Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cara Santuy, Dimarahi Orang!

16 Juni 2024   16:45 Diperbarui: 16 Juni 2024   16:48 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://ners.unair.ac.id/

Setelah dia pergi, baru kepikiran. Apa yang terjadi pada diri ini, bukankah baru saja, dimarahi orang ? bukankah, baru saja, beberapa detik lalu, hampir setengah jam lebih lamanya, ada seseorang, lelaki dengan mengatasnamakan diri dan keluarganya, marah-marah dihadapanku, lantas apa yang terjadi pada diri ini ? Apakah emosiku sudah mati ? ataukah, diri ini sudah tidak punya rasa dan perasaan lagi, sehingga terasa cuek dan tak ambil pusing dengan kejadian baru saja ?

Entahlah. Sewaktu peristiwa itu berlangsung, tidak kepikiran apa-apa. Tetapi, selepas dia pergi berlalu, kok malah kepikiran. Kepikiran. Bukan hanya kepikiran mengenai masalah yang melatir kejadian itu, dan juga kepikiran, kondisi emosiku saat kejadian itu terjadi.

Kepikiran terus. Bukankah tadi itu, dia sedang marah, bukankah dia sedang ada pada puncak emosi ? bukankah, dia merasa tersinggung harga diri dan emosinya, bahkan bukan hanya dirinya, tetapi keluarganya ? bukankah orang yang dihadapan itu, sudah mengeluarkan unek-uneknya dengan segudang perasaan dan ketersinggungannya, lantas, mengapa diri ini, masih diam dan tidak terusik sedikitpun, apakah hal ini menunjukkan emosiku sudah mati dan tidak punya perasaan lagi ?

Ada pikiran. Apakah, orang yang melakukan kesalahan dan merasa tidak berdosa, akan cuek sehingga tidak mudah emosi ? ataukah, karena merasa tidak bersalah, sehingga tidak mudah emosi ? entahlah.

Sewaktu kejadian itu berlangsung, sempat pula terdengar, "ayo, kalau  mau, kita selesaikan secara laki-laki..". Sebuah ungkapan, yang disebutnya tidak hanya sekali. Walaupun tidak sering, tetapi lebih dari satu kali diucapkannya. Namun, sekali lagi, walaupun, sempat diajukan pertanyaan, 'apa maksud dari kalimat itu', dan kemudian tidak mendapatkan komentar jelas darinya, kembali lagi, diri dan perasaan ini, masih tetap cuek saja. Kepikiran lagi, saat ini, selepas dia sudah pergi jauh dari rumahku, pertanyaan, "kok bisa, saya seperti itu, apakah diri ini, sudah mati rasa dan tidak punya perasaan ?"

Sayangnya, tidak banyak orang yang melihat. Sehingga, sulit untuk meminta penilaian, terhadap apa yang terjadi, terhadap peristiwa dan kejadian itu. Bahkan, sampai saat ini pun, tidak ada niat untuk membicarakan kejadian itu, sebagai sebuah peristiwa nyata kepada orang lain. Namun, pikiran dan perasaan tidak bisa dihalangi untuk menuturkannya sebagai sebuah renungan, terhadap kejadiran. 

Mengapa dijadikan bahan renungan ? setidaknya, karena ada perasaan, mengapa ada orang yang mau mengajak menyelesaikan masalah secara 'laki-laki', tetapi malah direspon cuek sampai kami pun bubar karena waktu sudah larut malam. Eh, tidak larut malam juga sih, karena masih sore.

Untuk sekedar memberikan ilustrasi, pengalaman diri, cuek dengan masalah yang dihadapi. Ada beberapa hal yang terjadi saat itu.

Pertama, tidak memaksakan opini atau tanggapan, saat dia menyampaikan keluhan dan pemahamannya.  Secara pribadi, walaupun sebagai pribumi, tetapi banyak mendengarkan ceramah atau keluhan atau omelan yang disampaikannya. Disela-sela itu, ada keinginan untuk meluruskan pandangannya. Namun dia tidak memberikan waktu, dan malah menaikkan volume suaranya. Hingga diri ini pun,  menghentikan keinginan itu, dan kemudian kembali lagi menyimak penjelasannya saja.

Kedua, kami berdua tidak mengubah posisi pertemuan. Saya duduk santai di kursi dan menghadapnya, dan begitu pula dengan sang tamu yang merasa kesal atas perbuatanku tempo lalu. Tidak ada yang mengubah posisi. Duduk santai dari awal sampai akhir. Hampir setengah lebih berlalu, tetapi tetap saya berlalu. Kendati volume suara agak tinggi, namun tetap saja, posisi kami berdua duduk di kursi sofa yang tidak bagus-bagus amat. Bahkan, saking tidak sempurnanya sofa yang kami punya, saat beliau duduk pun, satu bagian sofa itu jebol dan rusak (yaa, ampun malunya ak, punya kursi yang sudah begituan..).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun