Lagi-lagi, persoalannya, bukan soal arah angin saja. Bukan soal koalisi saja. Bukan pula soal realisme politik saja. Soalan yang paling  mendasar itu, adalah apa implikasi dari realitas politik yang terbangun dan dibangun ini, memiliki implikasi yang selaras dengan pengembangan nalar demokrasi kita di masa depan?Â
Pertanyaan ini, sangat konseptual dan menuntun kesadaran dan pemikiran kritis dari semua pihak. Karena, bila saja, kita salah paham, menyampaikan gagasan serupa ini pun, alih-alih dianggap sebagai kebebasan berpendapat, malah bisa disudutkan sebagai provokasi dan bisa merusak tatanan kebangsaan !!
Terakhir, fenomena ini memberi sebuah pengalaman nyata, perlu ada perubahan budaya dan struktur politik baik untuk konteks pilkada dan pilpres serta pemilihan legislatif. Â Ide ini memang kelihatannya utopis, berkhayal dan sulit diwujudkan di era kartel seperti ini. Namun, tetap perlu disampaikan di sini.Â
Pemikirannya klasik, jangan-jangan, jumlah partai politik itu, tidak usah banyak-banyak. Cukup 2 saja. Satu partai penguasa, dan satu lagi, oposisi !! mengapa penting demikian? setidaknya, supaya ada penyeimbang, dalam mengawal proses jalannya pemerintahan. Sebeb, dengan jumlah yang banyak seperti sekarang ini, bukti nyatanya, tetap saja, hanya ada satu, yaitu partai penguasa !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H