteraan yang merata,. Ini pun dengan pengambilan untuk dari hasil listrik yang diberikan kepada masyarakat yang tidak boleh ada punggutan apapun kepada rakyat, yang ada hanyalah rakyat dibiarkan membayar seadanya untuk mengganti biaya dari produksinya.
Kedua, Negara sebagai raa'in menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat, karna kebutuhan rakyat sangat diprioritaskan, apabila ada rakyat yang butuh pasokan didaerah tersebut pun pada daerah yang tak tersentuh aliran listrik sekalipun, maka disitu menjadi tanggung jawab negara dalam menyediakan pasokan listrik. Sebab Islam berorientasi pada kebaikan hidup manusia dalam menjalankan perannay sebagai hamba Allah Taala. Ini pun sejalan dengan pembiayaan proyek yang semuanya dibiaya oleh negara tanpa campur tangan investor luar yang diambil dari kas negara. Peran negara pun tak sampai disana, sebab negara memberikan edukasi secara menyeluruh terkait kewajiban menjaga lingkungan , memanfaatkan hasil SDA secara bijak dan sanksi tegas bagi setiap individu yang merusak lingkungan pun memanfaatkan SDA dengan serampangan yang memicu terancamnya keseimbangan alam dan lingkungan.