Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KPU: Akibat Salah Nyoblos, Rungkaad Jadinya !

5 Juli 2024   17:15 Diperbarui: 5 Juli 2024   17:16 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : antaranews.com

Mungkin telat. Atau, mungkin juga tepat. Membicarakan masalah coblos menyoblos dibicarakan hari ini, di sini. Disebut salah tempat, karena momen pilpres sudah lewat, momen pemilu legislatif pun sudah selesai. Mereka yang sudah kita pilih, sudah mulai duduk santai, menunggu takdir-kejayaannya untuk lima tahun ke depan. Perjuangan selama hampir 3-4 bulan sebelumnya, dan pengorbanan yang sudah dikeluarkannya selama itu, akan mereka mulai petik dalam lima tahun ke depan. Dengan kata lain, andai pilihan kita tepat, kita pun, insya Allah akan merasakan manfaatnya. Tetapi, jika pilihan kita salah, maka nasib-buruk akan menghantui kita selama lima tahun ke depan. Dengan demikian, membincangkan masalah salah coblos, mungkin dapat disebutnya pembahasan yang sudah terlewat.

Tetapi, bila dikaitkan dengan momentum Pilkada, yang akan dihadapi beberapa belan ke depan, atau sekitar diakhir tahun ini, maka pembicaraan ini, bisa disebut tepat. Tepat untuk dibicarakan, dengan maksud dan harapan, supaya kita tidak salah coblos.

Lha, memangnya kenapa kalau salah coblos ?

Maaf, ini sekedar melanjutkan melamun, bila dugaan atau keputusan DKPP itu adalah benar. Sekali lagi, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Ketua KPU dengan alasan pelanggaran etik. Berita sudah sangat terbuka, dan menjadi salah satu trendsetter di tengah masyarakat kita. Dalam berita, terungkap bahwa Saat membacakan pertimbangan putusan, anggota majelis DKPP Muhammad Tio Aliansyah menyebut bahwa terungkap fakta bahwa pengadu selalu menagih kepastian janji dari teradu untuk menikahi pasca kejadian pada 3 Oktober 2023. Sebelumnya, pengadu menyebut bahwa teradu merayu hingga memaksa dirinya melakukan hubungan badan pada tanggal tersebut ketika berada di Den Haag, Belanda.

Pelajaran apa yang ada dibalik kisah-kisah tersebut ?

Pertama, dalam konteks politis (bukan politik !), pemilik kekuasaan tidak pernah segan dan malu untuk menggunakan kekuasaannya dalam mendapatkan kepentingannya. Kepentingan dimaksud, salah satu diantaranya adalah kepentingan biologisnya. Di tahun 2023, sempat viral informasi, bahwa ada manajer sebuah perusahaan menggunakan cara mengajak stayvacation kepada karyawatinya, bila mau diperpanjang kontrak kerja. Tentunya, stayvacation atau bahasa sederhana 'tidur  bareng bos', muncul di sejumlah perusahaan di pusat-pusat kota besar di Indonesia.

Kasus serupa itu, merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, untuk kepentingan pribadi atau kepentingan biologis.  Selaras dengan kejadian itu pula, maka tidak aneh dan mudah dipahami, jika dugaan itu pun mencuat dan kemudian menjadi salah satu bentuk dugaan tindak pelanggaran etika !!

Kedua, sebagai negara berkembang, dengan model transaksi berbasis meritokrasi (kemampuan atau skills), mungkin masih perlu dilakukan di ruas jalan yang panjang. Artinya, masih terdapat lika-liku untuk bisa sampai kepada derajat budaya kerja dan budaya demokrasi yang matang. Salah satu ancamannya adalah hadirnya bentuk politik transaksi. 

Terdapat ragam politik transaksi. Ada transaksi ekonomi, suap menyuap namanya. Ada transaksi politik, mafioso kekuasaan sebutannya atau konspirasi. Ada transaksi-personal, dapat disebutnya gratifikasi seksual. 

O, iya, kita sudah terbiasa mendengar kata gratifikasi. Tetapi, selama ini cenderung bicara mengenai gratifikasi-finansial, yang dihadirkan dalam bentuk suap-menyuap. Sementara dalam konteks yang lain, ada yang disebut gratifikasi seksual. Memberikan layanan kebutuhan biologis, untuk mendapatkan hasil keputusan yang diinginkan.

Ancaman inilah yang terjadi di negara berkembang. Hal itu pulalah, yang terjadi, sebagaimana yang hari ini, sedang ramai dibicarakan banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun