Mohon tunggu...
mona fatnia
mona fatnia Mohon Tunggu... Guru - writer opinion

Jadikan segalanya menjadi sumber kebaikan yang mengantarkanmu pada keridhoan-NYA. اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Remisi Napi Bukti Lemahnya Sistem Sanksi

14 September 2024   09:33 Diperbarui: 14 September 2024   09:38 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada fakta yang sering terjadi, ratusan bahkan ribuan orang berkali-kali masuk penjara. Ini artinya, masuk keluar penjara bukan aib lagi bagi masyarakat umum, melainkan sudah seperti celana bekas yang setiap saat dipakai oleh pemiliknya. Karena sistem sanksi tidak menjerakan dengan mengakibatkan banyak terjadi kejahatan, bahkan makin lama makin beragam. Selain itu lapas menjadi overload.  Ditambah hukum hari ini juga  bisa dibeli. Tentu hal ini menjadi lapak jual bagi para pemilik kuasa yang dengan mudahnya menggunakan jabatan demi cuan yang tak terhingga.

Melihat sistem sanksi hari ini yang lebih berpihak kepada yang punya uang dari pada yang tertindas, hingga membuat para pelaku terus melakukan kejahatan serupa. Alih-alih sistem sanksi dipatuhi bahkan ditakuti oleh masyarakat, tapi malah dijadikan alat untuk mendapatkan uang. Maka jika melihat keadaan seperti ini terus menerus, lalu buat apa anggaran digelontorkan untuk membangun lapas dan rutan serta remisi yang setiap tahun dilakukan, jika sistem sanksi yang dibuat hanya jadi alat kuasa dan hanya menjadikan para pelanggarnya justru tak pernah jerah dalam melakukan kriminalitas ? 

Karena pada faktanya, remisi napi yang sering diberikan tiap tahunnya bukanlah menjadi solusi mendasar apalagi untuk bisa menghemat uang saku negara. Yang dengan ini pun justru memantik para pelanggar hukum untuk terus melakukan kejahatan. Ini seperti menanam ubi pada tanah yang lembek, tapi berharap agar hasil ubinya besar. Tentu ini didasari pada beberapa hal ; Pertama, lemahnya kepribadian dari setiap individu yang segalanya dibarengi dengan hawa nafsu yang memuncak hingga akhirnya mudah melakukan kejahatan. Kedua, lemahnya ketakwaan individu ini ketika aturan agama tak dipakai dalam kehidupan untuk mengatur segala tindak-tanduk yang dilakukan tersebab adanya pemisahan agama dari kehidupan. Ketiga, kegagalan sistem pendidikan serta sistem sanksi yang dengan mudahnya dijadikan ladang bisnis bagi segelintir elit penguasa.

Oleh karenanya, remisi napi bukan solusi mendasar yang harusnya diselesaikan, karena akar masalahnya adalah pada sistem sanksi yang arahnya tak jelas dalam menaungi siapa, sebab selama sanksi masih tajam kebawah dan tumpul ke atas maka segala pintu kejahatan akan terus terbuka, karna lemahnya sanksi dalam memberikan hukuman yang benar pada pelaku kejahatan. Dan bukan tidak mungkin kejahatan akan semakin menjadi-jadi ketika hukum hanya memihak yang kuat, baik secara ekonomi, jabatan, atau jaringan orang dalam.

Islam Memberi Solusi

Pada perkara apapun yang sejatinya tak dilandasi hukum yang benar lagi terarah, maka pasti hasilnya nihil untuk bisa mendapatkan perbaikan. Terlebih solusi pada perbaikan  napi dalam lapas yang terus menggunung jumlahnya. Meski remisi narapidana menjadi jalan satu-satunya, namun sama saja berharap pada kotak kosong yang tak bisa apa-apa. Karena jalan untuk menyelesaikan masalah ini haruslah secara sistematis dan benar.

Inilah mengapa Sistem sanksi Islam yang berasal dari Allah diperlukan dalam berbagai hal termasuk krisis generasi pelaku kriminal, sehingga memberikan keadilan dan efek jera, serta mampu mencegah terjadinya kejahatan. Karena sistem pendidikan Islam sendiri memiliki tujuan yang jelas, yakni mencetak kepribadian Islam (syakhshiyah islamiah) yang dengannya dapat membentuk pola pikir dan pola sikap para peserta didik agar perilakunya sesuai dan terikat dengan hukum syara'. Ini terlihat bahwa sistem pendidikan Islam menjadi dasar dalam menghasilkan peserta didik yang memiliki ketakwaan tinggi, sehingga takwa itulah yang mendidik  mereka untuk menjadi individu yang peka terhadap aktivitas dakwah dalam menyebarkan pemikiran Islam. (Mnews, 21-08-2024).

Sistem Islam juga menyuburkan ketakwaan dalam diri setiap individu sehingga memudahkan proses hukum pelaku. Dengan ketakwaannya, pelaku tidak akan tahan berlama-lama menyimpan kesalahan, alih-alih menimpakan konsekuensi hukuman kepada orang lain yang bisa ditimbulkan, sebab ia sadar bahwa dirinya hanya makhluk lemah yang nanti akan dihisab oleh Allah Swt di padang mashyar.

Begitu juga pada masyarakatnya yang mereka hidup dengan dilandasi pemikiran,perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam. Sehingga menghasilkan masyarakat kondusif yang mampu melahirkan orang-orang yang memiliki keterikatan terhadap syariat Islam.  Sehingga keinginan berbuat kejahatan semakin terminimalisir di tambah dengan penerapan sistem sanksi yang tegas dilakukan oleh negara. Karna jelas bahwa sistem sanksi dalam Islam tidak pandang bulu, melainkan adil dan tidak mengenal kompromi. Alhasil, tidak akan ada jual beli hukum.

Sebagaimana hadis riwayat dari Urwah bin Zubair  ra, yang ia berkata bahwa Nabi saw pernah berkhotbah dan menyampaikan :

"Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan sanksi hukuman). Namun ketika orang-orang lemah mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman had. Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (HR Bukhari Muslim)

Seharusnya ini menjadi pegangan kuat para pemimpin kita hari ini, dan seharusnya mereka menjadikan penyelesaian masalah berdasarkan ketetapan islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun