"Salah seorang di antara kalian pergi pagi-pagi mengumpulkan kayu bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik dengannya (menjulanya) sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin memberinya atau menolaknya."
(HR Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).
Dalam hal ini, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu dengan mewajibkan para lelaki mampu bekerja. Untuk memastikan hal itu terlaksana dengan baik, negara menjamin tersediannya lapangan pekerjaan. Dalam naungan sistem Islam yang nantinya negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Ini pun berwujud juga pada pengaturan kepemilikan sumber daya alam.
Hal ini berkelanjutan pada kepemilikan umum seperti hutan, tambang, sungai, laut, gunung, merupakan hak rakyat, yang dengan ini pengelolaannya dilakukan oleh negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Sebab kepemilikan umum sendiri tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang baik individu/swasta karena nantinya menyebabkan penguasaan sumber daya alam yang akhirnya berujung pada ketimpangan ekonomi.
Karenanya, kemiskinan ekstrem bukanlah berasal dari rakyatnya, melainkan dari negara yang menaunginya, sebab negara tidak akan mungkin membuat satu rakyatnya kelaparan, sementara gaji yang didapatkan oleh pemerintah dalam bingkai negara adalah pemasukan dari rakyat.
Lantas masalah kemiskinan hanya akan terselesaikan dengan aturan yang dipakai tidak mudah diutak atik oleh sembarang orang, terlebih ditambal sulam semaunya. Sebab hanya dalam naungan Islamlah setiap individu tersejahterahkan, dengan aturan yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka tidak akan mudah diganti-ganti. Sebab hanya dengan penerapan Islam kaffahlah yang akan mampu mengentaskan kemiskinan ekstrem, tidak hanya di Indonesia, namun juga di Dunia.
Wallahualam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H