Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gerakan Menghentikan Kemunkaran Sosial

22 Agustus 2024   21:08 Diperbarui: 22 Agustus 2024   21:08 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : kompas.com

Gerakan mahasiswa menguat. Setidaknya, itulah yang dirasakan, dalam dua hari terakhir ini. Pemberitaan mengenai gerakan sosial  mahasiswa, secara tidak dibayangkan, muncul di berbagai titik dan juga diberbagai daerah di penjuru wilayah Indonesia.  Tentunya, satu sisi memberikan secercah harapan, dan pada sisi lain, juga tertunggangi sebuah kekhawatiran.

Mengapa demikian ?

Kita semua paham. Rakyat Indonesia pun paham. Setidaknya, bila kita menggunakan pendekatan (teori) konspirasi, maka akan muncul analisis, siapa menunggangi siapa, dengan tujuan untuk apa. Analisis ini, tidaklah asing dalam telinga dan narasi yang dibangun di negeri kita ini. Rakyat kita, dan media kita, tampaknya sudah mahir dalam membaca dan memahami masalah serupa ini. 

Pengalaman kita dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya sejak meletusnya gerakan Mahasiswa 98, kemurnian gerakan mahasiswa ini kerap dijadikan sorotan. Bagi kedua belah pihak, yakni tertuduh maupun yang menuduh, kerap dihadirkan pada situasi yang sulit dan menyulitkan.  Khususnya, saat ada penunggang gelap terhadap gerakan tersebut, maka misi dan orientasi gerakan nurani mahasiswa itu kemudian menjadi 'buyar' dibuatnya. Sehubungan hal ini, maka harapan terhadap gerakan sosial kali ini pun, diharapkan masih tetap berada pada nurani pendemokrasian bangsa Indonesia.

Di hari pertama munculnya pemberitaan demontrasi mahasiswa, narasi yang terbangun dan dibangun, masih murni. Gerakan sosial ini, diharapkan menjadi 'penjegal' terhadap pembegal-pembegal demokrasi, yang secara sistematis dan masif dianggap merusak demokrasi Bangsa Indonesia. Narasi yang dibangun demonstran, jelas dan tegas, bahwa ada kelompok tertentu yang berusaha merusak budaya demokrasi Indonesia. Baik melalui lembaga resmi, maupun melalui utak-atik regulasi, kelompo tertentu dipandangnya lebih mementingkan kekuasaan dan kepentingna kelompok sendiri, dibanding dengan tujuan untuk mematangkan demokrasi bangsa Indonesia.

Pada konteks itulah, teringat Abdul Munir Mulkhan, bahwa realitas sosial politik yang paling berbahaya di era sekarang ini, yakni munculnya kemunkaran-kemunkaran dalam skala sosial. Kemunkaran-kemunkaran berskala sosial ini, yakni penyakit nepotisme, kolusi, dan korupsi, termasuk juga mafia hukum dan politik kepentingan dalam penyelenggaraan negara. Di saat rakyat tidak melek politik, elit kampus kehilangan nalar kritis, dan elit politik tidak berdaya, maka 'kelompok penguasa' baik itu yang berada di lingkaran kekuasaan politik, maupun di lingkaran pengendali ekonomi (kapitalis dan oligarkhi), maka kemunkaran sosial dalam konteks penyelenggaraan negara, bisa merajalela dan menguat di berbagai lini pemerintahan.

Apakah Indonesia sudah berada dalam kondisi serupa ini ?

Kedua belah pihak (antara penguasa dan oposisi), tentunya memiliki cara pandang tersendiri. Namun, bila dilihat realitas terakhir ini, dengan hadirnya gerakan sosial di tengah kehidupan demokrasi  kita saat ini, maka mau tidak mau, ucapan "negara kita sedang tidak baik-baik saja" perlu dicermati ulang. Setidaknya, kalimat serupa itu, hendaknya tidak boleh dianggap angin lalu, khususnya dalam konteks menggambarkan realitas kehidupan kita saat ini.

Lantas, apa yang bisa diharapkan dari gerakan mahasiswa kali ini ? 

Satu hal pokok, kita yakin, mahasiswa memiliki nalar kritis dan rasional, serta memiliki kematangan dalam bersikap dan bertindak. Kita semua berharap, gerakan ini benar-benar masih dalam koridor demokrasi, dan bersih dari tunggangan kepentingan pihak tertentu. Hanya dengan kesadaran dan harapan serupa itulah, maka gerakan mahasiswa kali ini, diharapkan akan dapat memuluskan transisi politik bangsa kita, sekaligus mengembalikan rel demokrasi kita ke jalan yang semestinya.

Pada sisi lain, gerakan sosial ini, semoga dapat dijadikan alarm - politik bagi Pemerintah hari ini, dan juga pemerintahan yang akan datang, bahwa "nurani mahasiswa" masih ada, dan hidup. Mereka akan muncul dan menggeliat, kapan saja, disaat nurani-keadilan tergores atau tersayatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun