Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pisau Daging Kurban, Itu!

20 Juni 2024   06:19 Diperbarui: 20 Juni 2024   06:34 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : kompas.com

Pisau kurban, itu !

Untuk kedua kesekian kalinya, dia datang menghampiri. Tepatnya, bila dihadapkan pada masalah yang sama, berulang, ritual, setidaknya tahunan, dihari raya idul adha ini, dia datang lagi, dan langsung nempel ditelapak tangan ini.

Pisau kurban, itu !

Sudah berapa lembaran kulit yang tersayat ? berapa ton daging yang terpotong ? entahlah. Namun, dia tetap, hadir, dan setia menghampiri diri ini, untuk menemani ritual kali ini.

Pemotongan hewan qurban, di hari idul adha umat Islam !

Inilah. Pisau daging kurban. Senantiasa ada dalam kehidupan nyata, dan menemani setiap langkah manusia. Namun, hadirnya, tidak menjadi kisah  nyata, padahal ketidakhadirannya menjadikan kerja-nyata menjadi tiada. Hadirnya tidak banyak kata, tetapi ketidakhadirannya, menjadi sumberduka.

"aku hadir.." pekik sang pisau daging kurban.

Kehadiran pisau kurban, menjadi bagian tak terpisahkan dalam ritual kurban. Namun, kehadirannya saja, taklah cukup. Bukan hadir yang diinginkannya. tetapi kehadiran yang bermakna, mampu meningkatkan kualitas kerja dan usaha. Bila saja, sekedar hadir namun tiada ada guna, maka itulah yang disebut tiada bermakna.

wujuduhu ka adamihi. Adanya, seperti tiadanya.

Dia hadir, secara fisika, namun tiada nyata secara metafisika. 

Dia hadir secara kata, namun tiada arti secara makna.

Dia hadir secara materi, namun hampa dari sisi fungsi.

Pisau kurban, itu !

"wah, asah dulu lah,..." saran satu orang yang hadir di pesta kurban saat itu. Saran yang kemudian, dengan seketika disambung dengan langkah nyata, untuk memastikan dengan segera jalannya kerja dapat terselesaikan dengan penuh makna.

Diasah, lagi. Diasah lagi. Terus diasah lagi, dan demikian juga, di asah lagi.

Itulah realitas pisau kurban. Asah dan pengasahan adalah cara nyata untuk menjaga ketajaman dalam kerja dan usaha, sehingga bisa melahirkan usaha dan kerja yang paripurna.

"jangan malas mengasah, karena hal itu bisa menyebabkan tumpul, sebaik apapun bahan dasar yang dimilikinya..." ungkap sang mandor, yang memiliki kewajiban untuk memastikan seluruh jalannya kegiatan dapat berjalan dengan baik.

Tidak jauh dari pengalaman diri. Setahun sebelumnya. Mendapat hadiah, pisau kurban yang luar biasa tajam. Banyak orang yang kagum dengan keluarbiasaan pisau kurban yang kumiliki. Sekali dua kali, diikutsertakan dalam pengabdian sosial itu, membangun citra luar biasa kepada sang pemiliknya. Hingga, tidak jarang orang berujar, "mana, pisau kurbanmu, itu luar biasa..." ungkapnya dengan penuh harap, bisa melihat kembali pisau kurban itu.

Sayangnya, untuk kali kesekiannya, ketajaman dan kemahiran itu, tak bisa ditunjukkan lagi. Ketumpulan sudah melanda dirinya. Mungkin karena lama tak pakai, dan juga lama tak diasah. Sehingga, kebekuan dan ketumpulan menjadi takdirnya untuk hari ini dan kedepan.

"asah lagi..." saran yang lain, memberikan sebuah saran.

Mungkin benar, di asah lagi, akan menjadi tajam kembali. Tetapi, cerita keagungan dan kemuliaan, bisa jadi sirna, karena ketidakkonsistenan kita dalam menjaga ketajaman itu. Bukti nyata,  hari ini, sudah hadir sejumlah pisau kurban, yang memiliki ketajaman jauh lebih baik lagi.

Mengasah itu bukan hanya menjaga ketajaman, tetapi juga menjaga kepercayaan !!! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun